Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mendangkalkan Diri di Hadapan Kebenaran!

5 Agustus 2019   16:19 Diperbarui: 5 Agustus 2019   16:22 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kenapa kamu hanya diam saja?" tegas Gus Welly.

"Iya, kamu udah dikasih kesempatan tapi tak kau gunakan kesempatan itu dengan baik."tambah Pak Ahmad selaku tuan rumah acara pada malam hari itu.

"Pertanyaan yang tepat adalah kenapa tidak ada yang bertanya kepadaku? Itu berarti kan semua sudah mengerti dan sudah paham tentang materi yang telah dipelajari." Terang Bewol. "Terlebih, apa yang saya lihat adalah semua saling menyampaikan argumen tentang apa yang dianggapnya benar. tidak ada waktu untuk menanggapi argumen tersebut atau kesempatan untuk menambahi apa yang telah dijelaskan. Hanya ada pertanyaan. Lantas, apakah ada alasan untuk aku mesti berbicara?" Tambahnya.

Memang sangat sulit untuk memancing Bewol untuk berbicara meskipun telah dipaksa untuk tampil di depan panggung. Panggung baginya tidak harus tampil di depan khalayak ramai. Setiap manusia memiliki panggungnya masing-masing dalam satu dimensi ruang dan waktu yang terbingkai dalam suatu kondisi keadaan tertentu. Kita mesti menyadari, sedang pada posisi manakah peran yang sedang kita mainkan. Ketika kamu mengetahui hal tersebut, buatlah panggungmu sendiri dan tampillah sebaik-baiknya dalam peran yang telah diberikan.

Kita tidak bisa memilih peran untuk selalu menjadi tokoh protagonis yang menjadi seluruh perhatian penonton. Terkadang kita menjadi tokoh pemeran pengganti, jadi 'perias' tokoh utama, jadi penata lampu yang menjadikan penggambaran suasana menjadi jelas, bahkan kita mesti siap untuk menjadi seorang antagonis. Kenapa? Agar cerita dan pesan yang tersyirat lebih mudah untuk disampaikan oleh si Sutradara kehidupan. Karena tidak mungkin ia menyampaikan langsung kepada kita disaat kita sudah dibekali dengan hati dan akal untuk selalu berproses memaknai segala sesuatu.

Pada satu malam itu, karena ketidakenakannya kepada Pak Ahmad yang memintanya untuk menjadi seorang narasumber pada suatu acara hajatan di desa, meskipun Bewol sendiri sudah menolaknya dengan halus.

"Saya didepan mesti menahan diri, terutama ketika saya mendengar ada yang menganggap dangkal pemikiran orang lain. Saya mesti bertarung melawan diri sendiri untuk tidak melawan kebenaran versinya melawan kebenaran versiku. Saya tidak mau kebenaran versiku akhirnya hanya akan menjadi sebuah tunggangan nafsuku untuk menaklukan kebenaran yang lain. Terlebih jika nanti jika ternyata kebenaran versiku mendapat persetujuan lebih banyak, saya juga tidak mau dia malu. Sudah baik, dia sudah berani untuk menyampaikan sesuatu dan jangan bikin dia kapok untuk menyampaikan sesuatu."

"Lhaaah, kamu untuk berbicara saja mesti memikirkan segitu banyak kemungkinan, Wol! Ngapain juga kamu mesti menahan diri jika apa yang kamu sampaikan pada akhirnya memiliki nilai kebenaran yang lebih tinggi? Kebiasaan." tegas Gus Welly.

"Begini, untuk menganggap sesuatu itu dangkal ada beberapa kemungkinan atau premi agar mendapati suatu makna yang lebih presisi. Pertama, ketika menjadi objek, makna dangkal itu kita dapati ketika kita mengetahui sesuatu yang penuh atau luber. Tanpa ada luber, kita tidak dapat mengetahui apa itu dangkal. Kalau di sini tingkat pemikiran, kita tidak mengetahui mana yang pintar, tanpa mengenal sisi yang bodoh. 

Tapi jangan menepis premi kedua ketika dangkal itu sendiri memposisikan dirinya sebagai subjek. Dangkal itu terjadi karena keadaan yang terjadi memang diluar kuasanya, dangkal karena dia memang sengaja mendangkalkan dirinya dihadapan orang lain, atau dia dangkal karena memang dia malas untuk berfikir? Namun di premi kedua ini, semua memiliki posisi kebenaran yang yang sama di wilayahnya masing-masing. Karena bisa jadi suatu saat kebenaran yang kamu sekarang berubah menjadi kesalahan di masa yang akan datang."

"Mendangkalkan diri?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun