Mohon tunggu...
T. Fany R.
T. Fany R. Mohon Tunggu... Pecinta kopi, penjelajah kata, dan hobi lari

Kopi bukan hanya minuman—ia adalah teman refleksi. Buku bukan sekadar bacaan—ia adalah jendela dunia. Dan lari bukan hanya olahraga—ia adalah ruang dialog dengan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Diam ala Stoicisme

5 Juni 2025   18:45 Diperbarui: 5 Juni 2025   18:45 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat Diam ala Stoicisme (https://www.canva.com/design/)

Kekuatan dalam Keheningan
 
Dalam filsafat Stoicisme, diam atau keheningan adalah salah satu prinsip penting yang membantu individu mencapai ketenangan batin dan kebijaksanaan.

Para Stoik, seperti Marcus Aurelius, Seneca, dan Epictetus, percaya bahwa kontrol atas pikiran dan emosi, serta kemampuan untuk menahan diri dari berbicara atau bertindak sembarangan, merupakan kunci untuk menjalani hidup yang bermakna dan bahagia.

Stoicisme mengajarkan kita bahwa diam bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan yang mendalam. Dalam keheningan, kita belajar untuk mengendalikan respons emosional, merenung dengan lebih jernih, dan memahami dunia secara lebih objektif.

Mari kita selami bagaimana filsafat Stoicisme mengartikan kekuatan dalam diam, dan bagaimana ini dapat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian, sering kali kita merasa terdorong untuk merespons secara emosional terhadap situasi atau perkataan orang lain. Filsafat Stoicisme mengajarkan bahwa emosi yang berlebihan adalah musuh ketenangan batin. Salah satu cara terbaik untuk menjaga ketenangan ini adalah dengan memilih untuk diam.

Marcus Aurelius, seorang kaisar Romawi dan filsuf Stoik, menyarankan untuk tidak bereaksi secara impulsif terhadap peristiwa-peristiwa di luar kendali kita. Ketika kita memilih untuk diam dalam menghadapi situasi yang memancing emosi, kita mengambil kendali atas pikiran kita sendiri dan menghindari reaksi yang bisa memperburuk keadaan. 

Diam memungkinkan kita untuk berpikir lebih jernih dan rasional sebelum bertindak.

Para Stoik sangat menghargai pentingnya refleksi diri. Bagi mereka, keheningan bukan sekadar tidak berbicara, tetapi waktu yang dihabiskan untuk mengenali pikiran dan tindakan kita. Epictetus, seorang filsuf Stoik terkenal, menyatakan bahwa kita harus senantiasa bertanya pada diri sendiri apakah tindakan kita selaras dengan kebijaksanaan dan kebaikan.

Keheningan memberi ruang bagi pikiran kita untuk merenung tanpa gangguan dari luar. Dalam diam, kita memiliki waktu untuk mempertimbangkan makna dari tindakan dan keputusan kita, serta apakah kita sudah menjalani hidup dengan kebijaksanaan dan integritas. Keheningan adalah cara untuk menjaga diri dari terjebak dalam tindakan impulsif dan membuat keputusan yang lebih baik dan bijaksana.

Salah satu ajaran inti Stoicisme adalah mengendalikan apa yang ada dalam kendali kita dan mengabaikan hal-hal di luar kendali. Banyak situasi dalam hidup yang memancing respons emosional, tetapi tidak semuanya layak mendapatkan perhatian atau energi kita. Keheningan adalah bentuk penerimaan atas kenyataan bahwa tidak semua hal memerlukan respons.

Dalam dunia modern yang dipenuhi dengan distraksi, seperti media sosial dan percakapan tanpa makna, belajar untuk diam dan mengabaikan hal-hal yang tidak penting adalah keterampilan yang sangat berharga. Dengan memilih untuk tidak terlibat dalam percakapan atau situasi yang tidak relevan, kita dapat mengarahkan energi kita pada hal-hal yang benar-benar penting dan bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun