Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semua Berijtihad Demi Cinta

19 Maret 2020   16:37 Diperbarui: 31 Maret 2020   15:39 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini, ratusan manusia setengah baya itu melakukan rutinan kebiasaan  mereka. Berdiri di atas mobil-mobil pickup yang mengantarkan mereka menuju ke suatu tempat diadakannya sebuah pengajian. Dengan cukup yakinnya mereka melintasi jalanan tanpa ada tanda-tanda ketakutan terhadap wabah yang sedang viral.

Mungkin saja mereka mengetahui informasi penyuluhan untuk sebisa mungkin tinggal dirumah selama 14 hari. Namun, mereka tetap saja bergerak menuju suatu tempat. Atau bisa saja mereka tergerak akan suatu tarikan yang mendorongnya melaju berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Lalu, apa motif perpindahan itu meskipun mengetahui ada kemungkinan potensi terjangkit oleh virus-virus selama dalam perjalanan?

Di sisi lain, ada juga sekelompok aliansi berbasis agama yang keluar rumah untuk melakukan demonstrasi karena salah satu anggotanya diciduk oleh aparat keamanan atas adanya indikasi aksi provokasi pergerakan yang mengganggu keamanan publik.

Dengan suara khas bisingnya suara kendaraan konvoi, para pemuda gagah itu memberanikan diri melakukan aksi pembelaan meski ada penyuluhan untuk tetap tinggal dirumah.

Tentu mereka mengetahui, karena mayoritas umumnya mereka menggunakan teknologi canggih untuk saling berkomunikasi. Tak mungkin mereka tidak mengatahui informasi tentang wabah terlebih mereka para pengguna aktif HP android. Berbeda dengan ratusan manusia setengah baya dari pelosok-pelosok desa yang mungkin hanya sedikit yang memiliki teknologi canggih seperti itu.

Mereka sama-sama berjalan keluar rumah dengan membawa esensi ataupun entitas keagamaan. Pertanyaannya, apakah mereka sudah menyadari bahkan mengimani peran Tuhan di dalam segala lakunya? Seolah, mereka benar-benar serius memaknai niat "hidup dan matiku hanya untuk beribadah kepada Tuhan". Hingga ketakutan pun hilang, bahkan menimbulkan ketakutan yang lain bahwasanya sikap tawakkal yang diambil akan menumbuhkan kesombongan secara tidak sadar.

Ya, sebagaimana disetiap harap menyimpan takut. Disetiap sikap tawakkal pun mengandung takabbur. Manusia seolah dibuat berfikir berlipat-lipat untuk mengenali dirinya sendiri. Perjalan untuk mencari kekayaan materi tidak sebanding dengan mencari kekayaan yang sejati di dalam diri. Ruh menjadi memalukan apabila bersatu dengan tubuh, sedang tubuh menjadi memuliakan apabila bersatu dengan ruh.

Mayoritas manusia jika menanggapi sebuah masalah memberikan respon jarang dengan kata alhamdulillah. Memang, terkesan konyol dan terkesan tidak berfaedah sama sekali. Namun, disitulah letak rahmat atas kesempatan untuk menjadi mulia. Karena nikmat dan hikmat justru lebih banyak terkandung ketika masalah itu datang.

Jika berbicara mengenai akal, setiap manusia bebas melakukan ijtihadnya masing-masing dalam menanggapi suatu masalah apapun. Perbedaan pendapat sudah pasti terjadi, bukan untuk menjatuhkan, melainkan untuk lebih menemukan presisi cara pandang yang lebih tepat dalam setiap paparan perbedaan yang ada.

Layaknya mendidik seorang anak, setiap pemaknaan merupakan sebuah ijtihad untuk memberikan saran demi mendapatkan solusi terbaik. Namun, hal ini sulit tercapai karena ilmu terkadang memiliki posisi yang lebih tinggi dari adab. Jadi rasa saling menghormati masih sangat kurang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun