Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Momentum Kelahiran Mujtahid-Mujtahid Keindahan

27 April 2021   17:08 Diperbarui: 27 April 2021   17:11 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Perjalanan malam ini (23/4) menuntunku untuk belajar di salah satu ruang terfavorit ruang pendidikan di Yogyakarta. Tempat ini bukan ruang pendidikan formal seperti pada umumnya. Tempat ini adalah sebuah rumah budaya di salah satu gang Kadipiro yang sering disebut sebagai Rumah Maiyah. Selalu ada kerinduan untuk mengupayakan diri untuk terus dapat menikmati suasana belajar di Rumah Maiyah, meski harus menempuh puluhan kilometer untuk sampai ke tempat ini.

Saya sendir bukanlah tipikal orang yang suka mengajak orang lain untuk belajar mengikuti ritme atau alur yang saya biasa terapkan. Saya selalu berusaha dan berjuang untuk terus mencari mutiara ilmu di kedalaman samudera. Hanya saja orang terlalu malas mengetahui sebuah alasan "mengapa", sekalipun harus sendiri di sepanjang perjalanan mencari ilmu ataupun sekalipun harus siap dipandang egois karena tidak bisa menjaga rasa keinginan-keinginan yang lain. Dan, aku hanya akan menjadi diriku.

Di injury time sebelum keberangkatan, tiba-tiba salah seorang karib menghubungi akan berangkat ke Yogya atau tidak. "7.15 maksimal gas ke Jogja." saya membalas melalui sebuah pesan singkat. "Oke, tunggu." jawabnya. Akhirnya, salah satu resiko dari kebersamaan adalah belajar bertoleransi. Karena ketika waktu sudah menunjukkan pukul 7.15 pintu rumah sudah terkunci dan belum ada tanda-tanda kedatangan. "Baik, saya harus memesrai waktu menunggu (lagi)." pikirku sambil membuat lintingan tembakau di teras rumah.

Saya tidak akan berkata benar atau salah terhadap keadaan, karena benar tidak selalu bisa konsisten, begitupun salah yang selalu dicari hikmahnya. Yang pasti, kami berdua mendapati tujuan bersama dan pulang sembari membawa oleh-oleh pengetahuan baru dan keselamatan. Tidak ada satu etape perjalanan pun yang tidak mengandung makna untuk menambah nikmat kebaikan. Untuk lebih merasakan syukur.

Menghikmahi Film "Terimakasih Emak Terimakasih Abah" 

Lantas pengetahuan apa yang didapatkan? Malam itu acara sinau bareng diadakan bekerjasama dengan Honda. Di awal acara tentu saja kita banyak diberikan sejarah tentang Honda, terutama tokoh utama dibaliknya, yakni Soichiro Honda. Dan di malam hari itu pun, kita diajak oleh Mbah Nun untuk memetik kebahagiaan dan kegembiraan, utamanya melalui Soichiro Honda.

Hadir pula pada malam hari itu, Pak Otok, putra keempat dari tujuh bersaudara yang mana merupakan putra dari seniman terkemuka tidak hanya di Inonesia, namun dunia, yakni Bagong Kussudiardja. Pak Otok ini juga merupakan kakak kandung dari seniman tenar lainnya, yaitu Butet Kertaradjasa dan Djaduk Ferianto. Pak Otok sendiri lebih dikenal sebagai seorang maestro karawitan, yang tentu saja persembahannya sangat dinanti pada acara malam itu.

Lalu, Bu Novia juga ikut membersamai kemesraan suasana kekeluargaan yang pasti sudah sangat dirindukan. Bu Novia banyak menceritakan tentang latar belakang dan proses pembuatan film yang dibintangi oleh beliau, yakni "Terimakasih Emak Terimakasih Abah" atau TETA. Film ini merupakan kelanjutan dari serial "Keluarga Cemara" yang sangat terkenal di medio tahun 90-an.

Bu Novia juga menyampaikan syukur, utamanya Abah masih sempat bermain sebelum belum lama ini telah berpulang. Jadwal premiere film yang awalnya dijadwalkan pada tahun lalu, akhirnya mesti diundur hingga esok tepat pada hari raya lebaran (13 Mei). Selain karena kedatangan tamu Corona, Bu Novia menghikmahi semoga esok merupakan waktu yang lebih tepat.

Tawaran untuk membintangi serial drama juga sedikit diceritakan oleh Bu Novia. Namun, budaya kerja film di era milenial yang dianggap Bu Novia cukup unik, misalnya belum ada skenario sudah langsung diajak syuting, membuat Bu Novia lantas menolak tawaran tersebut. Dan Bu Novia menegaskan, bahwa pengalaman tersebut tidak berarti sebuah klaim mana yang baik atau buruk, yang berbudaya atau tidak berbudaya. Semua pasti memiliki kebaikan dan kelemahan di wilayahnya masing-masing.

Terkait pesan utama dalam film TETA tentang setiap keluarga pasti ada masalah, namun hanya di keluargalah yang menjadi tujuan untuk kembali pulang. Mbah Nun sedikit memberikan respons atas apa yang telah disampaikan oleh istrinya tersebut, bahwa keluarga itu ada keluarga besar, keluarga kecil, dan keluarga semesta. Dari semua wilayah tersebut pasti terdapat ongkos atas keutuhan sebuah keluarga. Bahkan, semua manusia sebenarnya merupakan satu keluarga, tapi kebiasaan kita menciptakan aktivitas-aktivitas baru, justru berpotensi meretakkan keutuhan yang telah dibangun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun