Di tahun-tahun terakhir, ia menjabat sebagai Prefek untuk Dikasteri Uskup, sebuah posisi penting dalam struktur Gereja universal karena berperan dalam memilih dan membina para pemimpin keuskupan di seluruh dunia. Ia dikenal moderat, sopan, dan tidak mencari panggung.
Justru karena sikapnya yang tenang dan tak terikat pada kubu tertentu, ia menjadi figur kompromi dan simbol stabilitas. Ia bukan favorit dalam bursa "papabili" yang ramai diperdebatkan media, namun sering kali sejarah menunjukkan: Roh Kudus bergerak di luar kalkulasi publik.
Kalimat-Kalimat Pertama
Pidato perdananya dari balkon penuh dengan nuansa pastoral dan kedamaian. Ia tidak langsung menyampaikan pernyataan programatik atau isu-isu dunia. Ia memilih untuk menyapa hati.
"Vorrei che questo saluto di pace entrasse nel vostro cuore, raggiungesse le vostre famiglie, a tutte le persone, ovunque siano, a tutti i popoli, a tutta la terra..."
(Aku berharap salam damai ini masuk ke dalam hatimu, mencapai keluargamu, setiap orang di mana pun mereka berada, semua bangsa, seluruh bumi...)
Pesan itu universal, mencerminkan kerinduan akan dunia yang lebih teduh. Dalam atmosfer global yang dirundung perang, ketidakadilan, dan polarisasi ideologis, sapaan seperti ini bukan klise. Ia adalah harapan.
Paus Leo XIV kemudian berkata:
"Dio ci ama tutti, e il male non prevarr! Siamo tutti nelle mani di Dio. Pertanto, senza paura, uniti mano nella mano con Dio e tra di noi andiamo avanti."
(Tuhan mengasihi kita semua, dan kejahatan tidak akan menang! Kita semua berada dalam tangan Tuhan. Maka, tanpa rasa takut, mari kita melangkah maju, tangan dalam tangan dengan Tuhan dan satu sama lain.)
Kalimat ini meminjam semangat Fratelli Tutti, semangat persaudaraan dan keberanian dalam iman. Ia tidak menjanjikan jawaban instan, namun menegaskan bahwa langkah bersama dalam kepercayaan kepada Tuhan adalah awal yang kokoh.
Harapan Umat Katolik
Umat Katolik di seluruh dunia tentu memikul harapan yang sangat beragam. Sebagian berharap Paus baru melanjutkan pendekatan terbuka dan empatik dari Paus Fransiskus: membela kaum marginal, membuka ruang dialog dengan dunia sekuler, dan menekankan Misericordia (belas kasih) daripada legalisme.
Namun ada juga kalangan konservatif yang menginginkan arah yang lebih jelas dan tegas dalam doktrin moral, khususnya terkait keluarga, liturgi, dan bioetika.
Dunia Katolik bukan monolit; ia mencakup spektrum yang luas dari umat yang mencari kejelasan, kehangatan, bahkan penyembuhan.
Yang tampaknya disepakati banyak kalangan adalah kebutuhan akan stabilitas, kehadiran moral, dan keteladanan pribadi. Setelah tahun-tahun yang diwarnai dengan tantangan internal---termasuk krisis pelecehan, konflik internal di Kuria, dan ketegangan antarblok---umat menginginkan Paus yang mampu merangkul, bukan membelah.