"Peletakan Batu Pertama Rebo Wage 29 Pebruari 1956/18 Redjeb Dal 1887, Peresmian Achad-Kliwon 7 Oktober 1956/2 Mulud Be 1888 (200 Th Kota Jogjakarta 7 Oktober 1756 -- 7 Oktober 1956)." Sebuah prasasti menjelaskan sejarah Sasana Hinggil Dwi Abad sekaligus tanggal lahir kota Yogyakarta. Â Dengan membaca prasasti ini kita juga lebih mengetahui mengenai hari pasaran serta nama-nama bulan dalam penanggalan Jawa.
Ada jalan kecil dengan konblok dan diapit tembok tinggi warna putih yang mengeliling Sasana Hinggil Dwi Abad ini. Jalan ini tampak sepi, tidak ada orang maupun kendaraan yang lewat. Â Berjalan di sini, saya bagaikan kembali ke masa lampau melewati mesin waktu. Â Yang mengingatkan akan masa kini hanyalah cermin jalan yang ada di sudut jalan yang sayangnya dalam keadaan retak. Â Fasilitas umum yang mirisnya kurang terawat di kota Yogya yang sedang mengejar status sebagai Warisan Dunia. Yang menarik adalah Larangan Buang Sampah dan Kencing yang menjadi satu-satunya hiasan di tembok putih ini.
Setelah belok kanan, jalan dengan kedua sisi tembok putih nan tinggi masih dominan, di ujung jalan juga terdapat cermin jalan yang sama retaknya. Di sini, saya melihat pintu belakang Sasana Hinggil Dwi Abad yang tertutup rapat. Gedung ini tampak angkuh dan dingin sekaligus penuh misteri karena semua jendela yang besar pun tertutup rapat.
Tepat lurus di belakang gedung, ada jalan yang tertutup tembok penghalang, mirip seperti bangunan di dalam kraton yang sehabis pintu gerbang biasanya ada tembok penghalang sehingga kita harus sedikit berbelok untuk masuk. Â Â
Ternyata ada lapangan besar dengan sebuah bangunan besar dengan atap joglo di tengahnya. Â Di sekeliling, tembok putih sangat dominan dan sebagian digunakan untuk tempat parkir kendaraan, termasuk odong-odong yang disiang hari tidak seindah di malam hari. Â Â
Kembali menuju Sasana Hinggil Dwi Abad, di salah satu tembok, terdapat sebuah sangkar besar yang beratap joglo.  Sangkar ini dalam keadaan kosong dan juga kurang terawat.  Akhirnya saya kembali ke beranda depan Sasana Dwi Abad dan duduk bersama penjual susu segar yang dingin. Susu ini dijual  seharga 3000 Rupiah dan lumayan banyak anak-anak yang membeli.
Selain tukang susu, ada juga penjual Es Kado. Â Nama Es Kado membuat saya sedikit penasaran sehingga saya tertarik untuk bertanya dan melihatnya. Ternyata es Kado merupakan jajanan tradisional jaman dulu yang sebenarnya adalah Es Potong. Â