Mohon tunggu...
Tantrini Andang
Tantrini Andang Mohon Tunggu... Penulis - penulis cerpen dan buku fiksi

menulis itu melepaskan hal-hal yang biasa menjadi luar biasa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Selendang Ningratri

26 September 2020   13:23 Diperbarui: 26 September 2020   13:43 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak tahu sudah berapa lama memandangi lukisan setinggi hampir satu meter itu. Seluruh diriku seakan tersedot oleh pesona  perempuan dalam lukisan itu. Wajahnya ayu khas perempuan Jawa yang alami dan lembut. Kebaya warna kuning gading  dengan selendang  hijaunya menambah pesona yang dimilikinya. Selendang itu seolah benar-benar berkibar dan melayang karena sebuah gerakan seblak. Ah, kurasa bukan hanya selendangnya. Seluruh lukisan itu memang terlihat hidup. Bahkan mata bening  penari itu juga seolah sedang menatapku, membuatku ingin terus memandangnya.

Tanpa sadar aku melangkah lebih dekat lagi dengan lukisan itu. Kuraba bagian wajah penari itu hanya untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa perempuan ayu  itu sekedar sebuah lukisan, bukan perempuan sungguhan. Sialan!  Kuakui pembuat lukisan ini sangat piawai memainkan kuasnya hingga lukisan di depanku ini benar-benar tampak nyata.

Kata Om Seno, konon perempuan penari dalam lukisan ini dulu memang pernah ada. Pelukisnya masih terhitung sebagai salah satu kakek buyutku sendiri. Tepatnya  adik kandung dari eyang buyut putri yang  melahirkan eyang putriku. Hanya sedikit  anggota keluarga besarku yang memiliki bakat melukis. Aku adalah salah satunya. Namun lukisan kakek buyut ini memang sangat luar biasa.

Perempuan dalam lukisan itu  sedang menari di tengah sebuah pelataran terbuka. Cahaya bulan menyinari pelataran dan memantulkan kilaunya di wajah mulusnya. Ada kerumunan penonton yang berdiri di belakang dan sisi kirinya. Di sebelah kanan tampak seperangkat gamelan dengan para penabuhnya yang bertelanjang dada. Semua dilukiskan secara detil. Di bagian bawah, tepatnya di dekat tanda tangan kakek buyut, terdapat tulisan dengan ukuran kecil: Ningratri.

Aku menghela napas. Lukisan ini sangat luar biasa. Sayang  ada  beberapa bagian yang agak rusak karena dimakan usia. Lukisan ini tersimpan lama di dalam gudang yang lembab. Ada jamur yang tumbuh di sana-sini. Om Seno yang menemukan lukisan ini di rumah eyang putri.  Adik bungsu ibuku itu lalu memintaku untuk memperbaiki bagian-bagian yang rusak. Itulah sebabnya kini aku berdiri  di depan lukisan itu.

Untuk sesaat aku masih memandangi wajah Ningratri hampir tak berkedip. Kunikmati setiap detil goresan kuas kakek buyutku itu. Beliau mampu menghadirkan sosok Ningratri hingga terlihat begitu hidup. Semakin lama memandanginya, aku semakin terhanyut dengan suasana yang digambarkan dalam lukisan itu. Aku seakan mendengar bunyi gamelannya, melihat jelas gerakan tarian Ningratri, dan menikmati setiap detil senyumnya yang menawan. Aku merasa seperti benar-benar menjadi salah satu penonton yang berdiri di pelataran itu.

"Memamg cantik ya, ha ha." Suara tawa Om Seno membuyarkan seluruh bayangan yang ada di pikiranku.  Entah sejak kapan lelaki itu masuk ke kamarku lalu  berdiri di belakangku. Wajahku terasa panas. Malu rasanya saat ketahuan sedang  terpana dengan kecantikan perempuan dalam lukisan.

"Eh...iya Om..." ucapku agak salah tingkah.

"Kamu boleh terpesona dengan kecantikan perempuan itu. Tapi jangan sampai lupa dengan tugasmu ya." Om Seno lalu tertawa lagi. Aku tersenyum kikuk.

"Namanya Ningratri Om," kataku sambil menunjuk pada tulisan kecil di bagian bawah lukisan. Om Seno menganggukkan kepalanya.

"Benar itu memang namanya. Nama yang cantik ya, sesuai dengan pemiliknya," kata Om Seno lagi yang akhirnya ikut memandangi wajah Ningratri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun