Lunar New Year selalu jatuh pada bulan baru pertama setelah titik balik matahari musim dingin, biasanya antara akhir Januari dan pertengahan Februari. Tanggalnya berubah setiap tahun karena tidak mengikuti kalender Gregorian, tapi justru mengikuti pergerakan bulan.
Tahun Baru Imlek bukan sekadar perayaan budaya; ia juga bentuk penghormatan terhadap siklus alam. Ketika keluarga berkumpul, petasan dinyalakan, dan angpau dibagikan, semua itu terjadi di bawah restu bulan yang---untungnya---lagi mood baik, bukan lunatic.
Main-main dengan bahasa: dari Luna ke lunacy
Lihatlah jalur etimologi ini:
Luna (Latin): dewi bulan.
Lunaticus (Latin): orang yang kehilangan akal karena bulan.
Lunatic (Inggris Kuno -- Modern): orang gila.
Dari akar yang sama, muncul dua rasa yang berbeda: satu indah, satu menyeramkan. Luna membawa bayangan keindahan dan puisi; lunatic membawa kesan gelap dan liar.
Kata lunatic sendiri kini dianggap usang dan ofensif dalam dunia medis. Sejak abad ke-20, istilah ini sudah tak digunakan secara resmi untuk menyebut gangguan mental. Organisasi seperti WHO dan DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) menggunakan istilah yang lebih klinis dan netral, seperti "bipolar disorder" atau "schizophrenia."
Tapi kata itu tetap hidup di dalam bahasa sehari-hari, sastra, bahkan lagu. "You drive me crazy, like a lunatic in love," kata lirik-lirik lagu patah hati.
Luna, Lunacy, dan Kita
Apa yang bisa kita pelajari dari kisah ini?
Pertama, bahwa bahasa itu seperti cermin sejarah manusia---penuh kepercayaan, ketakutan, dan romantika. Dari satu akar kata bisa tumbuh dua cabang rasa yang sangat berbeda.
Kedua, bahwa manusia selalu mencoba mencari penjelasan untuk hal-hal yang tidak bisa dikontrol. Saat seseorang bertingkah aneh, kita ingin menyalahkan sesuatu: cuaca, bintang, atau... bulan.
Ketiga, Luna dan lunacy menunjukkan bagaimana bahasa bisa membentuk persepsi. Kita mungkin menyebut seseorang "gila bulan", tapi itu bisa berarti dua hal: tergila-gila akan romantika, atau benar-benar kehilangan logika. Semua tergantung nada dan konteks.
Penutup: Jangan salahkan bulan terus
Kini, mari kita maafkan bulan. Dia hanya menggantung di langit, tenang dan diam. Dia tidak pernah memerintah kita untuk jatuh cinta, menangis, atau menulis puisi tengah malam. Dia hanya memantulkan cahaya matahari dengan caranya sendiri---kadang utuh, kadang separuh, kadang nyaris tak tampak.
Tapi justru dalam ketidaksempurnaannya itulah, Luna menciptakan ruang bagi imajinasi. Ia mengundang kita untuk menyelam ke dalam kegelapan dan bertanya: apakah kegilaan itu selalu buruk? Ataukah itu hanya cara lain untuk menjadi manusia yang... terlalu peka, terlalu merasa, terlalu hidup?
Karena kadang, dalam cahaya bulan, kita semua adalah sedikit lunatic.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI