Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengkritik dan Penjilat

20 April 2018   00:17 Diperbarui: 20 April 2018   00:34 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh Tabrani Yunis

Salah satu konsekwensi orang- orang yang memiliki sikap kritis adalah mereka akan tidak sanggup melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Mereka  akan sangat peka dengan kondisi yang ada di sekitarnya, atau di mana saja mereka berada. Kepekaan itu sebenarnya karena ia peduli akan segala fenomena dan realitas yang dilihat dan dirasakan tidak baik atau tidak seperti seharusnya.

Mereka selalu akan mempertanyakan atau mengkritisi  fenomena atau realitas itu.  Karena seringnya mereka mengertik, mengkritisi yang bahkan menghujat orang lain, kelompok-kelompok kritis ini banyak tidak disukai orang, terutama pihak penguasa dan orang-orang yang berada di lingkaran kekuasaan tersebut. Biasanya, yang paling alergi dengan kritik tersebut adalah penjilat yang berada di dekat penguasa.

Penjilat-penjilat itu akan melihat orang kritis itu busuk dan lawan. Wajar saja, kalau yang mengritik sering dianggap nyinyir dan terlalu banyak mengurus sikap dan perilaku bosnya. Mereka bahkan sering berkata, kalau mau kritik yang membangun. Ya, membangun, tidak menjatuhkan.

Ya, namanya saja kritik, mengapa harus dituntut yang sifatnya membangun dan sebagainya? Mereka yang kritis bukan berarti harus merancang sendiri, memberi solusi. Mereka adalah orang-orang yang bisa membaca kelemahan dan kelebihan. Mereka bisa berkata, mengapa harus dituntut memberikan solusi? Mereka tidak punya kewajiban memberikan solusi, walau sering bersedia memberikannya.

Itulah hebatnya mereka  yang kritis itu, walau  tidak disukai atau dibenci karena kritik dan sikap kritisnya. Sehingga dalam struktur pemerintahan pun orang-orang kritis tidak diperlukan. Dalam kata lain, biasanya orang kritis itu tidak dipakai. Apalagi di kalangan penjilat penguasa, para pengeritik itu dinaggap sebagai duri dalam daging.

Tahukan, bagaimana duri dalam daging? Ya, begitulah yang kerap dihadapi orang-orang kritis. Namun, karena orang kritis ingin menyampaikan kebenaran, maka biasanya mereka yang kritis memang harus berani. Berani mengambil risiko, namun lebih rasional.  Biasanya, mereka yang kritis itu tidak mengejar jabatan dan tidak suka menjilat. Mereka sadar, jabatan itu amanah.

Para pengertik, selalu saja mencari ruang-ruang yang bisa digunakan sebagai media kritik. Bagi kritikus yang berlatar belakang seni, banyak menggunakan jalur seni untuk menyampaikan kritik. Jalur ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, sejalan dengan kamampuan dan kapasitas seni yang dimiliki.

Bagi kritikus yang memiliki latar belakang ilmu di bidang sastra, maka kritik- kritiknya akan disampaikan lewat karya sastra. Begitu pula para kritikus yang dilatar belakang dengan kapasitas yang berbeda. Jadi para kritikus itu ada dalam berbagai latar belakang ilmu serta strata lainnya. Namun, jumlahnya tentu tidak banyak, karena sangat ditentukan oleh frame pendidikan yang mereka lewati.

Untuk media menyampaikan kritik, sejalan dengan perkembangan zaman,  selama ini, jalur atau wadah untuk menyampaikan kritik terhadap fenomena dan realitas social yang terjadi di tengah-tengah masyarakat atau di puncak birokrasi, disampaikan lewat banyak media.

Seperti disebutkan di atas, dengan kemajuan teknologi  informasi dan komunikasi (TIK), hadirnya berbagai macam media social ( medsos) memberikan ruang yang sangat besar, bukan saja bagi para pengeritik media untuk menyampaikan aspirasi dan kritik semakin banyak dan sangat cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun