Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tjoet Nyak Dhien, Tjoet Meutia, dan Keumalahayati, Bukti Emansipasi dan Kemajuan Aceh

25 Oktober 2020   08:16 Diperbarui: 25 Oktober 2020   09:20 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 3. Laksamana Keumalahayati
Kelahiran: 1550 Kabupaten Aceh Besar, Meninggal: 1615,
Suami : Laksamana Zainal Abidin
Tempat pemakaman: Makam Laksamana Malahayati Aceh Besar.

Sejak kecil, Malahayati tidak terlalu suka bersolek. Ia lebih gemar berlatih ketangkasan yang kelak membawanya menuju cita-cita yang memang didambakannya, menjadi panglima perang. Bakat itu mengalir langsung dari ayah dan kakeknya yang pernah menjabat sebagai laksamana angkatan laut Kesultanan Aceh.

Dalam perspektif pembangunan masyarakat mengenal dan mempelajari sejarah ketiga pahlawan perempuan ini dapat menjadi indikator terhadap kepahaman masyarakat lainnya  terhadap kualitas sikap dan mentalitasnya dalam inspirasi membangun bangsa.

Keterlibatan perempuan Aceh dalam membangun kebangsaan sudah seharusnya menjadi suatu kewajiban agar mereka tidak tertinggal dengan gerakan perempuan Atjeh dimasa lalu yang kemungkinan besar sulit diulangi hingga dimasa depan.

Faktor Perbedaan

Tentu beberapa faktor yang sulit untuk menyamakan perempuan Aceh sekarang dengan perempuan Aceh masa lalu, diantaranya adalah :

Pertama, Era masa lalu kiprah manusia baik lelaki maupun perempuan diapresiasikan dalam semangat dan ranah peperangan politik dan phisik yang berkepanjangan.

Kedua, Era sekarang perang tidak hanya dalam kualifikasi perang phisik tetapi juga berbagai perspektif perang yang terkadang sebahagian besar masyarakat berada dalam ranah itu bahkan mereka sama sekali tidak memahaminya.

Ketiga, Budaya mempelajari sejarah dan budaya membaca pada masyarakat kita yang tergolong lemah sehingga menyebabkan wawasan yang terbatas dan akan sulit memahami dan mengapresias semangat perjuangan para pahlawannya.

Keempat, Situs-situs sejarah tidak maksimal terberdayakan sehingga masyarakat mengetahui perjuangan itu hanya dari telinga ke telinga disamping pelajaran sejarah yang terbatas ketika mereka berada di Sekolah Dasar.

Kelima, Perempuan Aceh dimasa lalu menjadi pahlawan dalam membela kesultanan yang pusat kekuasaanya sangat dekat, sementara perempuan sekarang dalam kapasitas masyarakat provinsi Aceh yang pusat kekuasaannya di Jakarta yang jangkauannya lebih jauh, meski darat, laut dan udaranya masih saja sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun