Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Permainan Usang

1 Juni 2020   23:12 Diperbarui: 2 Juni 2020   18:18 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak selamanya mendung akan menjadi sebuah halangan akan keinginan yang setengah-setengah. Keraguan mucul sebagai penyebab akan kekhawatiran akan turunnya sebuah hujan yang menjadi penasbihan tersendiri. Namun, terkadang kekhawatiran akan mendung itu juga sesekali membawa keberkahan tersendiri kepada mereka yang rela. Rintikan, gemuruh, atau angan yang saling bersautan menitikan beribu makna yang tersirat.

Apalagi sedikit senyuman yang mampu meracuni segala kebaikan. Peran antagonis rela diambil selama ia mampu memberikan penawaran asalkan tidak memutus kenikmatan yang telah tercurah.  

Bait-bait doa yang melanglang seolah telah menjadi ajibah yang mujur tatkala semesta memberi nuansa yang menggembirakan. Namun, itu semua masih semu selama manusia merasa hidup.

Tidak selamanya peran protagonis dapat diambil layaknya sebuah superhero dalam film-film action. Sebaliknya, tak selamanya antagonis pun selalu memberi kejahatan. 

Keputusan pembagian peran ada di tangan sutradara, sementara kita hanyalah aktor dan artis dimana para penonton adalah lingkungan di sekitar kita. 

Semua tak akan bisa lepas dari sangkaan-sangkaan selama film itu diputar. Protagonis ataupun antagonis tak bisa lepas dari ikatan proses yang berjalan, meski intimidasi dari penonton tak pernah berhenti.

Pada akhirnya, ketepatan atau ketidaktepatan hanyalah asumsi yang menunggu bukti. Kebaikan ataupun keburukan hanyalah pengetahuan data sementara sembari menanti kata, sementara pemegang kendali utama adalah Sang Sutradara. Hujan tak akan pernah tercipta tanpa skenario awan. 

Awan pun tak akan pernah terbentuk atas skenario bulir-bulir air yang menguap ke angkasa. Akan tetapi, manusia selalu dalam kondisi memabukkan. Mereka terbuai kepada kenyamanan yang telah ditapaki, hingga lebih sibuk mempertahankan standar kenyamanannya daripada sibuk untuk menyiapkan segala kemungkinan keadaan.

Kenyamanan tidak harus berupa harga diri, keamanan tidak lantas berupa banyaknya materi. Andai saja terdapat ukuran nilai yang dipaparkan langsung di atas kepala manusia yang menentukan nilai akan dirinya. Mungkin saja, banyak manusia yang salah menilai apa yang selama ini terlihat nyaman ternyata minus, sementara yang nampak kekurangan sandang, pangan, papannya ternyata surplus.

Semua itu hanyalah permainan yang telah usang di mata wadag manusia, yang celakanya terlanjur dikata normal bagi mayoritas manusia dengan standar nilai yang terbolak-balik. Beruntunglah mereka yang mampu membaca sekaligus menahan diri untuk tidak merasa bertanggung jawab atas setiap keadaan yang terjadi.

Permainan usang itu sama seperti pasangan antara cinta dan pengorbanan. Cinta bisa tumbuh tanpa pengorbanan, sedang pengorbanan tak bisa tumbuh tanpa cinta. Sesekali cinta pernah berkata kepada pengorbanan, "bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?" (18:75)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun