Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Mudik Cerdik Pilihan

Berhari Raya di Kampung Itu, Sangat Afdal

6 Juni 2019   08:39 Diperbarui: 6 Juni 2019   09:34 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Tabrani Yunis

Kemarin, Selasa 4 Juni 2019.  Sejak pagi, anak-anakku Ananda Nayla dan Aqila Azalea Tabrani Yunis sudah sibuk packing barang mainan. Sementara istriku Mursyidah Ibrahim sibuk pula memasukan pakaian ke koper bermotif pinto Aceh, produk Aceh yang sebenarnya juga sedang aku bantu promosikan. Mereka sibuk mempersiapkan diri untuk mudik, berhari raya di kampung. 

Kelihatannya, keinginan mereka untuk mudik, pulang ke kampung di Meurandeh Alue, Kecamatan Bandar Dua, Pidie Jaya semakin tak terbendung. Mereka malah ingin cepat-cepat berangkat, agar segera sampai dan juga untuk berbuka puasa bersama di hari terakhir bulan puasa di rumah bersama keluarga besar.  

Aku sendiri sebenarnya kali ini ingin berhari raya di Banda Aceh dengan maksud pada malam hari raya masih bisa melayani para pembeli pakaian dan kerajinan Jepara dan lain-lain di toko POTRET Gallery yang berada di kawasan Kuliner, di jalan Prof Ali Hasyimi, Pango Raya, Banda Aceh itu. 

Aku memang tergolong malas pulang, termasuk ke kampung halamanku di Manggeng, Aceh Barat Daya yang sudah kutinggalkan selama 40 tahun. Namun, karena anak-anak dan istri sudah sejak awal puasa berencana mudik, aku harus mengalah dan ikut pulang  ke kampung  di Pidie Jaya. Pulang kampung merupakan keniscayaan bagi istriku. Ya, aku harus mengalah.


Lagi pula kota Banda Aceh yang selama ini ramai, seperti di kawasan Pango Raya yang  merupakan kawasan kuliner itu, sejak dua hari sebelum lebaran tampak sepi dan senyap. Kondisi ini akhirnya semakin mendorong keinginan untuk segera bergerak mudik ke kampung, hingga segera menutup toko dan bergerak pulang ke kampung. Maka anak dan isteri pun semakin gembira.

Perjalanan kami ke kampung menempuh jarak sekitar 171 kilometer yang melewati daerah berbukit, yang dikenal dengan perbukitan Seulawah yang membatasi Kabupaten Aceh Besar dan Pidie.

 Dengan jarak tempuh sejauh itu, masa atau waktu yang diperlukan sekitar 3.5 jam hingga 4 jam perjalanan menggunakan mobil. Waktu tempuh sangat ditentukan oleh laju kecepatan. 

Semakin kencang laju kenderaan, semakin cepat tiba. Biasanya, saat mudik lebaran begini, umumnya orang lebih memilih kecepatan tinggi. Maka tidak jarang terjadi kecelakaan di jalan raya.

Nah, pulang kampung atau dalam istilah yang sudah sangat lazim merupakan tradisi masyarakat Indonesia pada umumnya. Bukan saja menjadi tradisi umat Islam yang mudik menjelang hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha, tetapi juga dilakukan oleh saudara-saudara sebangsa yang non muslim. 

Sebut saja ketika umat Kristiani merayakan natal, mereka juga banyak mudik atau  berlibur ke sebuah tempat wisata. Jadi, mudik memang menjadi kegiatan yang ditunggu-tunggu dan dipersiapkan dengan matang.

Mudik lebaran, ditilik dari kedua kata tersebut mengandung makna yang bertujuan untuk berlebaran atau merayakan hari raya di kampung, baik kampung halaman, tempat kita dilahirkan, maupun di kampung istri atau kampung suami. 

Tentu saja, tujuan mudik lebaran, atau berhari raya di kampung bukan hanyak atau sekadar merayakan hari raya di kampung, tetapi lebih dari itu. 

Malah esensi yang utama, sebenarnya mudik lebaran atau berhari raya di kampung adalah agar bisa bertemu langsung dan sungkem dengan kedua orang tua tercinta. Ini adalah tujuan utama. 

Bagi orang yang masih memiliki kedua orang tua, atau masih ada ibu atau ayah, memohon maaf atau ampunan dosa terhadap orang tua adalah hal yang paling utama dan mulia. Di samping itu, merayakan hari raya bersama kedua orang tua adalah sebuah upaya untuk membahagiakan kedua orang tua dan juga keluarga.

Setelah yang utama tersebut, tujuan dan hikmah berhari raya di kampung halaman atau di kampung suami atau isteri, adalah untuk menyambung tali silaturahmi yang mungkin pernah terputus oleh waktu dan seteru, juga terputus oleh jarak dan sebagainya. 

Dengan berhari raya di kampung, silaturahmi itu bisa kembali merekat dan terjalin erat. Tak dapat dipungkiri pula bahwa dengan berhari raya di kampung ada banyak manfaat yang bisa dibawa pulang ke kampung halaman. 

Salah satu manfaatnya adalah manfaat ekonomi. Dikatakan demikian, karena setiap orang yang mudik, pasti membawa uang atau mengeluarkan uang. Paling tidak untuk biaya transportasi dan konsumsi di perjalanan. Dengan bergeraknya banyak orang, maka gerak uang juga lebih dinamis. 

Apalagi bagi orang-orang yang sudah sukses hidup di kota, sudah menjadi orang kaya, maka kepulangan mereka ke kampung akan banyak  berkontribusi pada peredaran uang di kampung. 

Bahkan bukan pula mustahil, bila ada atau banyak orang yang berhari raya di kampung, untuk menunjukan jati diri atas kesuksesan yang sudah diperoleh di kota. Namun, harus ingat bahwa esensi berhari raya di kampung halaman yang hakiki adalah untuk memohon ampun dan sungkem kapada kedua orang tua. Selebihnya adalah bagian dari silaturahmi dan tradisi yang multi impact dan bahkan multi tafsir itu. Yang jelas, berhari raya di kampung lebih afdal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Mudik Cerdik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun