Sudah hampir sebulan, nama etnik Rohingya (sebuah etnik di negara bagian Rakhine, Myanmar) yang oleh pemerintah Myanmar di anggap ilegal, masih mewarnai sejumlah media baik nasional (Detik.com, Kompas.com, dan Tempo) maupun internasional.
Rohingya, yang mengalami kekerasan tak berujung secara fisik maupun mental sejak kejadian 25-27 agustus lalu, masih terlihat mendunia hingga sekarang.
Kejadian itu tampak menciptakan rasa trauma dari air muka masyarakat Rohingya yang saat ini telah memilih hijrah ke tampat-tempat yang di rasa mereka aman, entah mereka akan di terima atau tidak. Seperti Banglades, sebelumnya menutup akses untuk mereka, kini telah membuka, walau itu hanya di perbatasan antara Myanmar dan Banglades.
Hingga saat ini, masih terlihat para pengungsi Rohingya terus berjalan mencari tempat yang bisa mereka tempati dengan rasa aman dan nyaman, walaupun itu tanpa atap dan bermandikan keringat bila mentari bersinar, pun hujan jika ia datang. Memang ini sungguh ironi. Tapi, apa mau dikata bila memang nama Rohingya tidak ada dalam daftar etnik yang legal di negara Myanmar.
Semenjak kejadian agustus lalu, sudah terhitung ratusan ribu yang hilang nyawa, dan sampai detik ini, hampir ratusan ribu yang mengungsi. Semua masyarakat yang berlabel Rohingya, telah memilih untuk meninggalkan tempat yang semula mereka tempati, hanya untuk menghindar dari serangan Militansi Myanmar.
Coba di bayangkan, di antara Rombongan yang mengungsi itu, kita termasuk didalamnya, tidakkah sungguh tragis?
Tapi itu tak harus membuat kita lesu, lunglai dan semacamnya untuk mendengar jeritan tangis orang dewasa, anak-anak, bahkan bayi-bayi rohingya yang mengungsi bersama orang tuanya, melewati jalanan yang penuh lika-liku.
Bahkan hari ini, seperti di lansir media tempo, Jum'at 8 Agustus 2017, masih ada pengungsi yang melewati sungai dengan seorang bayi yang baru berumur 20 hari. Ini sangat di sayangkan, sebab bayi yang di gendong orang tuanya, tak tertutup apapun. Ditakutkan, bayi itu akan mengalami gangguan kesehatannya. Sungguh sangat menyayat hati ketika membaca berita itu.
Dan bagi saya, apa yang tejadi pada rohingya, ini sungguh pelanggaran HAM yang tampak secara nyata. Dan jika di diamkan, maka akan ada hal serupa di negara manapun yang ada di tiap belahan dunia ini.
Saya sangat berterima kasih atas kunjungan pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Luar negri, yang di wakili Ibu Retno. Karena berkat kunjungannya, Indonesia di beri akses untuk menyalurkan bantuan. Begitupun rasa terima kasih kepada Pemerintah Turki yang telah lebih dulu menjamah Rohingya.
Saya berharap, semoga apa yang sekarang di alami Rohingya secepatnya berakhir dan tak ada lagi hal serupa yang datang di waktu kemudian, agar dunia yang aman, dami, sejahtera penuh cinta kasih di rasakan seluruh umat manusia di bumi ini.
Amin.
* Adam Makatita
Jakarta, 9 September 2017