Mohon tunggu...
Tania Tanujaya
Tania Tanujaya Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mohammad Yamin: Sastrawan, Politikus, dan Pahlawan Nasional

22 September 2025   23:52 Diperbarui: 22 September 2025   23:52 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input Keterangan & Sumber Gambar (Contoh: Foto Langit Malam (Sumber: Freepik/Kredit Foto))

Dalam sejarah Indonesia modern, nama Mohammad Yamin menempati posisi istimewa. Ia bukan hanya seorang politikus dan pejabat tinggi negara, melainkan juga sastrawan, budayawan, sekaligus tokoh pergerakan nasional yang gagasannya berpengaruh besar bagi lahirnya Indonesia. Melalui kiprah di bidang politik, hukum, sastra, dan kebudayaan, Yamin menjadi salah satu figur multitalenta yang meninggalkan warisan penting, meskipun tidak lepas dari kontroversi.

Mohammad Yamin lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, pada 23 atau 24 Agustus 1903. Perbedaan tanggal lahir ini muncul karena beberapa catatan berbeda: Ensiklopedia Sastra Kemendikbud menyebut 23 Agustus, sedangkan sumber lain, termasuk Wikipedia, menuliskan 24 Agustus. Ia berasal dari keluarga Minangkabau, putra dari Usman Bagindo Khatib dan Siti Saadah. Keluarga ini melahirkan sejumlah tokoh, termasuk Djamaluddin Adinegoro, jurnalis dan sastrawan terkemuka. Lingkungan keluarga yang intelektual dan religius menjadi pondasi pembentukan karakter Yamin. 

Perjalanan pendidikannya menandai orientasi nasionalis yang kelak ia usung. Yamin menempuh sekolah dasar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang, lalu melanjutkan ke AMS Yogyakarta, jurusan sastra dan kebudayaan. Minatnya terhadap bahasa dan sejarah sudah tampak sejak di bangku sekolah. Pada 1932, ia lulus dari Rechtshoogeschool di Batavia dengan gelar Meester in de Rechten (Mr.). Pendidikan hukum memberinya wawasan modern sekaligus legitimasi akademik untuk terjun dalam politik dan pemerintahan.

Kiprah Yamin dalam pergerakan nasional dimulai dari keterlibatannya di organisasi Jong Sumatranen Bond. Ia kemudian turut hadir dalam Kongres Pemuda II tahun 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda. Salah satu gagasan penting Yamin adalah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Ide ini bukan sekadar retorika, melainkan bentuk strategi kebangsaan: bahasa dipakai sebagai alat pemersatu lintas suku dan daerah. Kontribusinya dalam peristiwa ini menempatkannya sebagai salah satu pionir persatuan nasional. 

Setelah proklamasi kemerdekaan, Yamin menjadi anggota BPUPKI dan Panitia Sembilan yang merumuskan Piagam Jakarta. Ia juga aktif menyumbangkan gagasan tentang dasar negara. Meski ada perdebatan mengenai klaimnya sebagai pencetus utama Pancasila, tidak bisa dipungkiri Yamin berperan besar dalam diskusi ideologis menuju lahirnya Undang-Undang Dasar 1945. Pandangannya tentang persatuan bangsa, identitas nasional, dan semangat kebangsaan menjadi fondasi penting dalam pembentukan republik. 

Dalam dunia politik, Yamin menduduki sejumlah jabatan strategis. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman (1951--1952), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1953--1955), serta Menteri Penerangan (1962 hingga wafat). Di luar itu, ia dipercaya memimpin Dewan Perancang Nasional. Kiprahnya mencerminkan pengaruh kuatnya dalam pembangunan hukum, pendidikan, serta kebijakan kebudayaan nasional. Namun, gaya kepemimpinan Yamin kerap dinilai ambisius dan penuh perdebatan, sehingga menuai kritik dari beberapa rekan sezaman. 

Di bidang sastra, Yamin dikenal sebagai salah satu pelopor puisi modern Indonesia. Karyanya Tanah Air (1922) dianggap sebagai tonggak awal lahirnya puisi kebangsaan dalam bahasa Indonesia. Puisi-puisi Yamin sarat dengan semangat patriotisme dan cinta tanah air, menjadikan sastra sebagai medium perjuangan ideologis. Selain puisi, ia juga menulis sejarah dan esai kebudayaan yang berupaya membangkitkan kesadaran nasional. Peran Yamin sebagai sastrawan membuktikan betapa erat hubungan antara sastra dan nasionalisme pada era pergerakan. 

Kehidupan pribadi Yamin relatif jarang dibicarakan, tetapi catatan menyebut ia menikah dengan RA Sundari Mertoatmadjo dan dikaruniai seorang anak bernama Teddy A. Yamin. Kehidupan rumah tangga ini tidak banyak terekspos, karena fokus publik lebih banyak pada kiprah politik dan intelektualnya. Yamin wafat pada 17 Oktober 1962 di Jakarta. Atas jasa-jasanya, pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional. 

Meninjau kembali kiprah Yamin, terlihat jelas bahwa ia adalah tokoh multitalenta. Di satu sisi, ia seorang visioner yang menghubungkan bahasa, sastra, hukum, dan politik dalam satu kerangka nasionalisme. Di sisi lain, terdapat kontroversi mengenai klaim dan ambisi politiknya. Namun demikian, pengaruhnya dalam membentuk identitas Indonesia modern tidak bisa dihapuskan. Ia menunjukkan bahwa perjuangan kemerdekaan bukan hanya melalui senjata, tetapi juga melalui gagasan, tulisan, dan kebijakan. Mohammad Yamin, dengan segala kelebihan dan kelemahannya, tetap menjadi figur kunci dalam sejarah bangsa. 

Daftar Sumber

1. Ensiklopedia Sastra Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (n.d.). Muhammad Yamin (1903--1962). https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Muhammad_Yamin 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun