Idealnya demikian, semua kita patut bergembira, namun di tengah kegembiraan guru, di tengah gelora semangat anak-anak yang ikut serta merayakan hari Guru Nasional tahun ini, ternyata tidak dirasakan oleh Bu Rahmah, seorang guru honorer di SD Negeri Jambi Baru, Kecamatan Sultan Daulat,Kabupaten Subulussalam, Aceh.
Ceritanya, beberapa hari menjelang perayaan hari guru, ada kasus tindak kekerasan orang tua murid terhadap guru yang memilukan. Hebohnya baru hari ini. Ya, terbukti hari ini, tanggal 24 November 2019, di harian Serambi Indonesia dalam breaking news mengejutkan kita "Heboh, Seorang Guru Dianiaya Wali Murid, Ditampar hingga Memar dan Bengkak di Kepala".
Lebih lanjut diberitakan bahwa Rahmah (35) seorang guru honorer di Sekolah Dasar (SD) Negeri Jambi Baru, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam dikabarkan dianiaya oleh wali murid hingga mengalami luka memar dan shock berat. Informasi yang dihimpun Serambinews.com, penganiayaan terhadap Rahmah guru honorer tersebut terjadi Rabu (20/11/2019). Namun, kejadian itu baru heboh pada Sabtu (23/11/2019). Kasus itu heboh karena banyaknya warga mengecam aksi main hakim terhadap guru di Kota Sada Kata ini.Â
Betapa nurani kita terguncang, setiap kali ada kasus tindak kekerasan yang terjadi terhadap para guru selama ini. Tindak kekarasan yang terus terjadi dan berulang. Ini, bukanlah kasus kekerasan terhadap guru, yang dilakukan oleh pihak orang tua, tetapi tindak kekerasan yang sudah semakin sering mengancam guru.
Kasus penganiayaan terhadap bu Rahmah ini, bukanlah kasus pertama dan terakhir. Kasus ini mengingatkan kita pada sejumlah kasus penganiayaan terhadap guru yang terjadi tanah air ini. Kasus ini mengingatkan kita pada banyak kasus di tanah air yang kini sudah semakin mudah kita ketahui karena banyak diunggah di internet seperti yang terjadi di Makasar dimana ada orang tua yang mengeroyok guru di ruang kelas.
Bahkan dalam konteks Aceh di masa konflik dahulu, kasus-kasus penganiayaan terhadap guru hingga tewas kerap kali terjadi. Menurut data PGRI di tahun 2002, sekitar 200 guru mengalami tindak kekerasan di Aceh. "Lima puluh di antaranya ditembak hingga tewas," ujarnya.Â
Jumlah itu terus meningkat dengan adanya kasus kekerasan terhadap pak Ir ini. Tingginya angka tindak kekerasan terhadap guru di masa konflik, hingga kini, kiranya harus menjadi keprihatinan yang mendalam bagi semua orang yang merasa membutuhkan guru di sekolah.Â
Tindak kekerasan terhadap guru di sekolah harus dihentikan saat ini. Apabila ini tidak segera dihentikan, maka dikhawatirkan ke depan, tindak kekerasan terhadap guru bisa semakin tinggi. Kekerasan itu bukan saja dilakukan oleh orang tua siswa, polisi serta yang lainnya, tetapi juga dilakukan oleh siswa sendiri.
Para siswa karena mengandalkan pangkat dan jabatan serta profesi orang tuanya, mialnya sebagai polisi, mereka akan dengan mudah melakukan tindak kekerasan terhadap guru di sekolah.Â
Orang tua yang semakin tidak sabar dan tidak berfikir dampak buruk dari tindak kekerasan terhadap guru,akan melakukan tindak kekerasan sendiri, maupun dengan memperalat saudaranya yang polisi, seperti kasus kekerasan terhadap Pak Ir di tahun 2009 lalu.Â
Dampak lain yang kemungkinan besar bisa terjadi, ketika solidaritas guru kini mulai tumbuh untuk membela korpsnya, maka bisa jadi gelombang mogok mengajar bisa melanda sekolah. Akibatnya, ketika guru babk belur, sekolah akan libur. Bahaya bukan?