Mohon tunggu...
Tanaya Iztdihar
Tanaya Iztdihar Mohon Tunggu... Mahasiswa Psikologi, Universitas Al-Azhar Indonesia

Learn from mistakes, grow from experience.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Cerita ke Semua Orang Biar Nggak Ngerasa Sepi? Hati-hati Itu Oversharing!

18 Mei 2025   12:17 Diperbarui: 18 Mei 2025   19:28 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oversharing (Sumber: Pinterest)

Pernah nggak sih, kamu tiba-tiba curhat panjang ke teman baru, atau bahkan nulis status galau berlembar-lembar di media sosial? Rasanya lega, ya seolah ada yang mendengar. Tapi setelah itu, malah muncul rasa malu, canggung, atau nyesel sendiri. Bisa jadi, itu bukan cuma soal butuh cerita, tapi tanda kamu lagi kesepian. Di tengah zaman yang serba online dan penuh interaksi digital, banyak orang tanpa sadar membagikan terlalu banyak hal pribadi ke siapa sajabaik ke teman dekat, kenalan, bahkan orang asing di kolom komentar. Fenomena ini dikenal dengan istilah oversharing, dan meskipun kelihatannya sepele, ada dampak psikologis di baliknya. 

Kira-kira kenapa ya orang bisa sampai segitunya? lalu bagaimana ilmu psikologi dalam melihat fenomena ini? mari kita bahas.

Apa itu OverSharing?

Oversharing adalah tindakan membagikan informasi pribadi secara berlebihan, terutama dalam situasi sosial atau platform yang tidak sesuai. Di era digital seperti sekarang, perilaku ini sering terjadi di media sosial, di mana batas antara ruang publik dan privat menjadi kabur. Seseorang bisa saja membagikan pengalaman traumatis, konflik keluarga, atau bahkan permasalahan kesehatan mental secara terbuka. Sekilas, ini tampak seperti kejujuran atau keterbukaan, namun sebenarnya bisa berdampak buruk baik bagi pelaku oversharing maupun audiensnya.

Salah satu faktor yang bisa menyebabkan seseorang oversharing adalah kesepian, kenapa? karena kesepian bukan hanya tentang tidak punya teman, tetapi perasaan keterpisahan emosional dimana merasa tidak benar-benar dipahami atau tidak punya orang yang bisa dipercaya. Kesepian bisa dialami siapa saja, bahkan mereka yang terlihat aktif di media sosial atau punya banyak relasi. 

Studi dari Nowland, Necka, dan Cacioppo (2018) menemukan bahwa individu yang merasa kesepian biasanya lebih menunjukkan peningkatan dalam perilaku maladaptive self-disclosure, dan ya termasuk oversharing ini, terutama di media sosial. Hal ini dilakukan sebagai upaya mencari validasi, koneksi sosial, atau bahkan hanya sekadar ingin didengar.

2 alasan mengapa orang bisa sampai melakukan oversharing:

  • Media sosial memberikan kemudahan untuk mendapatkan empati dan komentar positif, yang bisa memberi efek menenangkan secara emosional. Ini dikenal sebagai social reinforcement.
  • Butuh validasi diri (Need for Approval). Orang yang memiliki harga diri rendah atau tidak mendapatkan cukup pengakuan dalam kehidupan nyata bisa menggunakan media sosial untuk mengisi kekosongan itu (Nadkarni & Hofmann, 2012).

Selain itu, keterbatasan komunikasi langsung terutama sejak pandemi COVID-19 juga berperan besar. Banyak orang kehilangan kesempatan untuk berinteraksi secara mendalam dengan orang terdekat. Akibatnya, ruang digital menjadi pelampiasan untuk mengekspresikan perasaan, meski media sosial sejatinya bukanlah ruang terapi.

Oversharing dalam pandangan psikologi komunikasi

Jika dikaitkan dengan psikologi komunikasi, oversharing dipahami sebagai bentuk tidak sehat dari self-disclosure yaitu kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi tentang diri sendiri kepada orang lain (Wheeles, 1978). Teori Social Penetration dari Altman dan Taylor (1973) menekankan pentingnya keterbukaan yang bertahap dan sesuai konteks, teori ini juga menjelaskan bahwa hubungan interpersonal berkembang melalui keterbukaan secara bertahap. Jika proses ini dilewati, seperti dalam oversharing, hubungan yang terbentuk cenderung rapuh dan tidak otentik. Terlebih lagi, interaksi di media sosial seringkali tidak memberikan umpan balik emosional yang utuh, sehingga informasi pribadi yang dibagikan dapat disalahartikan, diabaikan, atau bahkan dimanfaatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun