Mohon tunggu...
Politik

Jejak Sang Guru Besar: Gus Dur

11 Maret 2016   16:44 Diperbarui: 11 Maret 2016   17:06 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 bulan ke-8 kalender Islam tahun1940 di Denayar, Jombang, Jawa Timur. Terdapat Kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus 1940, namun kalender yang digunakan untuk menandai harikelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Sya’ban 1359, sama dengan 7 September 1940.  Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. Addakhil berarti “Sang Penakluk”, sebuah nama yang diambilWahid Hasyim, orangtuanya, dari seorang perintis Dinasti Umayyah yang telah menancapkan tonggak kejayaan Islam di Spanyol. Kata “Addakhil” tidak cukup dikenal dan diganti nama “Wahid”, Abdurrahman Wahid, dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. Gus Dur adalah putra pertama dari 6 bersaudara. Gus Dur lahir dalam keluargayang sangat terhormat dalam komunitas muslim Jawa Timur. Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa.

Pada tahun 1944, Gus Dur pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya terpilih menjadi ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepangyang saat itu menduduki Indonesia. Setelah Deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada disana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, keluarga Gus Dur pindah ke Jakarta karena ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama pertama. Dengan demikian suasana baru telah dimasukinya. Tamu-tamu yang terdiri dari para tokoh dengan berbagai bidang profesi yang sebelumnya telahdijumpai di rumah kakeknya, terus berlanjut ketika ayahnya menjadi Menteri Agama. Hal ini memberikan pengalaman tersendiri bagi Gus Dur karena secara tidak langsung, Gus Dur mulai berkenalan dengan dunia politik.

Dalam urusan asmara Gus Dur muda dikenal sebagai pria pemalu, ia lebih memilih buku dan bola sebagai teman daripada harus pacaran. Sang paman menganjurkan agar sebaiknya segera mencari istri. Gus Dur setuju dengan pendapat sang paman. Sang paman tidak hanya menganjurkan namun juga membantu mencarikan calon. Sang paman lalu mencalonkan Gus Dur dengan Sinta Nuriyah, anak dari pedagang daging terkenal. Saat membina rumah tangga, keluarga tersebut hanya berpenghasilan dari menjual es lilin dan kacang goreng. Gus Dur adalah kutu buku sejak kecil. Karena sifatnya itu Gus Dur bisa belajar di Universitas Al-Azhar. Bahkan saat menjelang kelulusannya di SD, Gus Dur memenangkan lomba karya tulis se-wilayah kota Jakarta. Setelah lulus dari sekolah dasar, Gus Dur dikirim orangtuanya untuk belajar di pesantren, akhirnya ia minta pindah ke kota dan tinggal di rumah Haji Junaidi, seorang pimpinan local Muhammadiyah dan orang yang berpengaruh di SMEP.

Gus Dur berasal dari keluarga yang berlatar belakang Nahdlatul Ulama (NU). Kakeknya, K.H. Hasyim Asy’ari adalah pendiri organisasi yang besar ini. Gus Dur pun diminta untuk berperan aktif dalam menjalankan gerakan NU. Pada saat itu, Abdurrahman Wahid juga mendapat pengalaman politik pertamanya. Pada pemilihan umum legislatif 1982, Gus Dur berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Reformasi yang dilakukan oleh Gus Dur membuat tokoh ini menjadi sangat popular dikalangan NU. Pada musyawarah nasional tahun 1984, banyak orang yang mulai menyatakan keinginan mereka untuk menominasika Gus Dur sebagai ketua baru NU. Gus Dur menerima nominasi ini dengan syarat ia mendapatkan wewenang penuh untuk memilih para pengurus yang akan berkerja di bawahnya. Gus Dur terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada musyawarah nasional tersebut. Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur focus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekuler. Gus Dur terpilih menjadi ketua NU sebanyak tiga kali. Masa jabatan kedua Gus Dur melawan orde baru dan pada masa jabatan ketiga Gus Dur menuju kearah reformasi.

Pada Juni 1999, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ikut serta dalam arena pemuli legislatif. PKB memenangkan 12% suara dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati mengira akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli 1999, Amien Rais membentuk Poros Tengah, yaitu koalisi-koalisi partai-partai Muslim. Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.

Pada 20 Oktober 1999. MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden ke-4 dengan 373 suara, unggul di atas Megawati dengan perolehan 313 suara. Karena pendukung Megawati tidak senang karena calonnya gagal, akhirnya Gus Dur mencalonkan Megawati sebagai wakil presiden dan terpilihlah Megawati mengalahkan Hamzah Haz dari PPP. Pada masa jabatannya, Gus Dur selalu menyatakan apa yang menurutnya benar sehingga ada yang berujung dengan pro da nada yang berujung dengan kontra. 

Gus Dur adalah orang pluralism. Gus Dur menjadi Bapak “Tionghoa” Indonesia. Dialah tokoh nasional yang berani membela orang Tionghoa untuk mendapatkan hak yang sama sebagai warga Negara. Selain berani membela hak minoritas etnis Tionghoa, Gus Dur juga merupakan pemimpin tertinggi Indonesia pertama yang menyatakan permintaan maaf kepada para keluarga PKI yang mati dan disiksa dalam gerakan pembersihan PKI oleh pemerintahan Orde Baru. Dalam hal ini, Gus Dur memang seorang tokoh phlawan anti-diskriminasi. Dalam kapasitas dan ‘ambisi’-nya, Presiden Gus Dur sering melontarkan pendapat kontroversial. 

Pemikiran dan sifat Gus Dur dianggap kontroversial terutama dikalangan umat Islam. Misalnya, Gus Dur pernah berwacana mengganti assalamualaikum menjadi selamat pagi. Selama menjadi Presiden RI, Gus Dur mendapat kritik karena sering melakukan kunjungan ke luar negeri sehingga dijuluki “Presiden Pewisata”. Pada tahun 2000, muncul dua skandal yang menimpa Presiden Gus Dur, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Dua skandal ini menjadi senjata bagi para musuh politik Gus Dur untuk menjatuhkan jabatan kepresidenannya. Pada 23 Juli, MPR secara resmi memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati.

Dalam hidupnya, Gus Dur memegang tiga prinsip, yaitu akan selalu berpihak pada yanglemah, anti-diskriminasi dalam bentuk apapun, dan tidak pernah membenci orang sekalipun disakiti. Gus Dur merupakan salah satu tokoh bangsa yang berjuang paling depan melawan radikalisme agama. Ketika radikalisme agama sedang kencang-kencangnya bertiup, Gus Dur menantangnya dengan berani. Dia bahkan mempersiapkan pasukan sendiri bila harus berhadapan melawan kekerasan yang dipicu agama. Gus Dur menentang semua kekerasan yang mengatasnamakan agama. Gus Dur pernah berkata “All religions insist on peace. From this we might think that the religions struggle for peace is simple…but it is not. The deep problem is that people use religion wrongly in pursuit of victory and triumph. This sad fact then leads to conflict with people who have different beliefs.” Dia juga pejuang yang tidak mengenal hambatan.

Gus Dur digelari sebagai Bapak Pluralisme karena keberpihakannya pada kelompok minoritas, baik dalam kalangan Muslim sebagaimana pembelaannya terhadapa Ahmadiyah, maupun karena kedekatannya dengan kalangan umat Kristen dan Katholik serta etnis Tionghoa. Sikap Gus Dur yang memberi teladan perihal pluralisme tersebut tidak disepakati oleh semua pihak. Julukan sebagai Bapak Pluralisme tidak hanya dikenal di Indonesia, melainkan Bapak Pluralisme dunia. Namun pandangan pluralisme dianggap sebagai suatu paham yang sesat oleh MUI karena pluralisme adalah paham yang “menyamakan semua agama.” Gus Dur seringkali mengatakan bahwa yang ia perjuangkan adalah Islam berwatak kultural, bukan Islam yang selalu ingin tampil di kelembagaan politik.

Gus Dur meninggal pada tanggal 30 Desember 2009. Enam hari sebelum Gus Dur meninggal,yaitu pada tanggal 24 Desember, beliau menyempatkan diri berziarah ke makam para leluhurnya di Jombang. Kondisi Gus Dur sempat drop. Tubuhnya lemas setelah berziarah. Oleh tim dokter pribadinya, Gus Dur dilarikan ke RSUD Jombang untuk mendapat perawatan intensif. Beberapa jam dirawat di rumah sakit tersebut, kondisi Gus Dur membaik meski demikian pihak RSUD Jombang merekomendasikan agar Gus Dur dirujuk ke RSUP dr. Soetomo, Surabaya. Pihak RSUP dr. Soetommo lantas mengirim ambulans ke Jombang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun