Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mantra Dusun Wayuhrejo

20 Maret 2019   11:42 Diperbarui: 20 Maret 2019   11:56 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jodhokemil dan Warga (Dokpri)

Untuk lebih memperdalam makna kebersamaan dan kemandirian, karena di setiap lingkup warga sebagai contoh pasti memiliki wakil yang ditunjuk untuk mewakili warganya menjadi pemimpin. Jodhokemil menguraikan kisahnya yang mungkin dimaksudkan untuk tidak salah mengartikan para wakil rakyat. 

Tentang bagaimana Jodhokemil sendiri pernah mendapatkan apresiasi untuk mendaftarkan grup musiknya ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Akan tetapi, apakah wajar jika rakyat yang di zaman ini mengalami disposisi makna sebagai bos yang sesungguhnya mesti datang mendaftarkan diri ke lembaga yang mereka gaji untuk mengelola sistem kemasyarakatan? 

Bukankah semestinya wakil dari Dinas yang datang untuk mendata dan memasukkan Jodhokemil untuk masuk ke dalam salah satu grup yang ikut menjaga kebudayaan Magelang. Sebuah pola pikir ini sengaja diutarakan Jodhokemil demi kemandirian berfikir masyarakat Wayuhrejo khususnya.

Kemandirian berfikir tersebut dimaksudkan untuk lebih memiliki sikap agar tidak pernah memikirkan komentar-komentar atau prasangka yang pasti setiap manusia akan mengalami peristiwa tersebut. Karena semua memiliki pandangan tentang kebenarannya sendiri-sendiri. Kemandirian berfikir disini berfungsi untuk tetap melakukan apa yang diyakini benar tetap dilakukan dengan sekasama tanpa terpengaruh segala tendensi-tendensi yang datang dari luar diri kita. Walaupun kita juga tetap mesti bersikap semestinya dalam menghadapi segala sesuatu. 

Dan kemandirian berfikir ini nanti akan berbuah pada output sikap kebijaksanaan dalam memaknai segala perbedaan pola berfikir manusia yang pastinya sangat beragam.

Wayuhrejo sendiri sudah mempunyai perisai terhadap keadaan tersebut yang tertuang dalam sebuah lagu yang dikarang sendiri oleh warganya.

"Apakah demi kehidupan disana, haruskah Kau korbankan hidup kami disini?"

"Apakah demi kepentingan disana, haruskah Kau korbankan kepentingan kami disini?"

Dalam dua baris lirik tersebut terselip makna yang sangat dalam untuk lebih mengasah cara berifikr yang mandiri. Dan yang diajak bernegosiasi bukan lagi sesama manusia, akan tetapi Yang Maha Pencipta. 

Mungkin lirik lagu tersebut dapat juga dijadikan sebuah mantra untuk melindungi kemandirian agar tetap istiqomah. Tidak ada salahnya para warga lebih mempelajari lagu yang dibuat sendiri oleh rekannya tersebut untuk lebih memperdalam makna demi mewujudkan persatuan dan kemandirian Dusun Wayuhrejo. Bersatu menuju kemualiaan.

Pergeseran makna negatif mesti segera diubah menjadi makna yang lebih positif. Seperti pengemis bukan lagi seorang yang meminta-minta, tapi lebih dimaknai sebagai seorang yang membuka ruang amal sebesar-besarnya bagi kita. Karena pada akhirnya semua itu hanya akan timbul pertanyaan ,"Njur nopo?" ungkap Mas Sigit. Segala perilaku jika kita cari lebih dalam tentang alasan mengapa kita melakukannya pada akhirnya akan bermuara pada lautan yang begitu luas. "Ben entuk Ridhone Gusti Allah." Pungkas Mas Sigit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun