Mohon tunggu...
TARYONO
TARYONO Mohon Tunggu... Buruh - Menempuh jalan sunyi kerinduan

Lahir Januari 1986 di Palembang tinggal di Magelang-Jawa Tengah Pernah sekolah di : - TK Pertiwi Tegalsari Candimulyo Magelang - SD N II Tegalsari Candimulyo Magelang - SMP N 1 Candimuyo Magelang - SMA Muhamadiyah 1 Mungkid Magelang - Politeknik Muhammadiyah Magelang - Universitas Muhammadiyah Magelang - STIE SBI Yogyakarta Pernah aktif di : - Ikatan Remaja/Pelajar Muhammadiyah dari ranting s.d pimpinan pusat - Pemuda Muhammadiyah Magelang - DPD KNPI Kabupaten Magelang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ruang Rindu Demokrasi

9 Maret 2015   20:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:55 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejenak, tapi sampai kapan negeri ini akan berhenti dari pergolakan kepentingan para penguasa. Dari hari ke hari media terus saja dihiasi oleh perseteruan antar elite politik. Perpecahan demi perpecahan partai mulai nampak saja di permukaan. Mulai dari partai yang disebut agamis sampai partai reformis, semua hanya memperebutkan sebuah kekuasaan. Jika di internal partai saja sudah adigang adigung adiguna, bagaimana ketika mengurus negara. Seolah demokrasi menjadi semu dan kabur, demokrasi abu-abu penuh manipulasi informasi. Kepentingan pribadi, kelompok dan golongan dijunjung tinggi-tinggi, sementara kepentingan rakyat dan negara dicampakkan dalam comberan yang mereka sebut demokrasi.

Kita tahu tiga partai besar PPP, GOLKAR serta PAN tengah dirundung perselisihan dan perpecahan yang tak kunjung usai. PPP sebagai Rumah Besar Umat Islam masih akan melanjutkan perseteruannya dengan melakukan banding atas putusan PTUN. Sementara GOLKAR juga belum puas dengan Mahkamah Partai Golkar (MPG). Sedangkan PAN kubu Hatta Rajasa agaknya akan menggugat hasil Kongres IV di Bali, 28 Februari - 3 Maret 2015 lalu. Yang membuat saya cukup pilu dan "ngelus dada" adalah ketika terjadi saling lempar kursi saat konggres partai reformis besutan Prof. Amin Rais tersebut. Dimana PAN yang disebut sebagai partai cerdas dan reformis ternyata tidak mampu menunjukkan kecerdasan kader-kadernya. Seolah demokrasai sudah dibajak oleh kepentingan politik jangka pendek. Jika partai sekelas PAN saja tidak mampu menjaga gawang demokrasi di internal partainya, lalu apa yang bisa rakyat banggakan dari slogan reformasi demokrasi itu. Semoga rakyat tidak mengalami depresi demokrasi atau keputusasaan demokrasi, semoga hanya memunculkan sebuah ruang rindu demokrasi.

Otoriterisme terbungkus demokrasi tentu hanya menghasilkan perpecahan inter-antar elite. Sehingga lupa dengan tugas dan fungsi partai, lalai dari tugas dan fungsi lembaga negara dan lembaga tinggi negara dimana mereka berkuasa. Lagi-lagi rakyat yang menjadi korban, daya beli serta daya saing masyarakat menurun, bahkan terjun bebas karena nilai tukar rupiah melemah, BBM, TDL, LPG semua merangkak naik. Para pelaku usaha micro-kecil-menengah harus berjibaku memutar otak dan mengatur strategi karena fluktuatifnya perekonomian nasional. Tentu kami sangat berharap adanya kebijakan pemerintah yang berpihak kepada rakyat, paling tidak pemerintah dengan kebijakannya mampu menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan, baik keamanan dari intervensi asing maupun keamanan terhadap tindak kejahatan yang terjadi di tengah-tengah mayarakat.

Jika para pemangku kepentingan tidak bisa menyudahi pertikaian kepentingan pribadi mereka, tentu kondisi ekonomi juga tak akan pernah setabil. Kami rindu terhadap stabilitas pemerintah, stabilitas ekonomi dan stabilitas keamanan. Demokrasi memang diakui banyak kalangan sebagai sebuah paham kenegaraan yang paling bagus saat ini, anggapan itu benar adanya ketika kemampuan intelektual dan emosiaonal para pemimpin negeri dan rakyatnya sudah matang. Namun jika ego sentris masih sangat kental dan melekat maka perpecahan demi perpecahan, perseteruan demi perseteruan yang akan terjadi. Jika para pemimpin negeri dan wakil rakyat hanya bertikai saja, lalu kapan rakyat bisa menikmati buah demokrasi itu,?

Belum usai pertarungan KPK Vs POLRI disusul perseteruan antara DPRD DKI dengan Gubernur DKI, semua merasa benar, saling menyalahkan dan saling lempar bola panas atas kasus (indikasi) korupsi masing-masing institusi. KPK yang menjadi benteng terakhir dalam menjaga kekayaan dan aset negara dari ancaman koruptor "sepertinya" telah masuk angin, sehingga "kentut pun" terlihat sulit. Seandainya benar KPK telah menerima pesanan pentersangkaan seseorang atas kasus pesanan, maka KPK jadilah malaikat pencabut nyawa demokrasi bangsa ini. Tentu kita berharap bahwa analisa dan prasangka itu tidak benar adanya.

POLRI yang disebut-sebut sebagai institusi terkorup semoga juga mulai berbenah, karena mau tidak mau negara membutuhkan netralitas POLRI dalam kehidupan demokrasi, sedangkan rakyat membutuhkan kehadiran POLRI sebagai pelayan dan pengayom masyarakat. Saya sendiri merasakan begitu pentingnya kehadiran POLRI, paling tidak ketika jam berangkat dan pulang kerja dimana jalan sangat padat kendaraan, kehadiran Polantas sangat membantu para penyeberang jalan. Belum lagi ketika terjadi kerusuhan, tindak kejahatan dan lain-lain.

Untuk itu, semua elemen bangsa ini harus saling menguatkan dan menjaga diri dari kepentingan oknum yang ingin menyalahgunakan kekuasaannya. Rakyat sebagai penanam saham terbesar atas bangsa ini juga memiliki kuasa besar dalam menentukan arah demokrasi, karena pemimpin negara dan wakil rakyat adalah hasil dari pilihan rakyat sendiri. Rakyat yang memilih dan memberikan mandat, rakyat pula yang akan mencabut mandatnya. Semoga kita mau belajar dari masa lalu, belajar dari pengalaman, sehingga ke depan demokrasi benar-benar menjadi foundasi kebangsaan, bukan hanya menjadi ruang hampa kekuasaan.

Kami rindu dengan kecerdasan, kesantunan dan jiwa besar para politisi bangsa ini. Politisi yang mampu membedakan antara hak politik dan kewajiban politik, politisi yang mau menerima perbedaan pendapat bukan memaksakan pendapat, politisi yang adu urat leher bukan adu jotos. Kami mendambakan politisi yang mampu membangun negara bukan menggarong kekayaan negara, kami memimpikan politisi yang berani menolah intervensi asing, bukan politisi yang minta belas kasihan bangsa lain. Kami bermimpi memiliki pemimpin idealis, nasionalis dan realistis bukan pemimpin yang instan dan karbitan. Kami rindu demokrasi yang sesungguhnya demokrasi, karena kini kami terjebak dalam demokrasi mimpi sehingga kami berada di sebuah "ruang rindu demokrasi".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun