Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen , penulis buku “1001 Masjid di 5 Benua” dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Trem Kuning ke Jeronimos: Ziarah Vasco da Gama & Camoes

8 Mei 2025   00:21 Diperbarui: 8 Mei 2025   05:26 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arsitektur  gotik khas: dokpri 

Saya kemudian berjalan perlahan sepanjang  sisi muka biara ini.
Biara yang bernama Mosteiro dos Jeronimos di Belem, Lisbon---salah satu bangunan paling megah dan simbolik dalam sejarah Portugal. Gaya arsitekturnya Gotik versi Manuelino, sebuah gaya khas Portugal abad ke-16 yang menggabungkan unsur gotik, renaisans, dan simbol-simbol maritim.

Menara: dokpri 
Menara: dokpri 

Gerbang utamanya tinggi dan sangat detail, penuh ukiran yang mengangkat tema pelayaran dan keagamaan. Pilar dan lengkungannya tampak seperti pahatan halus dari batu gading, berdiri kokoh namun nyaris halus seperti renda.

Matahari senja masih malu-malu bersinar di balik awan, tapi langit cukup terang untuk melihat betapa agungnya bangunan putih ini dari dekat.  Mosteiro dos Jeronimos berdiri bagaikan istana batu, penuh ukiran dan puncak-puncak menjulang yang membuat leher terasa ingin terus menengadah.
Pembangunan Mosteiro dos Jeronimos dimulai pada tahun 1501, atas perintah Raja Manuel I. Lokasinya dipilih tidak jauh dari tempat keberangkatan Vasco da Gama saat ia memulai pelayaran legendaris ke India pada tahun 1497. Perjalanan itu membawa kekayaan dan kejayaan besar bagi Portugal, dan sang raja ingin memperingatinya dengan sesuatu yang monumental. Maka dibangunlah biara ini di desa nelayan Belem, tepat di tepi Sungai Tagus. Konon perlu hampir satu abad untuk menyelesaikannya.  Saya jadi ingat akan La Sagrada Fanilia di Barcelona yang bahkan hingga kini belum rampung.

Arsitektur  gotik khas: dokpri 
Arsitektur  gotik khas: dokpri 

Arsitekturnya memukau---gaya Manuelino yang khas dengan ornamen tali kapal, jangkar, dan bunga lotus, mencerminkan semangat penjelajahan Portugal di masa keemasan.
Ada sesuatu dari fasad bangunan ini yang membuat diri ini ingin terus mengamati dari dekat sambil berjalan santai dan memberi waktu pada diri sendiri untuk memaknai keindahan yang tak buru-buru. Angin meniup dedaunan kecil di taman, dan sesekali terdengar suara anak-anak  berlarian.

Momen itu membuat saya sadar: kadang perjalanan tak butuh pemandu. Cukup langkah kaki dan langit luas yang berubah-ubah warnanya.
Sambil berjalan, Saya membayangkan suasana di  dalamnya---lorong-lorong batu yang hening, kapel dengan atap tinggi melengkung, dan tentu saja makam raja-raja Portugal serta tokoh-tokoh besar yang sejak lama saya kenal dari sejarah: Vasco da Gama dan Lus de Cames. Keduanya dimakamkan kembali  di dalam kompleks biara ini para paruh kedua abad 19.

Nama-nama itu dulu terasa jauh, abstrak, seperti baris catatan ujian sejarah. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, mereka justru hadir lebih dekat dalam perjalanan saya.
Vasco da Gama, misalnya, pertama kali membuat saya tercenung bukan karena pelayarannya ke India, tapi karena patungnya yang saya temui secara tidak sengaja di Beograd. Waktu itu saya sedang menyusuri taman Kalemegdan, dan di tengah patung-patung nasional Serbia, tiba-tiba ada sosok berjubah panjang, menghadap ke barat, tangannya menunjuk cakrawala. Nama di bawahnya: Vasco da Gama. Mengapa ada di sana? Saya tidak tahu pasti, tapi mungkin dunia lebih saling terhubung dari yang saya kira.

Sementara Lus de Cames---sang penyair yang menulis Os Lusadas, mahakarya tentang pelayaran Portugis---pertama kali saya temui bukan di Portugal, tapi di Makau. Tepatnya di Jardim Luis de Cames, sebuah taman kecil yang tenang, dengan patung sang penyair di tengah-tengah, dikelilingi pohon kamboja. Ada puisi-puisi yang terukir di dinding batu, sebagian saya coba baca walau tak semua saya mengerti. Tapi saya ingat satu frasa yang tertinggal lama di kepala: "mudam-se os tempos, mudam-se as vontades"---zaman berganti, keinginan pun berubah.


Saya merenung di depan biara Jeronimos, tempat kedua tokoh ini beristirahat, dan tiba-tiba merasa tidak terlalu jauh dari sejarah. Rasanya seperti menonton pertunjukan lama yang baru sekarang saya pahami artinya.
Saya membayangkan: lima abad lalu, para pelaut datang ke biara ini untuk berdoa sebelum berlayar menuju dunia yang belum mereka kenal---India, Afrika, mungkin bahkan Brasil. Di sinilah Vasco da Gama memulai perjalanannya. Dan dari pajak rempah-rempah hasil ekspedisinya, batu demi batu biara ini dibangun.

Trem kuning: dokpri 
Trem kuning: dokpri 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun