JAKARTA - Rencana pengesahan RUU Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menuai penolakan keras dari Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA PMII). Selama dua hari, Senin dan Selasa, 12--13 Mei 2025, PB IKA PMII menggelar Seminar Nasional dan Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Luminor, Jakarta Pusat.
Dalam forum bertajuk "Meneguhkan Posisi Pesantren di Tengah Sentralisasi Pendidikan dalam RUU Sisdiknas", para tokoh pendidikan, akademisi, dan alumni PMII menyuarakan satu tuntutan: pesantren harus diakui sebagai bagian utuh dan sah dari sistem pendidikan nasional.
Pesantren Bukan Pelengkap, Tapi Fondasi Bangsa
Ketua Pelaksana seminar, Prof Ahmad Tholaby, menyatakan bahwa pesantren bukan sekadar lembaga pinggiran.Â
Ia menilai pesantren telah menjadi pusat pembentukan karakter dan nilai keislaman yang membentuk akar budaya bangsa.
"Pesantren bukan pelengkap. Ia adalah jantung pendidikan karakter. Jangan sampai sistem pendidikan mencabut akar keindonesiaan kita," tegasnya dalam pidato pembukaan.
PB IKA PMII menilai RUU Sisdiknas terlalu memusatkan kontrol pada pemerintah pusat. Mereka khawatir kebijakan ini justru meminggirkan lembaga pendidikan berbasis komunitas seperti pesantren.
"Kalau mau bicara pendidikan nasional, maka harus bicara pesantren. Tanpa itu, pendidikan kita kehilangan ruh," tambah Tholaby.
Pertanyakan Anggaran dan Ketimpangan
Ketua Majelis Dewan Pakar PB IKA PMII, Dr Andi Jamaro Dulung, turut menyuarakan kritik. Ia mempertanyakan apakah alokasi 20 persen anggaran pendidikan dari APBN benar-benar menyentuh kebutuhan pesantren.