Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inisiasi Membangun Literasi Anak Negeri

14 November 2018   06:32 Diperbarui: 14 November 2018   07:54 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Dokpri

Oleh Tabrani Yunis

 Matahari di langit kota Banda Aceh mulai meninggalkan sore yang agak berawan. Terlihat sinarnya yang kian rebah ke ufuk barat. Sementara jarum jam sudah menunjukan pukul 18.00 sore di hari Rabu, 24 Oktober 2018. Beberapa kawanan burung terbang berbaris menuju destinasi berbaris-baris, berjejeran pertanda malam segera tiba. Di sebuah warung kopi di kawasan stadium Lampineung, persisnya di warung kopi De Helsinki sebanyak 6  pegiat literasi yang lebih laik disebut sebagai inisiator pergerakan literasi itu berkumpul di meja bagian depan.  

Aku tidak mengenal semuanya dari ke enam  orang itu, kecuali Ahmad Arif, pendiri dan pelaku Rman Aceh yang setiap hari minggu pagi menggelarkan bacaan di kawasan Blang Padang Banda Aceh. Di depannya, duduk tiga orang perempuan yang juga merupakan pegiat literasi. Setelah berkenalan, ketiga perempuan itu adalah Miftah, Malahayati dan Nanda Khalisa yang mengelola  perpustakaan jalanan Jeumpa yang berkantor di Kampung Pineung Banda Aceh. Mereka ini adalah relawan yang merasa prihatin dan terpanggil nurani untuk membantu anak-anak memiliki bacaan. Mereka meminjamkan bacaan yang mereka punya. Sungguh mulia kegiatan mereka.

Yang mengagetkan aku kemudian adalah ternyata ada insiator literasi yang sengaja datang dari jauh. Ya, ia dari Kabupeten Nagan Raya. Ia diminta oleh Ahmad Arif untuk memperkenalkan diri. Rismayati, itulah nama perempuan yang masih tergolong muda datang dari Suka Makmu, Kecamatan Suka Makmu, Nagan Raya. Ia saat ini aktif mengelola Taman baca Alun -alun Suka Makmu, Kecamatan Suka Makmu, Nagan Raya. Katanya, taman bacaannya masih tergolong baru karena baru digagas  berdiri, sejak tanggal  5 February 2017.

Ia bersama-sama beberapa teman mendirikan Taman bacaan untuk melayani anak- anak dan masyarakat membaca, karena di daerah ia tinggal, tidak pustaka maupun taman bacaan. Buku yang ada dan digelarnya di halaman terbuka dan kadang di ruangan itu, malah merupakan buku pinjaman dari pustaka daerah Aceh Jaya. Aku salut dengan kegigihan mereka. 

Di depan Rismayati, sebelah kananku, duduk pula seorang laki-laki yang masih tergolong muda, kreatif dan penuh inisiatif. Aku sudah lama mengenalnya, namun jarang bertemu. Lelaki itu  Muhajir namanya. Ia merupakan aktivis di Komunitas Kanot Bu, sebuah komunitas anak muda yang tertarik di bidang seni dan sastra. Mereka menggunakan rumah bekas tsunami sebagai markas mengembangkan literasi di bidang sastra dan seni. 

Memberikan bantuan atau asistensi kepada pelajar untuk bekajar menulis dan seni. Pustaka bergerak itulah yang mereka lakukan saat ini. Juga kerap melakukan kegiatan literasi. Kini mereka membuat pustaka Donya Mandum, yang telah mereka daftar dalam pustaka bergerak. Sasaran untuk anak-anak muda. Kalau para pembaca ada kesempatan ke rumah seni mereka, pasti akan kaget memlihat hasil kreasi mereka. Ya mereka memang begreak di bidang seni dan sastra. Bahkan mereka juga menerbitkan buku-buku yang menarik, namun tidak punya ISBN.

Nah, tak berapa lama, setelah perkenalan dan diskusi berlangsung,  hadir pula seorang perempuan yang sudah lama ikut bergiat membangun kemampuan literasi anak dan masyarakat.  Lilis, begitu ia memperkenalkan diri. Ia mengelola TBM Cinta Baca, Lhong Raya. Menurut ceritanya, TBM yang dikelolanya sudah ada  sejak 2005. Namun baru diresmikan  pada 2007. Sebagai organisasi yang induknya di Jawa ini,TBM ini menjalankan beberapa program literasi. Ada program Kejar baca,  yang bertujuan untuk meningkatkan minat baca lewat bercerita dengan membaca buku ( storytelling). Ada lagi Kejar cerdas yang merupakan kelompok belajar cerdas yang melibatkan orang tua yang punya anak umur 7 tahun ke bawah. 

Dalam program ini TBM ini mengajak orang tua untuk difasilitasi dengan cara membaca kreatif. Program ketiga adalah Kejar sehat, yakni kelompok belajar sehat untuk membangun kebiasan Sehat melalui kegiatan membaca buku. Ini adalah inisiatif lokal yang seharusnya mendapat perhatian pihak pemerintah. Karena biasanya, para inisiator yang sekaligus pegiat literasi ini bergerak dengan modal yang sangat miskin. Secara finansial boleh dikatakan sangat jauh dari cukup. Namun, karena idealism mereka bergerak dan terus bergerak. Wajar saja kalau masalah-masalah yang muncul saat diskusi, selalau saja terkendala dengan kurangnya bahan bacaan, terutama bacaan-bacaan untuk anak-anak.

Selain nama-nama tersebut di atas, juga ada Salman dari komunitas Cinta Baca, yang juga bergerak dengan panggilan nurani menyediakan bacaan gratis kepada masyarakat. Sementara aku sendiri, diundang oleh Pak Ahmad Arif, untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi singkat menjelang magrib tersebut. Maka, ketika mereka menyampaikan persoalan kekurangan bacaan, aku hanya bisa berbagi pengalaman. Kalau pun yang mampu aku lakukan adalah menggalang sumbangan atau hibah buku. 

Di samping itu, apa yang bisa akulakukan adalah berbagi majalah-majalah POTRET yang aku punya, serta majalah Anak Cerdas. Sebagai penerbit majalah POTRET dan majalah Anak Cerdas, aku meminta mereka datang ke kantor Redaksi POTRET dan Anak Cerdas di jalan Prof. Ali Hasyimi, Pango Raya, Banda Aceh. Kemudian untuk memperkaya koleksi bacaan di taman bacaan mereka, mereka aku sarankan untuk mencari alternatif bantuan bacaan untuk disebarkan ke taman bacaan yang ada di Aceh dari sumber-sumber lain di masyarakat.

Kehadiran para pegiat literasi sore itu di De Helsniki coffee shop merupakan kegiatan untuk membangun silaturahmi dan saling berkoordinasi dengan sesama inisiator atau pegiat litersasi yang kini tergabung dalam pustaka begerak PBI Aceh. Sejalan dengan semakin mudahnya komunikasi lewat whatsapp, maka mereka selama ini menggunakan WA untuk media komunikasi dan berdiskusi dan berbagi pengetahuan, pengalaman dan masalah yang mereka hadapi masing-masing.

Apa yang aku simak dari diskusi sore itu, aku menyimpulkan beberapa hal. Pertama, para inisiator atau pegial literasi ini membangun komunitas membaca lewat TBM, atau pojok baca merupakan inisiatif yang lahir atas keprihatinan terhadap rendahnya minat membaca di kalangan masyarakat dimana mereka berdomisili. Mereka terpanggil untuk melakukan hal-hal yang dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan minat membaca. Untuk itu, mereka dengan segala kemampuan yang ada berusaha  mencari bacaan-bacaan dari berbagai sumber yang mereka dapat. Kedua, para inisiator atau pegiat literasi ini adalah para relawan yang secara sukarela, tanpa mendapatkan gaji atau bayaran atau inisiatif yang mereka lakukan. 

Namun, tetapi peduli dan mau melakukan hal-hal positif dan konstrukstif membangun minat membaca di tengah masyarakat. Ke tiga, tergambar dari diskusi tersebut bahwa mereka adalah orang-orang yang peduli (care), mengetahui dan memiliki pengetahuan untuk menggorganisir diri dan sumber daya, serta memiliki kemauan yang tinggi untuk berbuat, walau secara finansial tidak memberikan keuntungan bagi mereka. 

Ke empat, para inisiator atau pegiat literasi ini, sebagai inisiator lokal yang merupakan para relawan yang kini semakin langka sejalan dengan semakin memudarnya sikap voluntirisme di tengah masyarakat kita. Padahal, dalam kondisi apapun, kita tetap membutuhkan relawan. Sayangnya kini semakin sulit kita dapat relawan yang dengan suka rela mengabdi dan melakukan aktivitas kerelawanan itu. Hal ini sesuai dengan apa yang sedang dihadapi oleh para pegiat literasi ini.

Selayaknya kita tumbuhkan kembali semangat kerelewanan di tengah masyarakat kita. Oleh sebab itu, ketika kita masih memiliki beberapa  inisiator, relawaan  yang salah satunya adalah sebagi pegiat literasi ini kita bantu.  Khusus untuk bidang literasi ini, sangat banyak cara yang bisa kita lakukan. Sesungguhnya, kita bisa membantu mereka, karena pada diri kita banyak sumber daya yang bisa kita bagikan.  Salah satu yang dapat kita lakukan adalah mengumpulkan buku-buku bacaan yang pernah kita beli untuk anak-anak kita, dimana buku-buku itu sudah habis dibaca dan tidak dibaca lagi, akan sangat bermanfaat bila dikumpulkan dan disumbangkan kepada para inisuator yang pegiat literasi ini. 

Mereka bisa menjadikan buku-buku yang sudah tidak kit abaca lagi itu menjadi terbaca. Ayo kita bantu mereka. Membantu mereka adalah membantu anak bangsa. Selain membantu mereka dengan sumber bacaan, kita juga busa berbagi rezeki untuk menyediakan fasilitas lain, seperti tempat yang bisa dihibahkan atau dipunjamkan. Bisa pula membantu pendanaan untuk biaya operasional. Sehingga bisa meringankan beban mereka. Sudah saatnya kita bangkit membangun literasi secara bersama-sama dengan para inisiator dan pegiat literasi ini. Kalau kita mau, semua pasti bisa. Mari kita mulai sekarang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun