Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selamatkan Anak dari Kejahatan Seksual

23 Juli 2018   23:27 Diperbarui: 23 Juli 2018   23:39 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Tabrani Yunis

 Hari ini, tanggal 23 Juli 2018. Pada tanggal ini, setiap tahunnya di Indonesia diperingati sebagai " Hari Anak Nasional" yang ditetapkan dengan keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 44 tahun 1984, tertanggal 19 Juli 1984. Dengan penetapan tanggal 23 Juli sebagai Hari Anak Nasional (HAN), maka sebagaimana lazimnya, tanggal itu dianggap sebagai tanggal penting untuk diperingatkan.

Pentingnya peringatan HAN tersebut, tentu bukan hanya sekadar selebrasi, seperti kita memperingati hari-hari penting lainnya yang setelah diperingati, ya selesai. Peringatan Hari Anak Nasional tentu menjadi sangat penting dan bukan sekadar selebrasi dengan mengadakan acara-acara yang membuat anak-anak senang bernyanyi, menari atau yang hanya menggembirakan anak sekejab.

Bukan pula sekadar membuat kemeriahan bagi anak-anak yang memang sudah terpenuhi hak-hak mereka,tetapi menjadikan Hari Anak Nasional ini sebagai hari yang bisa membangkitkan kesadaran semua orang, membangkitkan kepedulian semua orang, bangsa dan Negara, serta membangunkan kemauan semua orang, bangsa dan Negara untuk menjaga, merawat, melindungi anak-anak Indonesia agar tumbuh dan berkembang dengan baik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindingan Anak dan konvensi-konvensi lainnya.

Peringatan Hari Anak Nasional, menjadi penting bagi semua orang untuk melihat kembali apakah kita, orang tua, bangsa dan Negara selama ini sudah benar-benar berpartisipasi atau berperan serta dalam membina dan mengembangkan anak secara holistic, terpadu dan berkesinambungan.

Apakah kita selama ini sudah memenuhi semua hak-hak anak? Apakah kita selama ini sudah memberikan perlindungan  yang seringgi-tingginya kepada anak-anak Indonesia yang kita sebut sebagai penerus generasi bangsa? Sudahkah kesadaran kita, secara personal, orang tua, masyarakat dan pemerintah dan semua komponen bangsa untuk memenuhi hak-hak anak meningkat?

 Itu hanyalah beberapa pertanyaan reflektif bagi kita yang perlu kita pertanyakan dan perlu menjadi bahan renungan (kontemplasi), di hari Anak Anak Nasional. Tentu masih banyak pertanyaan reflektif lain yang harus kita jawab bersama, kalau kita benar-benar serius menjadikan momentum Hari Anak Nasional untuk memberikan perilindungan kepada anak-anak Indonesia yang kini terus dihadapkan dengan berbagai macam ancaman.

Ya, anak-anak kita sedang berhadapan dengan berbagai macam ancaman yang  merusak masa depan anak-anak Indonesia. Diakui atau tidak, sangat banyak anak Indonesia yang tidak mendapatkan hak-hak mereka, hak tumbuh dan berkembang, hak untuk mendapatkan perlindungan secara layak dan optimal, sebagai akibat dari berbagai kondisi seperti kebodohan, kemiskinan dan berbagai factor lain yang menghimpit. 

Anak-anak Indonesia masih terus dihadapkan dengan berbagai ancaman  abuse atau tindak kekerasan, kejahatan, penyiksaan, pengabaian, diskriminasi, eksploitasi, pornografi, pemakaian obat-obat terlarang dan sebagainya. Semua ini membutuhkan perhatian dan kesadaran kita untuk secara bersama-sama,menjaga dan melindungi anak dari segala bentuk kejahatan seperti disebutan di atas. Sesungguhnya, banyak fakta yang mengejutkan anak nasib anak-anak Indonesia di tengah kemajuan zaman dan peradaban ini.

Banyak fakta  mengejutkan yang kita dapatkan di lingkungan sekitar tempat tinggal kita, atau di tempat tentangga, di desa, kota dan kota-kota besar. Misalnya, kekerasan terhadap anak di rumah tangga yang kerap dilakukan oleh orang tua, abang atau adik. Beritagar edisi 27 Maret 2018 mengutip data dari KPAI yang mencatat telah terjadi 16 kasus kekerasan yang menyebabkan anak meninggal dunia dalam kurun waktu Januari-Maret 2018 dimana pelaku kekerasan terbanyak adalah ibu, selanjutnya adalah ayah tiri, ayah hingga pada pengasuh.  Sangat ironis bukan? 

Memang ironis. Itulah realitas kekininan. Tentu saja bukan hanya itu, sekolah juga ternyata masih belum menjadi tempat yang aman yang dapat melindungi anak-anak dari tindak kekerasan. Dikatakan demikian, karena tindak kekerasan terhadap anak di sekolah masih relative tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun