Di balik klaim pemerintah tentang komitmen terhadap kebebasan pers, kenyataan yang dihadapi oleh media massa di Indonesia menunjukkan sebaliknya.Â
Serangan digital, intimidasi fisik, dan upaya delegitimasi terhadap media independen semakin marak, menciptakan atmosfer yang membungkam suara kritis di era demokrasi yang seharusnya terbuka.Â
Serangan Digital: Ancaman Nyata bagi Media Massa
Serangan Distributed Denial of Service (DDoS) terhadap situs media massa di Indonesia bukanlah kejadian terisolasi. Menurut laporan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sepanjang tahun 2023 tercatat 89 kasus serangan terhadap jurnalis dan media, jumlah tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Serangan ini tidak hanya mengganggu operasional media, tetapi juga menimbulkan efek psikologis yang menekan kebebasan berekspresi.Â
Intimidasi Fisik: Ancaman terhadap Keselamatan Jurnalis
Selain serangan digital, intimidasi fisik terhadap jurnalis juga semakin meningkat. Kasus pengiriman kepala babi dan bangkai tikus kepada jurnalis Tempo, seperti yang dialami oleh Francisca Christy Rosana, menggambarkan betapa rentannya keselamatan jurnalis yang kritis terhadap pemerintah. Â
Ancaman semacam ini tidak hanya menakut-nakuti individu, tetapi juga menciptakan suasana ketakutan yang menghambat kebebasan pers secara keseluruhan.Â
Delegitimasi Media: Mengikis Kepercayaan Publik
Upaya delegitimasi terhadap media independen juga semakin marak. Dalam laporan V-Dem, disebutkan bahwa demokratisasi yang dimulai sejak turunnya Suharto mengarah pada kemunduran, dengan meningkatnya polarisasi masyarakat dan bangkitnya populisme sejak 2014. Â