Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Jepangologi: Just The Two of Us

15 Juli 2023   10:00 Diperbarui: 15 Juli 2023   16:11 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Esai Foto: Jepangologi (Bagian 2/dokpri)

Saya menemukan CD (Compact Disc, bukan yang lain ya) koleksi lagu-lagu lama, saat bersih-bersih kamar yang agak berantakan. Ketika saya putar, ternyata lagu pertamanya adalah "Just the two of us", dinyanyikan oleh Grover Washington Jr. Lagu inilah yang memberi saya ide untuk seri ke-2 "Jepangologi" kali ini.

Bagi sebagian (besar) orang asing, masyarakat Jepang terutama pasangan yang berjalan sambil bergandeng tangan, mungkin dianggap suatu hal yang mustahil. Kita sering menganggap orang Jepang itu malu-malu (bukan malu-maluin lho).

Akan tetapi, ada juga lho pasangan Jepang yang bergandeng tangan. Jangankan di kota besar, di kota kecil seantero Jepang pun, jika Anda beruntung, maka bisa melihat kaum yang sedang kasmaran bergandeng tangan.

Baca juga: Jepang dan Sakura

Sebagai catatan, pasangan di lima foto yang saya akan ceritakan disini tidak bergandeng tangan ya. Sesuai judul, saya hanya ingin fokus pada "keberduaan" (alias kebersamaan) mereka saja.

Baiklah, saya mulai. Foto pertama menggambarkan sepasang kekasih, dimana sang pria sedang mengambil foto shidarezakura. Sementara sang wanita sedang mencari sesuatu di tasnya.


Shidarezakura no koi (dokpri)
Shidarezakura no koi (dokpri)

Saya sudah menulis banyak tentang sakura. Anda bisa membaca tulisan-tulisan saya nanti, kalau penasaran dengan kisah-kisah bunga sakura.

Bunga ini memang bisa dianggap sebagai bunga rakyat. Orang bisa dengan mudah menemukan pohonnya (kalau sudah musim sakura tentunya), kemudian menikmati baik sendirian maupun bersama-sama.

Biasanya sih (dan menurut pengalaman pribadi), bunga sakura memang asyik untuk dinikmati bersama dengan pasangan. Seperti tulisan saya di artikel lain, euforia menikmati sakura itu seperti pertemuan dengan cinta pertama.

Saya tidak tahu persis apakah pasangan pada foto sedang pacaran, atau sudah menjadi suami istri. Mereka terlihat berbicara agak lama di depan pohon shidarezakura. 

Entah apa yang mereka bicarakan. Dari mimik yang terlihat dari belakang dan gerakan tubuh, kelihatannya sih mereka membincangkan hal menarik.

Mungkin saja topik pembicaraannya tentang, dimana mereka mau makan malam nanti. Karena biasanya saat sakura bermekaran yang berarti musim semi, beberapa restoran mengeluarkan menu atau bahkan diskon khusus.

Dengan banyak bunga bermekaran terutama sakura, membuat orang riang gembira. Akibatnya, orang gampang melonggarkan ikatan kencang dompet. Dengan kata lain, orang tidak segan-segan untuk belanja atau makan di restoran.

Kita tinggalkan musim semi, dan mari bermain ke musim gugur. 

Foto kedua menggambarkan pasangan berjalan di jembatan, di kolam besar yang berada di area Japanese Garden. Saya mengunjunginya saat musim gugur.

Showa Kinen no Osanpo (dokpri)
Showa Kinen no Osanpo (dokpri)

Japanese Garden (meskipun di Jepang, namun inilah nama areanya) merupakan salah satu, dari berbagai tema lain di area Showa Memorial Park (selanjutnya saya tulis SMP). 

Di area taman sekitar 180 hektar, Anda bisa menemukan banyak kolam, berbagai macam jenis pohon, juga satwa liar (burung), tentunya juga bunga di berbagai musim.

SMP merupakan taman nasional, yang dibuat untuk memperingati tahun ke-50 naik takhtanya Kaisar era Showa (kakek dari Kaisar Naruhito yang baru saja berkunjung ke Indonesia).

