Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merasa Cemas akan Sesuatu?

16 Januari 2020   15:21 Diperbarui: 16 Januari 2020   16:20 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita hanya terjebak dalam dialektika rasa. Pikiran serasa menumbuhkan angan-angan kekhawatiran tentang sesuatu yang berjarak dengan diri kita. Dan sangat memungkinkan kekhawatiran tersebut menjadi momok yang seolah nggondeli kemanapun kita melangkah. Seolah-olah dayamu telah habis karena memikirkan sesuatu yang baru tumbuh sekedar menjadi prasangka. Terlebih, apabila kita tidak sadar pondasi yang kita bangun. Pondasi seperti apa ini? Pendidikan?

Sebagai manusia, kita bisa melatih akal dan pikiran kita menjadi lebih pintar. Atau dengan kata lain mengetahui sesuatu yang belum diketahui. Bahkan, dengan rasa mnegetahui tersebut, seseorang pada akhirnya mampu memberikan standar harga kepada dirinya sendiri. Terlebih atas legalitas label dari ruang pendidikan formalitas yang memberikannya pengetahuan.

Akan tetapi, tidak semua mampu diasah hanya mengandalkan kemampuan pengetahuan. Kita pasti sudah sering mendengar "pengalaman adalah guru yang paling berharga." Kenapa bukan universitas adalah guru yang paling berharga?". Mungkin beda naratif, motif atau implikatifnya yang pada akhirnya ada batas untuk tidak mengaitkan dua lajur pendidikan tersebut.

Beda lagi kalau kita berada di lingkungan pesantren. "Guru atau Kyai adalah yang maha benar", dengan kemasan adab-adab yang hanya berdasar trah atau keturunan yang justru menjebak kepada sistem kasta secara tidak langsung. Benar ataupun tidak saya pribadi cenderung memilih bersikap 'bodo amat', karena politik pun ternyata juga dipakai dalam lingkungan yang 'katanya' menjunjung tinggi akhlak. Yang pasti jangan sampai kehilangan cinta untuk tetap mencinta siapapun.

JIka itu dari pengalaman mengenyam proses pendidikan. Adakah sedikit kita mencermati perbedaan ataupun kesamaan antara ilmu dan pengetahuan? Yang erat kaitannya dengan intelektualitas seseorang yang diperuntukkan terutama untuk mengembangkan teknologi dalam mengatasi tantangan zaman. 

Tapi apakah benar seperti itu? Menjawab tantangan zaman atau mencari keuntungan dari rasa manuasia yang mudah gumunan? Dari perkembangan teknologi yang semakin maju, lebih banyak mengandung manfaatnya atau sebaliknya?

Tentu hal ini sangat debatable, dan biarlah mereka yang mencari untung rugi yang memperdebatkan. Banyak orang-orang yang terpinggirkan hanya dengan bekal 'ilmu macul' pun sudah sanggup bahagia meski semakin dibatasi ruangnya oleh sebagian dari para sarjana ataupun insinyur ber-'pengetahuan modern' demi menghadapi tantangan zaman.

Seperti halnya di saat 'mungkin' suatu saat kita akan merajut sebuah hubungan. Manakah yang akan dijadikan bekal antara ilmu atau pengetahuan? Dengan menggunakan pengetahuan, pada akhirnya kita hanya akan mengerjakan sesuatu yang bersifat antisipatif terhadap kemungkinan terburuk. Akan tetapi dengan menggunakan ilmu, kita memiliki kesiapan untuk menerima segala keadaan yang mungkin terjadi.

Contohnya, dengan menggunakan pengetahuan, seseorang akan menyatakan cinta dengan janji-janji akan sebuah kebahagian. Tentu dengan metode penyampaian yang berbeda-beda sesuai pengalaman dan latar belakangnyanya. 

Sedangkan dengan menggunakan ilmu, sudah pasti kebahagiaan akan selalu diupayakan setiap harinya. Tidak mungkin kebahagiaan tidak diupayakan, kecuali ada kesalahan niat. Dan dengan bekal ilmu pula, kita akan sedikit bijaksana karena telah terlatih dengan jarak pandang, terminologi ruang, maupun rentang waktu yang harus dilalui. 

Dengan ilmu, salah satu dari kita hanya akan menjanjikan rasa sakit yang suatu saat pasti akan saling memberikan ujiannya. Dan hanya dari ujian yang datang itulah, akhirnya dari sebuah ikatan menghasilkan pembelajaran maupun hikmah, dan saling mendewasakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun