Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kosakata Makna di Ponpes Al-Hidayat

29 Maret 2019   11:26 Diperbarui: 29 Maret 2019   12:36 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya kira salah masuk gang ketika menuju ke arah Dusun Kedunglumpang, Salaman, tempat Ponpes Al-Hidayat berada. Tidak ada tanda-tanda akan diselenggarakannya acara sinau bareng. Perjalanan menuju Ponpes itu pun sangat sepi, sangat kental dengan suasana desanya yang masih banyak pring-pringan disertai suara orong-orong. 

Jadi sedikit mengingatkan masa-masa dulu ketika masih jadi bocah. Untuk melewati jalan dengan suasana seperti ini sendirian hanya ada 2 pilihan. Lari sekencang-kencangnya atau menunggu ada orang lain yang mau lewat jalan yang sama.

Namun, saat ini saya justru ingin berlama-lama melewati jalan ini. Menikmati kenikmatan suasana ini serasa menghilangkan kejenuhan setelah seharian beraktifitas. Seperti mengembalikan kekuatan kembali untuk segera menimba ilmu mengarungi malam. 

Setelah sampai di Ponpes AL-Hidayat, nampaknya terjawab sudah kenapa di sepanjang perjalanan tadi nampak sepi. Ternyata di area Ponpes ini sudah terlihat ramai meski saat sampai sana belum ada pukul 19.30.

Hadrohan dari para santriwati sudah mewarnai panggung sembari menghibur jamaah yang telah datang. Ponpes telah berdiri sejak 1986 ini memang khusus diperuntukkan bagi para perempuan dengan Ibu Sintho' Nabilah Asrori sebagai seorang pendirinya. Seorang wanita yang oleh Gus Mus pun disapa Kyai daripada Nyai sedikit menggambarkan kehebatan Ibu Sintho'. 

Harapan beliau sendiri untuk seluruh santriwati Ponpes ini menurut Gus Mubarok -yang saat ini diembani tugas sebagai pengasuh Ponpes Al-Hidayat- adalah perempuan mesti mampu berbakti kepada masyarakat dan bisa turut berkontribusi untuk bangsa dan negara.

Kyai Kanjeng mulai membawakan beberapa shalawat seperti 'Kuncine Lawang Suwargo' dan 'Sholli Waa Salim' sebagai pertanda acara inti telah dimulai. Dan ternyata di Magelang, khususnya daerang Salaman ini yang masih sangat kental dengan suasana NU-nya nampak begutu sangat menikmati sajian Kiai Kanjeng. 

Bapak-Ibu yang sudah sepuh sepuh pun banyak yang hadir. Begitu juga dengan balita-balita yang ikut diajak orang tuanya dengan harapan mungkin kecipratan barokahnya dari acara-acara seperti ini. Mbah Nun beserta Pak Lurah dan Gus Mubarok mnyusul menaiki panggung selang beberapa nomer sholawat Kiai Kanjeng.

Mbah Nun langsung meminta ada perwakilan salah satu santriwati untuk membacakan sedikit qira'ah Ummul-Qur'an. Lalu, dari qira'ah tersebut, Mbah Nun ingin seluruh santriwati juga belajar mengenal apa itu keindahan. Terutama keindahan otentik yang lahir dari tanah air. Mengapa? Karena Mbah Nun berpendapat bahwa bangsa ini sedikit demi sedikit telah kehilangan budayanya. 

"Dapat lagu qira'ah dari siapa?" tanya Mbah Nun kepada Mba Ana yang membawakan qira'ah. Lantunan nada dan intonasi yang dibawakan oleh Mba Ana terkesan seperti lagu-lagu yang sedang hits pada saat ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun