Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Antara 'yang Baik-baik Saja' dan 'yang Tidak Baik-baik Saja'

23 Mei 2019   15:46 Diperbarui: 23 Mei 2019   16:04 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apapun yang akan terjadi di Jakarta, kita tidak usah terlalu memikirkannya. Ora usah melu-melu, sing kerjo tetep kerjo. Arepo ning kono opo-opo, sing penting dewe ning kene tetep rukun."

Pesan tersebut bagi orang awwam seperti saya sudah sangat jelas untuk setidaknya tidak berusaha kepo dengan apa yang terjadi disana. Tapi pada zaman era digital seperti sekarang ini rasanya sangat susah untuk tidak sengaja mendapatkan informasi yang kemudian secara naluri menjadikan kita untuk sedikit ngalamunke. Ndomblong!

Tak beda jauh dengan lingkungan. Semua sibuk membicarakan kejadian yang terjadi di Jakarta. Apakah yang kalian anggap pemimpin itu sejatinya memang seorang pemimpin? Yang menggerakkan massa dengan gaya lembar batu sembunyi tangan. Bukankah lebih menarik untuk menunggu kejantanan salah satu jalan untuk mendamaikan langsung aksi rusuh di lapangan? Tidak hanya sekedar kenferensi pers. 

Saya jamin masalah akan segera terselesaikan, bagi Prabowo setidaknya ikut menemani langsung aksi tersebut dan bagi Jokowi sendiri tentu kalau berani langsung meredakan kerusuhan tersebut, mungkin aksi heroiknya akan membawa impact yang sangat besar karena jika Jokowi turun langsung ke jalan taruhannya adalah nyawanya sendiri. Tapi ya, itu sekedar angan-anganku tentang sejatinya sikap seorang pemimpin.

Anggap saja anganku tersebut menjadi solusi mudah yang sangat tidak mungkin terealisasi. Yang kedua, dengan kesuwungan dan ketidaktahuan serta ketidakmengertian sama sekali tentang dunia perpolitikan. Mungkin pengambilan sikap bisa dibuat dengan tidak mengutamakan identitas dan mencari apa yang sama di antara golongan-golongan yang berkonflik. Bukankah mereka sama-sama manusia? Bukankah mereka hampir seluruhnya bisa dikatakan sebagai orang islam? Berarti bukankah kalau kita manusia sesama muslim seharusnya adalah saudara? Jadi kalau saudara, memang sudah sewajarnya jika sering tidak akur. 

Kemungkinan jika kita bisa melepas identitas atau dengan kata lain lebih mengutamakan islam kita daripada mengutamakan kepentingan pasti akan kelihatan siapa yang selama ini munafik. Siapa yang memprovokasi para saudara-saudaraku yang polos tapi memiliki keteguhan iman yang tinggi. Siapa yang selalu mengabarkan berita palsu (hoax) kepada saudara-saudaraku dengan kepolosannya masih banyak yang awam mengenai teknologi informasi. Apa salah saudara-saudaraku sehingga kau sulut amarah mereka hanya demi menunaikan keinginan para elite politik?

Tak peduli 01  ataupun 02 seharusnya setuju mencari siapa 'Si Provokator Kerusuhan' dan 'Si Tukang Penyebar Fitnah (hoax)'. Kalau berani meski ada kesepakatan seperti ini. Tapi kan tidak mungkin! Karena ini merupakan skenario panjang yang mungkin sudah dicanangkan setelah pencoblosan. Jika ada kata-kata ummat Islam Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Atau Ummat Islam Indonesia sedang Didholimi oleh Rezim Penguasa Antek PKI, dsb. Tunggu! Saya mungkin tidak berani mengatakan saya seorang muslim, tapi saya sadar sebagai bagian dari yang percaya dengan Islam melihat ummat islam lebih banyak yang baik-baik saja. Mereka yang melontarkan kata-kata telah dicurangi seperti seseorang yang seharusnya tidak usah melangkah sejauh ini jika akhirnya mengadu kepada rakyat bahwa dirinya telah dicurangi. Kedewasaan berfikir seperti apa coba? Andai mereka terpilih sebagai wakil rakyat, lantas dalam suatu misi mengemban amanat rakyat mereka kalah dan akhirnya mengadu kepada rakyat dengan alasan apa lagi? Dicurangi, didholimi, salah masuk kandang antek-antek PKI?

Dan yang terakhir solusi yang ketiga sangatlah sederhana. Hanya mencoba memahami kehendak Tuhan. Siapa yang bisa menghentikan kehendak Tuhan? Kerusuhan sudah terjadi. Nyawa sudah terlanjur melayang. Benci, amarah, dan dendam sudah merasuki relung hati para pejuang. Semua sudah terjadi dan itu kehendak Tuhan. Jika kerusuhan itu terjadi, mungkin Tuhan sedang berkehendak untuk kembali mengingat nikmat kedamaian. Andai kata beberapa nyawa telah menjadi korban, mungkin Tuhan berkehendak agar kita bisa lebih menghargai sebuah kehidupan. Segala penyakit hati yang menguak ke dalam tubuh mereka, mungkin memang kehendak Tuhan agar bisa menjadi cerminan para hamba yang lain untuk lebih menjadi ahsanu taqwim. Karena sebuah kehancuran akibat kerusuhan itu pula yang pada akhirnya menjadi pelajaran bagi kita bagaimana nikmatnya sebuah kelahiran, bukan?

"Innahum yakiiduna kaydan" -- Sungguh, mereka (orang kafir) merencanakan tipu daya yang jahat.

Kita mesti belajar menjadi penengah untuk mencoba mengambil keputusan dengan pertimbangan semua dapat terpuaskan meski rasa sakit itu mesti menjadi resiko yang harus dihadapi masing-masing pihak. Dan mengapa kita mesti takut untuk merasakan sakit, jika sakit itu sendiri merupakan salah satu jalan menuju kemuliaan? Antara islam yang baik-baik saja dan islam yang sedang merasa tidak baik-baik saja karena dholimi, mengapa tak lantas untuk saling bersilaturrahmi, ngopi bareng, kek? Kita mesti siap dengan segala kemungkinan yang masih sangat mungkin bisa terjadi. Jika terhadap goncangan Ya'juj Ma'juj seperti ini saja kita sudah bertengkar dan banyak yang munafik, lantas bagaimana jadinya jika mesti menghadapi ujian yang lebih tinggi? Atau memang ini sebagai latihan awal atau pemanasan lah untuk menghadapi hari akhir yang kelihatannya seperti tidak lama lagi.

Terlebih kita berada dalam posisi menjadi ruang atau wadah bagi keanekaragaman budaya maupun agama. Jangan mengorbankan mengatasnamakan mereka yang bahkan sudah hidup damai tak terpengaruh oleh semua konflik yang terjadi di pusat. Ingat, semua masih punya keluarga. Lekaslah pulang dan segeralah nikmati kehangatan dekapan keluarga. Provokator bisa beraksi karena kita mudah tergiring opini. Si Tukang Hoax pun semakin asyik mendaur ulang berita dan memutarbalikkan fakta demi kepentingan sepihakkarena kita secara tidak sadarnya telah lahap memakan informasi-informasi tersebut. Jadi, jika kalian lebih mengutamakan Islam demi keluargamu dengan fokus mencari keahlian diri kita masing-masing, pasti provokator dan tukang hoax itu akan menghilang dengan sendirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun