Aku titip pesan untukmu nonaAku titip untaian bunga di dagumuHarum semerbak takbir sentosaPagi melekat bersama camar diudara Terkadang seperti ti
Tersimpan dan memutar-mutar Untaian malam malam sepi itu berulang Terus berulang Membias, kadang menemai Kadang meredup
Jenggala sunyi, hijau membeku dalam abu. Fauna mengintai bisu, jejak manusia terpatri kelam. Masih adakah harap tumbuh di rerimbun yang telah musnah?
Lebur baur jadi satu langkah seperti simponi tak berima ...
Telah kubaca puisimu yang sendu Saat angin bertiup hangat dan bintang hilang
Setiap perjalanan hidup pastilah memiliki masalahSetiap hari tak perna lupa tuk berusahaMenjadi manusia yang bergunaKukira aku sekuat karang
Kadang ada yang monoton dalam rasa Apakah rasaku begitu juga padamu
Kenangan itu sekedar fatamorgana Ini bukan tentang cerita di suatu masa
Hati yang penuh lantas membuncah hangat memenuhi rongga dada yang lama hampa
Gunungan Emas Tidak Akan Mampu Menggantikan Itu Semua
Bercerita tentang godaan iblis untuk menari di neraka bersamanya di neraka
rasa yang diungkapkan melalui tingkah laku namun tak berbalas
Berterima kasih pada perih yang pernah menyerpih. Tajam menghunjam hingga hari-hari beraroma kelam, berirama dendam.
Karena semua terangkai manis dalam dekapan untaian kata-katakuKau hanya membutuhkan hati untuk mengerti
Ada air menggenang di pelupuk matanya, Meski bibirnya tetap tersenyum, Terbayang betapa sedih yang dirasanya
Dalam tiap gerakmu, hadirkan jelita Serupa dengan dedaunan yang berdansa dalam alunan pawana
Aku pecinta kesunyian, dengannya aku piawai melayang
Jika seseorang telah pergi meninggalkanmu maka sangatlah sulit untuk kembali lagi.