Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Gelegar Suara Motor Gede

21 November 2015   06:57 Diperbarui: 21 November 2015   08:28 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Badan terasa sangat lelah, karena seharian mobilitas agak tinggi dengan dinamika kerja. Sehingga, rasa mengantuk malam ini cepat sekali datangnya. Tidak seperti biasanya sanggup duduk di depan laptop untuk merangkai kata dan mengikat makna menjadi tulisan. malam ini benar-benar sangat mengantuk. Oleh sebab itu, masih pukul 22.00 badan sudah direbahkan di tempat tidur. Mata pun cepat terlelap. Namun tak berapa lama, mungkin hanya sekitar 15 menit berlalu, tiba-tiba terjaga lagi.

Bahkan terbangun lagi dan terduduk di atas tempat tidur.  Ya terbangun ketika mendegar deru  suara sepeda motor besar meraung-raung melintasi jalan raya di depan toko, tempat domisiliku. Aku merasa jengkel dan menggerutu. Ah, suara sepeda motor itu sudah mengganggu tidurku. Ya sudahlah. Aku merebahkan kemali badan ke tempat tidur. Aku ingin kembali menikmati lelap tidur usai didera kelelahan karena seharian bekerja. dengan harapan tidak ada lagi deru suara motor besar alias motor gede mengusik tidurku. Tidak salah kan bila aku berharap? Tentu tidak salah, karena punya harapan adalah hak setiap orang. Walau harapan kadang seringkali tinggal hanya harapan.

Yeah, ternyata benar. Harapan itu benar-benar hanya tinggal harapan. Mengapa demikian? Belum sempat mata terpejam, suara motor besar itu datang lagi. Aku bangun dari tempat tidur dan mengintip lewat jendela. Aku menyaksikan ada sekelompok orang yang mengendarai sepeda motor besar atau gede itu. Mereka saling berjalan beriringan. Aku mendengar suara kenderaan mereka sangat bising. Bahkan suara itu menembus dinding kamarku.

Aku kembali menggerutu. Sayangnya mereka tidak tahu kalau aku merasa sangat terganggu dengan ativitas mereka. Mereka juga tidak merasakan apa yang aku rasakan, karena mereka sangat menikmati hidup gemerlap mereka dengan sepeda motor besar alias gede yang mungkin orang lain tidak sanggup membeli sepeda motor mahal seperti yang mereka miliki itu. Namun, apa daya aku hanya bisa menggerutu dan merasa sakit hati saja. Ingin protes? ya bagaimana kita bisa protes? Hmm, salah-salah kalau kita protes, nanti kita dikatakan iri karena tidak punya sepeda motor besar seperti mereka. tapi ya sudahlah. Aku memang harus tidur lagi, agar besok hari badan tidak terasa sakit. Maka, aku kembali ke tempat tidur, merebah badan dengan harapan bisa beristirahat.

Eh, celakanya pula, belum lagi mata dipejamkan, kembali terdengar suara motor gede yang kebut-kebutan di jalan raya, depan rukonya aku tinggal. Raungan suara motor itu seperti sambung menyambung, karena mereka malam ini sedang adu kecepatan di jalan raya. Aku akhirnya memilih untuk duduk di depan laptop. Ya aku merasa leih baik menggunakan waktu tidur itu dengan melakukan aktivitas rutinku, yakni menulis. Dari pada terus merasa sakit hati pada orang-orang seperti itu, maka jalan terbaik adalah dengan cara menulis.

Nah, menyaksikan aksi para pemilik motor besar di kota Banda Aceh malam ini, mengingatkanku pada aksi para remaja yang dulu suka kebut-kebutan di jalan raya. Mereka tidak menggunakan sepeda motor yang mahal dan mewah seperti kelompok malam ini. Mereka menggunakan sepeda motor bebek biasa. Namun, aksi mereka yang merajai jalanan itu membuat banyak masyarakat yang resah, tidak nyaman dan merasa sangat terganggu. Sehingga, aksi kebut-kebutan anak-anak remaja itu diatasi dengan dengan berbagai acara, termasuk dengan melakukan razia oleh pihak keamanan. Aksi kebut-kebutan para remaja itu bisa diatasi oleh phak yang berwajib. Tetapi, aku tidak tahu, apakah aksi-aksi jalanan para pengendara sepeda motor besar atawa gede itu, kini menjadi perhatian pihak keamanan. Hmm, kepada siapa ya aku bisa menanyakan hal ini, atau mengadu tentang ketidaknyamanan ini?

Jelas aku tidak tahu mau mengadu kemana. Aku hanya bisa menuliskannya dalam sebuah catatan kecil ini. Aku kembali berharap agar tulisan ini bisa dibaca oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab pada persoalan seperti ini.  Misalnya polisi sekali-kali mau melakukan patroli di malam hari, atau melakukan upaya penyadaran kepada mereka dan sebagainya.Tapi apakah menurut petugas kemanaan, aksi para pemilik motor besar atau motor gede ini memang tidak mengganggu kenyamanan hidup masyarakat ya? Kalau ya, mengapa aksi mereka itu seperti tidak dilarang? Mengapa aksi mereka yang memekakkan telinga pengguna jalan itu seperti dibiarkan begitu saja? Sementara aksi serupa yang dulu atau sekarang dilakukan oleh para remaja telah banyak diambil tindakan. Sepeda motor mereka ditangkap dan mereka lalu diberikan bimbingan. Lalu mengapa aksi motor besar ini terkesan dibiarkan begitu saja? Ini benar-benar mengusik rasa ingin tahu saya.

Dalam rasa penasaran yang membuncah, saya teringat dengan sebutan yang selama ini melekat pada pemilik dan pengguna motor besar alias motor gede itu. Komunitas motor besar atau motor gede itu selama ini dikenal dengan sebutan geng motor gede atau geng moge. Sebutan gengs atau gengster itu sebenarnya sering menimbulkan citra buruk bagi kelompok itu. Cobalah anda cari apa makna gengster itu? Pasti maknanya tiak positif. Ya negatif. Lalu bila itu negatif dan buruk atau mengerikan, mengapakah banyak orang yang bangga dengan sebutan itu? Jadi aneh bukan?

Memang aneh. Ya di zaman sekarang, manusia itu memang semakin aneh-aneh. Celakanya, yang disalahkan adalah zaman. Katanya ini zaman edan. Hmm, padahal zaman tidak pernah edan. yang edan itu ya orang-orangnya. Yang aneh itu ya bukan zamannya, tetapi orang-orang yang hidup di zaman sekarang ini yang aneh, yang keluar dari kebiasaan sebelumnya dan tampil berbeda dari nilai-nilai yang sudah ditetapkan dan disepakati. Jadi memang aneh bukan?

Jadi, bila kita melihat fenomena dan realitas masyarakat kita saat ini, banyak sekali hal yang menjadi catatan menarik untuk kemudian didiskusikan. Ada banyak fenomena ketika mengamati kehidupan masyarakat kita di Indonesia dan di Aceh khususnya. Salah satunya adalah kondisi kehilangan jati diri. Orang-orang semakin banyak yang kehilangan jati diri, sehingga mereka mencari jati diri dengan berbagai cara. Misalnya dengan membentuk komunitas. Ada komunitas penggunak produk pulan, ada komunitas pengguna produk pulin. Masing-masing komunitas memperlihatkan atau bahkan bisa disebut dengan melakukan aksi show off.

Aksi untuk memamerkan kepemilikan mereka. Misalnya kalau mereka punya mobil merek tertentu, maka akan membuat komunitas merek mobil itu, lalu kemudian melakukan festival atau pawai mobil. Mereka keliling kota dan bahkan dikawal oleh polisi lalu lintas. Selain mobil, juga kini ada komunitas sepeda motor, ya salah satunya komunitas motor besar alias gede itu.Lalu identitas yang mereka peroleh adalah identitas yang mengarah pada propertis seperti komunitas vespa, komunitas motor gede dan bahkan pada jati diri yang terasa nuansanya kekerasan dan kriminal,  yakni sebutan geng motor itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun