Oleh Taufik Hidayat, S.Ag, M.I, Kom
Dikisahkan oleh Jalaluddin Rumi : ada seorang pemuda bernama Haidar, yang tiba-tiba menanam pohon berduri di tengah jalan. Praktis, pohon itu kemudian mengganggu setiap orang yang lewat.
Lantas, suatu ketika Walikota di kota itu mendatangi Haidar. Walikota meminta agar Haidar segera memotong pohon itu, karena mengganggu lalu lintas. Namun, Haidar tak mengindahkan permintaan Walikota. Kontan saja, Walikota marah. Hampir setiap waktu, Walikota terus memperingatkan agar Haidar segera melenyapkan pohon berduri yang sudah menghalangi lalu-lalangnya para pengguna jalan.
Entah berapa kali, Walikota memberi peringatan keras kepada Haidar. Tetapi Haidar selalu menjawab : nanti, atau besok, lusa pohon itu akan segera dipotongnya. Selalu saja begitu Haidar menjawab kepada peringatan Walikota.
Minggu berganti bulan. Kemudian tahun berganti dan berlalu. Sementara pohon berduri kian tumbuh dan berkembang. Sementara Haidar pun tak juga segera memotong pohon berduri.
Sering waktu, tangan Haidar mulai mengecil. Kulitnya mengeriput. Matanya sudah mulai kabur. Tubuhnya kian menua. Jangankan memotong pohon, untuk membawa kapak pun tangannya tak kuasa. Haidar yang renta tak lagi mampu memotong pohon berduri yang ia tanam sendiri di tengah jalan.
                                                                      **
      Pada kisah itu, Jalaluddin Rumi memberi nasihat kepada kita. Dalam keseharian, siapapun kita, akan ada noda dan dosa yang melekat dalam setiap diri. Baik sengaja atau tidak, mungkin diantara kita juga melakukan kesalahan yang kian bertumpuk.
Namun ketika kita sering melakukan kesalahan dan dosa, lalu suatu ketika saat ada orang yang mengajak pada kebaikan, mengajak kita segera bertaubat, seringkali kita menjawab : nanti, besok, lusa atau minggu depan. Persis seperti jawaban Haidar yang tak menghiraukan peringatan Walikota untuk segera memotong pohon berduri di tengah jalan.
Sebagian kita seolah-olah masih punya waktu panjang, sehingga selalu ada alasan untuk tidak segera bertaubat, atau selalu ada dalih untuk menunda kebaikan, sementara orang-orang di sekitar kita sudah sering mengajak kembali kepada kebaikan.