Meskipun lokasi ini sangat menarik dinikmati setiap musim, namun musim gugur merupakan waktu favorit saya untuk pergi ke sana. Jika berminat, Anda bisa naik kereta chuo-line dari Shinjuku, dengan jarak tempuh sekitar 40 menit.

Jika suka olah raga, ada area untuk jogging dan bersepeda di sana. Sehingga kita bisa meminjam sepeda (berbayar) untuk berkeliling di taman yang luas.

Taman SMP memang cocok bagi pasangan yang ingin rileks. Sepeda tandem juga tersedia, sehingga tidak perlu khawatir kalau saat mengayuh sepeda pun, Anda mau berduaan terus dengan pasangan.

Di tengah-tengah area ada banyak pohon. Di sekitar (di bawah) pohon kita bisa menggelar tikar untuk sekadar beristirahat, sambil memakan bento dan minum teh.

Saat musim sakura, tempat ini menjadi lokasi favorit bagi warga Jepang dan orang asing. Saya sering main juga saat musim sakura, bersama mantan pacar, yang sekarang setia menemani kemanapun saya pergi. 

Sehabis lelah berkeliling, kami biasanya duduk. Sesekali rebahan dibawah rimbunnya pohon sakura, sambil menikmati makanan dan minuman.

Dari foto musim gugur, kita mundur ke musim panas. Foto selanjutnya saya ambil di daerah Chiba, saat menonton festival musim panas.

Omatsuri to Hatsukoi (dokpri)
Omatsuri to Hatsukoi (dokpri)

Chiba adalah kota satelit bagi Tokyo. Kedudukannya sama dengan Saitama, dan Kanagawa, yang sama-sama mempunyai daereah berbatasan dengan Tokyo.

Saya berkunjung untuk melihat festival musim panas beberapa tahun sebelum pandemi. Kalau Anda bertanya, apakah masih ada festivalnya tahun ini, maka saya perlu mengeceknya lagi. Alasannya, banyak festival (kegiatan) terhenti beberapa tahun belakangan.

Kita kembali ke foto. Anda bisa melihat sepasang remaja di sana. Sang gadis mengenakan pakaian khusus festival (disebut happi), dan mengenakan ikat kepala (dalam bahasa Jepang, hachimaki). 

Dia sepertinya habis mengusung omikoshi (portable shrine), dan sedang beristirahat bersama cem-ceman di sebelah kanannya, yang membawa bungkusan makanan.

Meskipun dahulu saat diadakan festival, wanita kebanyakan hanya menjadi penikmat saja, namun saat ini banyak juga wanita yang ikut serta meramaikan. 

Banyak wanita mengusung omikoshi, berkeringat dan meneriakkan yel-yel khas festival "washoi washoi!", bercampur dengan pria.

Kita kembali ke cerita dua remaja itu. Pasangan kelihatan masih malu-malu, sehingga mereka terus melihat ke arah kiri (area utama festival). Saya menduga, mungkin mereka takut ketahuan teman-temannya yang banyak berkumpul di sana.

Oh ya, mungkin agak diluar dugaan bagi Anda jika saya mengatakan rakyat Jepang suka keramaian seperti festival ini. Bisakah Anda menerka, apa alasan mereka menyukai festival?

Biasanya selain pertunjukan utama, di festival apa pun Anda bisa menemukan banyak gerobak atau warung tenda (yatai), yang menjual berbagai jenis makanan. 

Nah, orang Jepang itu sebagian besar penggemar kuliner. Jadi wajar saja warga Jepang gemar datang ke festival, karena selain untuk menikmati pertunjukan, mereka datang untuk mengenyangkan perut!

Saya juga begitu. Favorit setiap pergi ke festival adalah makan mi goreng (yakisoba) dan satai (yakitori). Untuk satai, saya menyukai daging yang hanya dibumbui garam saja. 

Soalnya, dagingnya sendiri sudah terasa fresh dan enak. Sehingga saya tidak mau "merusak" rasa, dengan mengulaskan kecap (tare).

Sebagai negara dengan empat musim, ada banyak festival baik kecil maupun besar, diadakan di seantero Jepang. Jika beruntung, Anda mungkin bisa menikmati salah satu festival saat datang ke Jepang nanti.

Foto berikutnya saya ambil di Taman Nasional Oze. Dua orang pada foto adalah suami istri, yang kebetulan kami bertemu sebelumnya.

Oze no hosomichi (dokpri)
Oze no hosomichi (dokpri)

Kenapa saya sampai "kenal" dengan kedua orang itu? Begini ceritanya.

Sudah lumrah bagi warga Jepang ketika jalan di area pegunungan, selalu mengucapkan "konnichiwa" saat berpapasan. 

Sepertinya selain sebagai ucapan salam, kebiasaan ini juga berguna misalnya ketika ada orang yang hilang. Ketika mengucap salam, biasanya saling memandang bukan? 

Jadi jika suatu waktu ada orang hilang saat mendaki atau berjalan di gunung, maka minimal kita bisa menjawab. Apakah pernah berpapasan (bertemu) dengan orang yang hilang itu ketika nanti disodori fotonya.

Jepang mempunyai banyak gunung (dan pegunungan) yang nyaman untuk pendakian, karena segala macam fasilitas sudah tersedia.

Misalnya saja visitor center, dimana kita bisa memperoleh secara gratis peta rute pendakian, informasi tempat istirahat dan informasi lain. 

Jalur pendakian juga umumnya sudah rapi dan beberapa dibuat tangga dari kayu, yang memudahkan orang untuk naik atau turun.

Memang ada keasyikan tersendiri saat mendaki gunung. Pengalaman saat mendaki Gunung Akadake di daerah Hokkaido, menikmati makanan curry dan secangkir kopi hangat (saya mendaki saat musim gugur sehingga suhu agak dingin), merupakan hal tak ternilai dan akan teringat sepanjang hayat.

Tidak terasa kita sampai pada foto terakhir tulisan kali ini.

Pasangan saya ambil fotonya, saat naik ke gunung (mungkin lebih cocok disebut dataran tinggi) Hakone Komagatake.

Kumo no ue no kuni (dokpri)
Kumo no ue no kuni (dokpri)

Lokasi berada di perbatasan antara Prefektur Kanagawa dan Yamanashi. Sehingga dari sini kita bisa melihat Teluk Sagami, Pantai Shonan, area Izu dan tentunya Gunung Fuji.

Di dekat area saya mengambil foto, ada bangunan kuil Hakone Motonomiya. Bukan suatu hal yang asing lagi kalau banyak kuil dibangun di sekitar gunung, atau bahkan di puncak gunung.

Alasannya, Jepang memang mempunyai kepercayaan sangaku-shinko. Artinya, mereka percaya ada sesuatu yang supernatural menghuni gunung.

Sebenarnya bukan gunung saja, melaikan juga pohon, gua, binatang dan benda atau makhluk lain. Karena Jepang menganut faham di segala ciptaan ada penghuninya, filosofi yang biasa dikenal sebagai yaorozu-no-kami.

Berlainan dengan foto sebelumnya (foto dua orang di Taman Oze) dimana kabut menyelimuti tubuh, di Hakone Komagatake keberadaan awan terpisah. Bahkan ada juga awan di bawah kita, sehingga orang bisa merasa seperti di negeri atas awan.

Mungkin bagi penggemar film Studio Ghibli, Anda pasti sudah tidak asing lagi dengan pulau yang melayang di atas awan. Jika belum pernah menyaksikan, sila menonton anime "Tenkuu no Shiro Laputa", atau dalam bahasa Inggris "Laputa Castle in the Sky".

Rasa seperti di Laputa itulah yang saya rasakan ketika berkunjung ke sana. Anda juga bisa merasakannya, jika ada kesempatan mengunjunginya.

Saya ingin menyudahi cerita dengan satu peribahasa Jepang yang berhubungan dengan berduaan. Bunyinya "hitori-guchi wa kuenu ga, futari guchi wa kueru". 

Artinya, meskipun saat masih single penghasilan tidak mencukupi, namun kalau sudah berpasangan pasti cukup untuk kehidupan berdua.

Selamat berakhir pekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun