Mohon tunggu...
Tantra Ashari
Tantra Ashari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan anak dan sejarah. Penulis yang lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca dan bermain dengan bocah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

KAI Commuter: Merekam Jejak Kepahlawanan hingga Kisah Kemanusiaan

4 September 2023   16:36 Diperbarui: 4 September 2023   17:00 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kereta datang! (Dokumentasi pribadi)

Selamat! Anda dinyatakan lolos seleksi dan berhak mengikuti program SCENE – Masterclass Pengembangan Skenario Original Series yang diselenggarakan di Kota Malang …

Begitu pesan yang tertera pada bunyi email masuk di pagi hari. Antara kaget, haru, tercengang, dan tidak percaya. Secara otomatis, kucari aplikasi berwarna biru, KAI Access, dan mengecek kereta keberangkatan besok.

Menuju Malang kala itu, tidak pernah terlintas untuk menggunakan moda transportasi lain. Bayangkan, dengan begitu banyak barang bawaan, antara lain: laptop, berkas-berkas, serta pakaian untuk tiga hari, mengendarai kendaraan sendiri terlalu riskan dan pasti kelelahan di jalan. Naik bus? Bagiku yang tinggal di Surabaya Timur, Stasiun Gubeng lebih dekat daripada Terminal Purabaya. Belum lagi, ada kemungkinan tas besarku bisa dilempar pada bagasi bus sekenanya saja. Padahal disitu tersimpan barang berharga bagi seorang penulis —sebuah laptop adalah nyawa. Fasilitas rak di atas tempat duduk penumpang pada KAI Commuter membuat tenang. Barang bawaan bisa dijaga sendiri oleh penumpang sepanjang perjalanan. Pengguna pun dimudahkan dalam pembelian tiket dalam genggaman.

Perjalanan ke Masa Silam

Naik kereta api, tut … tut … tuuut …
Siapa hendak turut
Ke Bandung … Surabaya …

Menjadi customer loyal KAI adalah predikatku semenjak resmi sebagai anak rantau. Kereta api mengantarkanku menuju kampus impian serta pulang ke kampung halaman, sesuai lagu masa kecil dulu. Oh, tidak lupa perjalanan saat kuliah lapangan di hutan-hutan ujung timur Pulau Jawa bersama rombongan. Ya, setiap tahun kami menyewa satu gerbong penuh trayek Bandung – Gubeng. Meski sekarang tak lagi menjadi penumpang kereta jarak jauh, kali ini KAI Commuter lah yang sering mengantarkan menuju impianku.

Rombongan mahasiswa Biologi ITB  (Proyek Ekologi via Facebook)
Rombongan mahasiswa Biologi ITB  (Proyek Ekologi via Facebook)

Layanan yang patut aku syukuri dengan berkembangnya KAI Commuter adalah stasiun yang terkoneksi. Beberapa tahun silam, Stasiun Gubeng terpisah antara stasiun lama dan baru berdasarkan tipe penumpang. Stasiun lama untuk pengguna kereta lokal, sedangkan stasiun baru untuk penumpang jarak jauh. Kini, baik penumpang jarak jauh maupun dekat bisa check-in di keduanya. 

Tak pandang bulu, tak beda kasta. Tak perlu lagi pergi buru-buru dan memutar jauh untuk menuju rel yang sama. Praktis. Terlebih, fasilitas di stasiun baru juga dapat dinikmati oleh penumpang lokal, seperti air minum isi ulang, live music, playground, toilet bersih, dan musala yang nyaman. Hal mewah yang bisa dinikmati dengan harga tiket tak lebih dari dua puluh lima ribu rupiah.

Playground di Stasiun Gubeng (Dokumentasi pribadi)
Playground di Stasiun Gubeng (Dokumentasi pribadi)
Fasilitas isi ulang air minum di Stasiun Gubeng (Dokumentasi pribadi)
Fasilitas isi ulang air minum di Stasiun Gubeng (Dokumentasi pribadi)
Kresek untuk sampah wanita di Stasiun Gubeng (Dokumentasi pribadi)
Kresek untuk sampah wanita di Stasiun Gubeng (Dokumentasi pribadi)

Menanti kereta Penataran-Dhoho menuju Malang membuat kulitku meremang. Bukan hanya kenangan masa lalu bersama rombongan, tetapi cuplikan kisah berkelebat tetang kereta api dan kemanusiaan di masa menjemput kemerdekaan. Betapa pada Stasiun Gubeng, rel-relnya, dan viaduct di atasnya adalah relik-relik perjuangan. Jasa besar kereta api jurusan Surabaya – Malang dituliskan pada buku “Pertempuran Surabaya” secara apik hingga ingatan turut merekam. Kutipan kisahnya sebagai berikut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun