Mohon tunggu...
Tamita Wibisono
Tamita Wibisono Mohon Tunggu... Creativepreuner

Penulis Kumpulan Cerita Separuh Purnama, Creativepreuner, Tim Humas dan Kemitraan Cendekiawan Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rumpun Bambu Legok, Pilar Kesejukan Alam dan Potensi Ekonomi Lokal di Tengah Beton yang Menjulang

5 Oktober 2025   18:18 Diperbarui: 6 Oktober 2025   22:02 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fakta tentang kelebihan bambu tersebut antara lain: memiliki kapasitas penyerapan Karbon (CO2) yang sangat tinggi, yaitu lebih dari 40 ton karbon dioksida per hektar setiap tahun; batang bambu tumbuh lebih cepat dibanding kayu 3-5 tahun dewasa, dipanen dalam 4-7 tahun, tumbuh sampai 1 m/hari; Budidaya bambu terbukti meningkatkan kandungan karbon organik dan status nutrisi tanah yang tersedia (Nitrogen, Fosfor, Kalium), menjadikannya ideal untuk restorasi tanah dan daur ulang nutrisi di lokasi. (sumber: Chong Li, 2021; Chunyu Pan, 2023; Ming Chen,2022; Aniket S Gaikwad,2022; Michael Awotwe-Mensah, 2023 dalam paparan materi DITJEN INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN yang disampaikan dalam Forum Bumi 18 September 2025)

Keberadaan rumpun bambu Legok dalam menjaga pilar kesejukan alam terekam jelas melalui kesahajaan masyarakatnya. Terlihat bangunan rumah yang memanfaatkan bambu sebagai bahan yang mudah didapat, hemat serta kuat di tengah rumpun bambu yang menjulang.

Di balik kesan "angker", justru masyarakat asli Legok telah bermukim sekian lama dalam geliat ekonomi lokal mencipta aneka produk anyaman bambu yang multi guna dan bernilai ekonomi meski harganya belumlah tinggi.

Inovasi kerajinan berbahan dasar bambu pun harus terus ditingkatkan khususnya dikalangan generasi muda sebagai langkah mencetak para pegiat eco bamboo-preuner.

Batang bambu yang sudah ditebang menjadi bahan baku anyaman di depan rumah rumah perajin bakul di Legok. (dok.pri)
Batang bambu yang sudah ditebang menjadi bahan baku anyaman di depan rumah rumah perajin bakul di Legok. (dok.pri)

Bambu di kawasan Legok secara spesies dan jumlah belum tersentuh kebijakan secara holistik. Hal tersebut terlihat dari data yang disajikan dalam Kecamatan Legok Dalam Angka 2024.

Laporan tahunan tersebut tidak menyebut secara spesifik kuantitas kebun bambu, justru disebut beberapa jenis hasil pertanian dan perkebunan buah.

Pengelolaan lahan bambu menjadi hak keluarga dan individu yang memang memiliki kemampuan menganyam sebagai kreatifitas usaha rumahan.

Sebut saja misalnya keluarga perempuan pembuat anyaman yang saya sebut sebagai Mak Ambu. Perempuan yang berusia senja tersebut masih menekuni anyaman berupa tampah.

Namun saat ditanya apakah ada anyaman yang bisa dibeli secara langsung, dengan bahasa Sunda-Banten yang kental, Mak Ambu menerangkan bahwa harus pesan terlebih dulu. 

Tidak setiap perajin setiap hari akan memproduksi anyaman, kecuali ada pesanan dalam jumlah banyak. Biasanya bakul atau tampah dibeli oleh pengepul di pojok desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun