Mohon tunggu...
Tanah Beta
Tanah Beta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa Semester Akhir pada IAIN Ambon

menulislah sebelum dunia menggenggam nafasmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rohingya dan Penderitaan Kita

9 September 2017   02:15 Diperbarui: 9 September 2017   02:31 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah hampir sebulan, nama etnik Rohingya (sebuah etnik di negara bagian Rakhine, Myanmar) yang oleh pemerintah Myanmar di anggap ilegal, masih mewarnai sejumlah media baik nasional (Detik.com, Kompas.com, dan Tempo) maupun internasional.

Rohingya, yang mengalami kekerasan tak berujung secara fisik maupun mental sejak kejadian 25-27 agustus lalu, masih terlihat mendunia hingga sekarang.

Kejadian itu tampak menciptakan rasa trauma dari air muka masyarakat Rohingya yang saat ini telah memilih hijrah ke tampat-tempat yang di rasa mereka aman, entah mereka akan di terima atau tidak. Seperti Banglades, sebelumnya menutup akses untuk mereka, kini telah membuka, walau itu hanya di perbatasan antara Myanmar dan Banglades.

Hingga saat ini, masih terlihat para pengungsi Rohingya terus berjalan mencari tempat yang bisa mereka tempati dengan rasa aman dan nyaman, walaupun itu tanpa atap dan bermandikan keringat bila mentari bersinar, pun hujan jika ia datang. Memang ini sungguh ironi. Tapi, apa mau dikata bila memang nama Rohingya tidak ada dalam daftar etnik yang legal di negara Myanmar.

Semenjak kejadian agustus lalu, sudah terhitung ratusan ribu yang hilang nyawa, dan sampai detik ini, hampir ratusan ribu yang mengungsi. Semua masyarakat yang berlabel Rohingya, telah memilih untuk meninggalkan tempat yang semula mereka tempati, hanya untuk menghindar dari serangan Militansi Myanmar.

Coba di bayangkan, di antara Rombongan yang mengungsi itu, kita termasuk didalamnya, tidakkah sungguh tragis?

Tapi itu tak harus membuat kita lesu, lunglai dan semacamnya untuk mendengar jeritan tangis orang dewasa, anak-anak, bahkan bayi-bayi rohingya yang mengungsi bersama orang tuanya, melewati jalanan yang penuh lika-liku.

Bahkan hari ini, seperti di lansir media tempo, Jum'at 8 Agustus 2017, masih ada pengungsi yang melewati sungai dengan seorang bayi yang baru berumur 20 hari. Ini sangat di sayangkan, sebab bayi yang di gendong orang tuanya, tak tertutup apapun. Ditakutkan, bayi itu akan mengalami gangguan kesehatannya. Sungguh sangat menyayat hati ketika membaca berita itu.

Sumber: Tempo.co/Bayi Rohingya di gendong otang tuanya melewati sungai
Sumber: Tempo.co/Bayi Rohingya di gendong otang tuanya melewati sungai
Rohingya pun sampai sekrang, masih mengharapkan jamahan tangan alam semesta dari para pemerhati kemanusiaan. Entah dari belahan dunia manapun.
Dan bagi saya, apa yang tejadi pada rohingya, ini sungguh pelanggaran HAM yang tampak secara nyata. Dan jika di diamkan, maka akan ada hal serupa di negara manapun yang ada di tiap belahan dunia ini.

Saya sangat berterima kasih atas kunjungan pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Luar negri, yang di wakili Ibu Retno. Karena berkat kunjungannya, Indonesia di beri akses untuk menyalurkan bantuan. Begitupun rasa terima kasih kepada Pemerintah Turki yang telah lebih dulu menjamah Rohingya.

Saya berharap, semoga apa yang sekarang di alami Rohingya secepatnya berakhir dan tak ada lagi hal serupa yang datang di waktu kemudian, agar dunia yang aman, dami, sejahtera penuh cinta kasih di rasakan seluruh umat manusia di bumi ini.
Amin.

* Adam Makatita

Jakarta, 9 September 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun