Mohon tunggu...
Tatang Ruhiyat
Tatang Ruhiyat Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hobi membaca dan bermain game online

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nilai Filosofis Warna Wajah pada Wayang Golek

18 Desember 2022   13:07 Diperbarui: 18 Desember 2022   13:30 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wayang Golek Sunda: Sumber Pribadi. Museum  Wayang

 

Wayang berasal dari bahasa Jawa "weweyangan" yang memiliki makna bayangan. Alasan disebut wayang atau weweyangan adalah pada zaman dahulu untuk menyaksikan pertunjukan, penonton menyaksikan dibelakang layar yang biasa disebut kelir. Dalang memainkan wayang diterangi lampu sehingga memunculkan bayangan yang menempel pada kelir tersebut. 

Kelir terbuat dari kain putih yang membentang membatasi dalang dan penonton. Penonton tidak bisa menyaksikan dalang, tetapi hanya bisa melihat bayangan wayang saja, yang seolah-olah wayang yang menempel pada kelir adalah manusia yang hidup.

  Salah satu wayang yang ada di indonesia yaitu wayang golek. Wayang golek adalah jenis wayang yang terbuat dari kayu dan berasal dari Jawa Barat, hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nova Cristiani (2015) wayang golek adalah suatu seni pertunjukan yang terbuat dari bonek kayu, yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat. 

Menurut Sadono (2018:154) Wayang golek menjadi salah satu media yang digunakan oleh para Wali Songo untuk media dakwah dalam menyebarkan agama Islam. Wayang golek pertama kali dibuat oleh Sunan Kudus (2018:154). Hingga saat ini wayang golek sudah mengalami perkembangan bentuk dan warna yang lebih beragam.

Warna memiliki pengaruh terhadap emosi dan asosiasi berbagai macam pengalaman. Jadi setiap warna memiliki arti lambang dan makna yang bersifat mistik. Masing-masing warna mempunyai makna yang luas. Menurut kamus Wojowasito (Rukiah, 2015:186) menjelaskan bahwa setiap tanda itu menyatakan sesuatu atau memiliki maksud tertentu. Seperti halnya warna yang memberikan tanda atau memiliki makna didalamnya. Berikut ini adalah rincian warna yang memiliki makna:

Merah yang memiliki makna sifat agresif dan lambang dari primitif. Warna ini diasosiasikan sebagai darah, marah, keberanian, kekuatan, cinta dan agama. Di Negara barat mempercayai bahwa warna merah dilambangkan sebagai mati syahid. Putih memiliki makna sifat positif, cemerlang, riang, suci, cahaya, polos, jujur. Warna satu ini sering dikaitkan berlawanan dengan warna hitam. 

Warna hitam memiliki makna gelap, tidak tembus cahaya, tidak adanya cahaya. Sebenarnya warna hitam tidak memiliki sifat yang buruk atau negatif, justru warna yang satu ini memiliki lambang miseteri, warna alam dan menandakan sikap yang tegas, kukuh, teguh pendirian, dan kuat. Warna kuning memiliki sifat kelincahan, warna cerah, kesenangan. Warna ini adalah warna yang terang setelah warna putih.

Warna yang ada dalam wayang golek memiliki artinya sendiri seperti warna merah untuk mengiterpretasikan karakter pemarah, warna putih menginterpretasikan karakter yang baik, warna hitam menginterpretasikan dengan karakter keteguhan, dsb (Rukiah, 2015:188). Dari warna-warna tersebut, ternyata warna pada wayang memiliki nilai filosofis. 

Nilai filosofi adalah suatu kepercayaan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai standarisasi dalam hidup yang terdapat dalam pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan (dalam Damayanti, 2020). Berikut ini adalah uraian terkait filosofis warna wajah pada wayang:

Warna merah dalam wayang memiliki arti pemarah, kemurkaan, keras, kurang sabar, pemberani, panas, dan angkara. Dalam pewayangan ada beberapa tokoh yang memiliki wajah berwarna merah, salah satunya cepot. Cepot dalam cerita wayang memiliki karakter pemarah, dan keras. Secara filosofis jika dihubungkan dengan sifat manusia menginterpretasikan bahwa sifat manusia yang memiliki sifat pemarah, tamak, kemurkaan dan selalu menghalalkan segala cara agar mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri dan hal itu terlihat di masyarakat kita ada yang memiliki sifat seperti yang disebutkan tadi.

Warna putih dalam wayang yang mengandung arti baik, suci, positif. Dalam pewayangan tokoh yang memiliki wajah putih yaitu Anoman. Anoman dalam cerita wayang memiliki karakter baik yang membantu Rama merebut kembali Sinta dari Rahwana. Secara filosofis, menginterpretasikan bahwa manusia memiliki sifat baik dan memiliki energi positif. Mereka yang memiliki sifat ini, pastinya tidak akan mementingkan dirinya sendiri, senantiasa peduli terhadap sesama dan hal itu terlihat di masyarakat kita yang memiliki sifat seperti yang sudah disebutkan tadi.

Warna orange dalam wayang yang mengandung arti suka memamerkan atau riya. Dalam pewayangan tokoh yang memiliki warna kuning yaitu Anterja. Secara filosofis jika dihubungkan dengan sifat manusia, menginterpretasikan manusia yang memiliki sifat Riya dan haus akan pujian. Hal itu telihat di masyarakat kita yang memiliki sifat seperti yang sudah disebutkan tadi.

Warna hitam dalam wayang yang mengandung arti sifat kaku dan teguh pendirian. Dalam pewayangan tokoh yang memiliki warna hitam yaitu Semar. Semar memiliki watak yang patuh, teguh pendirian, dan bijaksana. Secara filosofis jika dihubungkan dengan sifat manusia menginterpretasikan manusia yang memiliki sifat yang patuh dan teguh pendirian dan bijaksana. Hal itu telihat di masyarakat kita yang memiliki sifat seperti yang sudah disebutkan tadi.

Jadi bisa disimpulkan bahwa warna wajah pada wayang di atas memiliki simbolik masing-masing. Pemahaman mengenai makna warna sangat dibutuhkan agar tercermin karakter wayang yang sesuai. Selain warna, nilai filosofis pada wayang memiliki makna yang mendalam. Seperti Cepot yang tidak sabaran, Anoman yang baik, Anterja yang memiliki sifat riya, dan Semar yang memiliki sifat bijak dan teguh pendirian.

Sumber:

Afifah, N. (2019). Makna simbolik wayang golek jawa barat. Repository.Uinjkt.Ac.Id. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/46591%0Ahttp://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46591/1/NUR AFIFAH-FUF.pdf

Damayanti, S. (2020). NILAI-NILAI FILOSOFI PADA TRADISI MIDODARENI DITINJAU DARI AQIDAH ISLAM. Universitas Raden Fatah, 24.

Jepang, S., Budaya, F. I., & Diponegoro, U. (2015). Pertunjukan Bunraku dan Wayang Golek. Japanese Literature, 1(1).

Rukiah, Y. (2015). Makna Warna Pada Wajah Wayang Golek. Jurnal Desain, 2(03), 183--194. https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Jurnal_Desain/article/view/583

Sadono, S., Nugroho, C., & Nasionalita, K. (2018). Pewarisan Seni Wayang Golek Di Jawa Barat. Jurnal Rupa, 03, 150--163.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun