Di Taman Kecil, Menutup Hari dengan Refleksi
Setelah berjalan hampir dua jam, kami duduk sebentar di taman kecil di sisi belakang area Dejima. Angin sepoi-sepoi dari laut membawa bau kayu tua dan debu halus. Kami berbincang santai, sambil melihat anak-anak Jepang kecil yang bermain sambil sesekali menatap bangunan kuno.
Saya merasa tenang dan sekaligus tersentuh. Bahwa dari sebuah pulau kecil di Jepang ini, kita bisa menelusuri kisah lintas samudra, tentang dunia yang dulu saling terhubung sebelum era internet dan globalisasi.
Dejima adalah simbol keterbukaan yang dibatasi, hubungan yang dijaga, dan perdagangan yang dikelola dengan cermat. Ia bukan tempat besar, tapi isinya penuh makna. Dan lebih dari itu, ia mengingatkan saya bahwa kota seperti Jakarta---yang hari ini penuh hiruk pikuk---dulu adalah pusat dunia.
Penutup: Jalan-Jalan yang Membuka Mata
Kami melangkah keluar dari Dejima lewat jembatan kecil yang sama. Tapi pikiran kami tak lagi sama. Ada kesadaran baru yang tumbuh---bahwa sejarah bisa dinikmati seperti jalan-jalan sore, asal diceritakan dengan cara yang benar.
Dejima bukan hanya kisah Jepang. Ia juga kisah Batavia, Taiwan, dan seluruh Asia yang pernah terhubung lewat laut. Ia adalah potongan mozaik dari masa lalu, yang membentuk siapa kita hari ini. Dan kami bersyukur, hari itu, kami tidak hanya berwisata, tetapi juga sejenak menjenguk masa lampau.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI