Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kepemimpinan Jokowi dan Reshuffle Kabinet dalam Kacamata Rakyat Biasa

23 Desember 2020   16:23 Diperbarui: 23 Desember 2020   17:35 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : twitter@jokowi

Pada periode pertama kesan yang ditinggalkan untuk pendidikan bangsa adalah dominan dalam gaya kepemimpinan dan sistem pertahanan kekuasaan dalam politik dengan melenturkan kekuasaan pada positioning sebagai pemimpin bangsa yang kedudukaannya tidak mesti sebagaimana raja yang mengilustrasikan kepemimpinan dimasa lalu yang tegas dalam kacamata masyarakat awam. Presiden Jokowi juga aman saja ketika teropini sebagai pimpinan boneka dan anak binaan seorang Ibu Megawati.

Kelenturan positioning politik kekuasaan ini justru memperkuat dirinya untuk berlindung dibalik kebijakan publik yang tidak populer yang kemudian menempatkan Ibunya Megawati (positioning opini) sebagai tumbal dibalik kebijakan tersebut. Sementara posisinya tetap saja sebagai orang baik, anak baik dan bahkan sebahagian masyarakat beranggapan Jokowi dalam kondisi terjepit dalam kepemimpinannya, sehingga simpati kepadanya hanya menurun secara tipis.

Sampai pada tahapan ini presiden Jokowi masih dalam tataran pendidikan bangsa dalam gaya kepemimpinan yang baru dalam politik di Indonesia yang bermuara kekuasaan politik dan popularitas pemimpin serta pertahanan kekuasaan.

Pada periode kedua masa kepresidenan Jokowi yang paling dominan adalah pengilustrasian kelihainnya dalam merawat kekuasaan, dimana merangkul dan melobby lawan-lawan politiknya yang utama, misalnya berhasil menempatkan Prabowo Subianto sebagai pembantunya pada jabatan Menteri Pertahanan. Dalam kacamata politik Jokowi telah berhasil merubah prilaku feodalistik dalam sistem politik Indonesia dan menempatkan politik sebagai manajemen atau seni dalam mempertahankan kekuasaan dan menempatkan posisinya sebagai top manajemen negara.

Lalu, sebagai negarawan untuk merubah nasib bangsa Indonesia secara fundamental, apa yang bisa dilakukan presiden Jokowi?
Dalam hal pendidikan kemandirian bangsa selama kepemimpinannya belum mampu diperlihatkan secara nyata, bahkan realita kehidupan masyarakat Indonesia kian bertambah susah dalam kesehariannya untuk memenuhi kehidupan standarnya. Bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat semakin meningkat dan lapangan pekerjaan masyarakat semakin terbatas, jikapun terbuka lapangan usaha  lebih banyak dipengaruhi oleh kebijakan global akibat perkembangan sistem kehidupan baru di dunia.

Sementara produktifitas masyarakat dalam inovasi dan discovery untuk pengembangan ekonomi rakyat tidak pernah terangkat. Begitupun hal-hal fundamental dalam kebangsaan sebagaimana agama, budaya, peradaban dalam kering kerontang, bahkan mengalami berbagai hambatan yang justru menghadapkan pemerintah dengan tool politik negara tersebut. Sementara bantuan langsung masyarakat hanya bisa menjadi alat menjaga sementara kestabilan sosial dalam pembangunan. Hal ini dapat menjadi bumerang bagi masyarakat untuk jangka panjang bila tidak dikelola dan diberi pemahaman secara benar.

Berkaitan dengan hal fundamental dalam pembangunan bangsa masih menjadi opini yang ditunggu oleh masyarakat Indonesia yang mumpuni sebagai warga negara dalam menjalani hidup bernegara dan memahami perkembangan hidup dirinya dan masa depannya.

Resufhel Kabinet

Budaya resufhel kabinet pada tataran kepemimpinan negara dalam suatu kepemimpinan itu hanya alat politik yang memposisikan kedudukan pemimpin atau kepala negara pada posisi konsolidasi untuk penguatannya. Hal ini juga terjadi pada level kepemimpinan ditingkat kepala daerah yang kepala dinasnya terjadi pergantian  oleh gubernur dan bupati. Semakin arogan seorang pemimpin maka akan semakin sering dilakukan pergantian bawahannya tersebut sebagai tumbal dalih menutupi kekurangan kepemimpinannya, sementara masyarakat masih mempercayai pergantian tersebut sebagai harapan baru yang mungkin saja berdampak yang lebih baik kepadanya.

Sesungguhnya seorang pemimpin dalam pembangunan bangsanya perlu memiliki ajaran atau ideology hidup kepada masyarakatnya. Maka jabatan pembantu presiden sebagaimana menteri itu tidak dalam kompetisi sebatas penguatan konsolidasi politik dalam menghadapi masalah politik kekinian. Jika seorang pemimpin berpikir dan memiliki tujuan jangka panjang dalam pembangunan bangsanya maka kebijakannya berorientasi dalam konsep pembangunan bangsa yang lebih besar dan kecil kemungkinan dapat di hadapkan dengan skema-skema politik pragmatis. Peran seorang menteri akan bergantung sepenuhnya kepada pemimpin negara yang memiliki ajaran membangun bangsa dalam jangka panjang, maka politik yang memiliki ajaran pembangunan bangsa yang benar akan semakin jauh dengan konsolidasi dukungan pragmatis partai politik dan pergantian kabinet sudah pasti terjadi dalam waktu yang lama dan mereka yang bermental negarawan tentu tidak akan terjerumus dalam kolusi dan korupsi. Kemudian kelompok politik yang berhadapan dengan tujuan pambangunan bangsa yang fundamental tersebut, sama dengan menghambat pembangunan bangsanya yang tentu mereka akan berpikir panjang untuk berkontra dengan pemerintah karena akan merugikan mereka dalam politik.

Ketika hal-hal fundamental dalam membangun bangsa yang dibawa dan dikampanyekan oleh pemimpin negara, maka kelompok politik yang berkontra dengan pemerintah juga harus menghadapi dengan konsep-konsep pembangunan bangsa yang fundamental lainnya yang lebih unggul. Jika politik bernegara sudah pada tataran ini barulah dapat dikatagorikan dalam kompetisi kepemimpinan politik bernegara. Tetapi jika ranah persaingan politik masih pada tahapan rebutan kapling kekuasaan maka bisa dipastikan bahwa negara ini masih dalam tahapan politik kelas demagog, atau kompetisi pemimpin sebatas popularitas untuk dipercaya rakyat yang rakyat itu juga belum dominan memahami politik bernegara yang sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun