Mohon tunggu...
Kebijakan

Seruan Gatot Nurmantyo di Sumut, Penghinaan Akal Sehat

23 Juni 2018   21:27 Diperbarui: 23 Juni 2018   21:49 1799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Timses Edy-Ijeck (Via detik.com)

"Memilih pemimpin Sumut bukan dari warga Sumut adalah penghinaan terhadap warga Sumut sendiri. Dalam diri putra-putri Sumatera Utara mengalir darah pemimpin. Warga Sumatera Utara bukan mental tempe," demikian seruan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, seperti dilaporkan detik.com.

Dia menyampaikan hal tersebut saat menjadi juru kampanye bagi pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas), Sabtu (23/6/2018). iNews melaporkan, kampanye akbar Eramas dikemas dalam nuansa religius. Bertajuk "Doa untuk Sumut Bermartabat". Acara ini turut dihadiri ulama Ustaz Abdul Somad. Selain itu, hadir Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ustaz Tengku Zulkarnain.

Sekilas, tak ada yang salah dengan kampanye itu. Namanya juga kampanye, jadi sah-sah saja dikemas dalam nuansa religius (Islam), kederahan, modern atau lain-lain. Apalagi, sejak awal, pasangan Eramas memang paling getol memainkan politik identitas di Sumut. Edy sangat menonjolkan darah Melayu-nya. Ini bukan hal aneh juga dalam politik Indonesia dewasa ini. Kita sudah melihat betapa kuatnya politik identitas di Pilkada Jakarta tahun lalu.

Namun, membaca seruan Gatot, hampir saja air yang saya minum saat membaca berita tersebut muncrat lagi keluar. Saya agak kaget kalimat semacam itu keluar dari mulut mantan Panglima TNI yang konon sangat cinta NKRI.

Pernyataan Gatot adalah penghinaan akal sehat dari segi apa pun. Isu "asli Sumut" tak sejalan dengan semangat NKR yang menegaskan bahwa kita adalah satu kesatuan dari Sabang sampai Merauke. Jika ini dipenggal, Anies Baswedan yang keturunan Arab dan bukan orang Betawi, tak mungkin menjadi gubernur di DKI Jakarta.

Kedua, isu putra asli daerah sangat enggak penting dalam konteks Sumut. Why? Sumut tidak sedang dijajah warga pendatang. Tapi, provinsi ini sedang digerogoti dari dalam oleh poliTIKUS busuk yang korup. Dua Gubernur hasil Pilkada sebelumnya, yakni Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho dipenjarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena korupsi). Masih kurang? Pada 29 Maret 2018, KPK menetapkan 38 anggota dan mantan anggota DPRD Sumut menjadi tersangka korupsi. Dalam catatan KPK, Sumut adalah provinsi terkorup karena poliTIKUS dan birokratnya paling banyak dijerat kasus korupsi.

Sudah jelas bahwa solusi atas masalah kronis ini adalah memilih pemimpin yang bersih, bukan semata-mata karena latar belakang suku, ras, dan agamanya. Penggunaan politik identitas di Pilgub Sumut kali ini memang sangat kental.

Tokoh agama terlibat jauh, termasuk menjadi jurkam, dan bahkan Kongres Umat Islam Sumatera Utara (Sumut) 1 April lalu merekomendasikan agar umat Islam memilih kepala daerah atau kepala negara sesuai kriteria Al Quran dan Sunnah, yakni mendukung pasangan calon dari latar belakang agama Islam dan Islam atau sesama muslim.

Seruan ini tentu tak bisa dilepaskan dari persaingan di Pilgub Sumut. Kita tahu, Djarot Saiful Hidayat yang beragama Islam berpasangan dengan Sihar Sitorus yang non-muslim.

Penggunaan politik identitas di Sumut, agaknya meniru keberhasilan strategi serupa di DKI Jakarta. Walaupun, latar belakang sejarah menunjukkan warga Sumut cenderung memiliki toleransi tinggi dan rukun. Belum pernah ada konflik berbau SARA yang besar dari daerah ini, seperti halnya di Poso atau Sampit.

Karena itu, sangat disayangkan, politikus sekelas Gatot, yang eks Panglima TNI, ikut-ikutan memecah Sumut dengan isu kedaerahan. Semoga warga Sumut tidak menghina akal sehatnya sendiri. Memilih pasangan Eramas sah-sah saja. Tapi, bukan semata-mata karena identitas mereka, melainkan juga rekam jejaknya yang bersih dari korupsi. Yakin pasangan ini aman dari KPK? Gunakanlah akal sehat Anda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun