Menurut berbagai sumber, setidaknya ada 4 versi Supersemar yang disimpan oleh pihak Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Keempat versi itu berasal dari tiga instansi, yakni 1 versi dari Pusat Penerangan (Puspen) TNI AD, 1 versi dari Akademi Kebangsaan, dan 2 versi dari Sekretariat Negara (Setneg). Yang menjadi pegangan selama Orde Baru adalah versi pertama dari Puspen TNI AD.
Sedihnya dari empar versi yang ada itu ternyata tidak ada alias palsu semua. Â Hal ini bahkan diucapkan langsung oleh pihak berwenang di ANRI. Â Lalu dimanakan dokumen Supersemar yang asli. Â Sementara semua saksi sejarah telah meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya.
Namun sebenarnya ada lagi beberapa saksi sejarah yang mungkin luput dari pemberitaan. Salah satunya adalah Aloysius Sugianto yang pada waktu itu masih berpangkat mayor. Beliaulah yang pada malam itu diperintahkan oleh  Ali Murtopo di Markas Kostrad untuk menggandakan Supersemar.
Pada saat itu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir Jenderal M. Jusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud baru saja mampir ke markas Kostrad untuk menemui Soeharto. Sebelumnya, ketiga jendral itu menghadap Presiden Sukarno di Istana Bogor.
Nah, malam-malam diperintahkan menggandakan sebuah dokumen penting pada tahun 1966 bukan hal yang mudah. Saat itu belum ada mesin foto kopi. Akhirnya Sugianto ingat akan Jerry Sumendap (seorang pengusaha yang kemudian mendirikan maskapai Bouraq) di rumahnya di Menteng. Jerry Sumendap memiliki kamera polaroid yang kala itu termasuk sangat canggih.
Sayang Sugianto juga sekarang sudah almarhum. Beliau baru meninggal pada Februari 2021 pada usia lumayan sepuh, yaitu sekitar 93 tahun. Sementara Jerry Sumendap sendiri sudah almarhum sejak 1995. Maka jejak Supersemar pun kian sulit untuk dilacak.
Sementara itu, Probosutedjo, adik tiri Soeharto juga mempunyai kesaksian sendiri tentang hilangnya Supersemar. Menurut beliau, pada 12 Maret 1966, Suharto merekam suaranya sambil membacakan surat perintah itu dan di Sekretariat Negara, dilakukan penggandaan Supersemar menggunakan mesin tik secara manual. Sementara yang aslinya hilang entah ke mana.
Lalu bagaimana dengan nasib Surat Perintah Tiga Belas Maret atau Supertasmar? Surat Perintah Tiga Belas Maret. Ini merupakan surat perintah yang dikeluarkan Soekarno untuk mengoreksi Supersemar
Pada era Orde Baru, tidak ada orang yang tahu atau pernah mendengar mengenai Supertasmar ini. Â Konon, keberadaan Supertasmar ini diungkap kali pertama oleh AM Hanafi dalam buku Menggugat Kudeta Jenderal Soeharto: Dari Gestapu ke Supersemar (1998). AM Hanafi merupakan mantan Duta Besar RI untuk Kuba pada era Soekarno yang kemudian tidak bisa kembali ke Indonesia dan membuka Restoran Indonesia di Paris.
Menurut AM Hanafi, isi Supertasmar adalah pengumuman bahwa Supersemar hanya bersifat administratif dan teknis, serta bukan politis. Â Melalui Supertasmar ini, Soeharto juga diminta untuk segera memberikan laporan kepada Presiden atas pelaksanaan Supersemar.
Namun interpretasi Suharto, dengan adanya Supersemar, kekuasaan sudah dialihkan dari Sukarno ke Suharto.