Mohon tunggu...
Sypu
Sypu Mohon Tunggu... Buruh - Kuli proyek, paling gak suka pakai seragam

Seorang warga biasa yang masih yakin memiliki bakat sebagai penyanyi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pekerja Lepas

22 Agustus 2019   10:57 Diperbarui: 22 Agustus 2019   11:05 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Satu

Pagi datang bersama kicauan burung kutilang bersautan, dingin mencubit-cubit kulit. Langka dirasa di ibukota yang panasnya memonopoli bak kartel impor menumpuk pundi-pundi di belakang layar. Sedikit sempoyongan berjalan menyusuri trotoar, sisa alkohol sepanjang malam masih terasa pening mondar-mandir entah kapan pergi. Herman di usia produktif menghabiskan malam dengan rutinitas yang sama.

Pekerjaan freelance tak terikat waktu membuatnya tak tertekan, hidup dari rezeki orang lain bermodal intimidasi, pelangi tak kan indah jika hanya satu warna, itulah mengapa manusia tercipta berbeda. Herman preman tanah abang pulang pagi setiap hari dan mulai bekerja siang hari. Dia tipikal orang yang sangat jarang bermain tangan, hanya mengitimidasi setiap melakukan pekerjaannya. Menyusuri setiap gang pasar menggerus rezeki orang dengan dalih biaya keamanan.

Ada hal unik dari herman, dia tak pernah mencuri dan terkadang meminta uang lebih ke para pedagang di pasar, itu bukan untuk dirinya, untuk menutupi biaya sehari-hari rumah singgah anak jalanan. Di dekat pasar terdapat rumah singgah yang didirikan oleh mantan pengamen. Bang jo, orang-orang memanggilnya, asam garam kehidupan membuat hati bang jo tergerak untuk mengelola tempat tersebut. Herman sering mampir hanya untuk melepas penat dengan segelas plastik kopi hitam dan tembakau di sela jarinya.

Siang itu terasa lebih panas cuaca ibukota, ditambah polusi dari kendaraan adalah kombinasi yang amat sangat mengerikan. Sumber-sumber penyakit kronis berkumpul di siang itu, zat karsinogenik dari asap kendaraan, sengatan ultraviolet dari terik matahari menyiksa kulit tanpa pandang bulu. Ozon bumi kita sudah terkikis waktu demi waktu, pemanasan global menjadikan bumi bak oven raksasa. Rasanya lengkap elemen-elemen penghancur rumah kita, tinggal menunggu waktu sebelum bom yang kita buat meledak. 

Sangat menyengat panas dirasa siang itu, tapi tidak di rumah singgah, beberapa pohon trembesi menaungi, memberi kesejukan di gerahnya udara ibukota. Herman dan bang jo duduk-duduk di kursi panjang bercengkrama sembari menikmati kopi, masih terselip tembakau di sela jarinya, tembakau kedua yang mereka sulut.

tersebut diletakkan dua meter meter di samping bangunan rumah singgah dibawah pohon trembesi. Bangunan rumah singgah berukuran empat kali delapan dengan sepertiga berupa ruangan dengan satu pintu di samping untuk menyimpan barang-barang dan sisanya seperti teras dengan tembok melingkar setinggi empat puluh senti meter berkeramik putih. Tanah hasil hibah dari pemerintah, begitupun juga pembangunannya semua dari pemerintah, semoga tidak ada mark up di dalamnya untuk hal mulia seperti ini.

Bang jo sudah lama mengenal herman sejak masih mengamen, naik turun bus mengumpulkan receh untuk sekedar dapat bertahan hidup. 

Sekarang lahan mereka semakin sempit sejak adanya bus transjakarta, tentu sebuah kemajuan ketika transportasi publik lebih baik, tetapi disitu ada yang di korbankan. Ketika anda menjadi pejabat, akan memprioritaskan 8 dari 10 orang, hal lumrah dalam membuat kebijakan kota.

 "Lalu bagaimana nasib 2 orang yang di korbankan?"sebuah PR pemerintah untuk diselesaikan, entah kapan. Mereka, pengamen terpaksa menyerah pada keadaan, tidak semua pengamen memaksa dan memeras. Ada yang melakukan pekerjaan mereka secara baik-baik, mereka berfikir, sedikit tetapi berkah lebih baik dari banyak tetapi hasil mencuri. Sudah 5 tahun sejak bang jo berhenti mengamen dan mengurusi rumah singgah dengan segala kesibukannya. 

Setahun setelah rumah singgah berdiri ada donatur yang menghibahkan sebuah mobil ambulan, warga sekitar sangat terbantu dengan adanya mobil tersebut. Untuk warga yang tidak cukup uang sangat terbantu karena bang jo tidak pernah memasang tarif untuk mengantar, terkadang bayaran hanya cukup untuk biaya transportasi pulang pergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun