Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"No Time To Die", Katarsis Daniel Craig dan Saya

30 Oktober 2021   08:00 Diperbarui: 29 Maret 2022   13:00 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daniel Craig (Tristan Fewings/Getty Images via udiscovermusic.jp)

"Martini, shaken not stirred."

Penggemar James Bond (selanjutnya saya tulis JB) tentu tidak asing dengan ucapan ini.

Saya belum pernah minum koktail martini, yang merupakan campuran antara gin (atau vodka), vermouth, dan bahan lain. Sehingga tidak bisa membayangkan bagaimana perbedaan rasa antara martini yang dibuat dengan cara dikocok dan diaduk.

Kalau menganalogikan dengan makanan Indonesia, perbedaannya mungkin mirip dengan cara makan bubur dicampur atau tidak. Bagi saya sih, tidak ada perbedaan rasa ketika makan bubur dicampur atau tidak. Saya kadang makan bubur dicampur ketika terburu-buru, atau tidak dicampur saat makan bubur dengan santik (santai dan "cantik").

Bulan Oktober ini keadaan darurat di Tokyo serta beberapa daerah lain berakhir. Bersamaan dengan itu, tempat hiburan yang dapat menampung banyak penonton dalam ruangan tertutup akhirnya dibuka kembali. Akhirnya minggu lalu saya bisa menonton film JB terbaru No Time To Die (NTTD) di bioskop Wald9, tempat favorit jika ingin menonton di Shinjuku.


Meskipun penonton tetap harus mengenakan masker di dalam bioskop (kecuali saat makan popcorn atau minum), namun tidak sia-sia penantian selama 18 bulan, sejak film ini diumumkan akan diputar perdana pada bulan April tahun 2020.

Tentu tidak perlu diceritakan lagi bahwa saya sangat menikmati film ke-25 serial 007 tersebut. Ini merupakan film terakhir Daniel Craig dalam kariernya memerankan tokoh JB selama 15 tahun. 

Bond Girl (screenrant.com)
Bond Girl (screenrant.com)
Ketika berbicara film-film JB, ada banyak hal yang dapat kita bahas. 

Misalnya Anda bisa berbicara tentang Bond girl, yang merupakan salah satu magnet kuat film JB. Sebut saja nama Lea Seydoux, Monica Bellucci, Halle Berry, dan masih banyak lagi nama lain. 

Sedikit bocoran ya, saya tidak mempunyai favorit Bond girl. Alasannya karena sudah terlanjur kesengsem dengan Kate Beckinsale, yang membintangi Pearl Harbor, Van Helsing dan sequel Underworld.

Selain Bond girl, pemandangan alam juga menarik untuk dibahas. Penonton dapat menikmati berbagai suasana menakjubkan, seiring dengan perjalanan JB ke berbagai belahan dunia. Pada film No Time To Die, JB memulai perjalanan dari Jamaika, lalu pergi ke Italia, Norwegia, Inggris, dan bahkan ke Atlantik.

Kita "disuguhi" pemandangan apik sebagai pembuka, saat Safin berjalan di sela pepohonan yang dihiasi salju tebal di sekeliling, dengan sudut pengambilan kamera dari atas. 

Linus Sandgren memang mahir menempatkan subjek utama dan pendukung pada frame pembuka. Sehingga penonton paling tidak bisa sedikit memahami apa yang ingin disampaikan, merasakan pergolakan suasana batin sang tokoh jahat, sekaligus memuaskan mata penonton. Bahasa keren anak zaman now penghobi fotografi, point of interest-nya kena.

Mobil sebagai "penyedap" film JB  juga menarik untuk menjadi bahasan. Tentu bukan sembarang mobil, karena kebanyakan film JB selalu menggunakan mobil yang bukan hanya canggih, tapi bentuknya pun mempunyai nilai seni tinggi. Pada film No Time To Die, sebut saja Aston Martin BB5, DBS Superleggera, Jaguar XF, Land Rover Defender dan sebagainya.

Kali ini saya tidak ingin membahas hal-hal tersebut. Pokok bahasan saya batasi pada film JB khususnya No Time To Die dari 3 sudut, yaitu teknologi, musik, dan Jepang.

Saya mulai dari teknologi. Pada setiap film JB, kita bisa melihat bermacam alat buatan Q, serta berbagai macam kecanggihan teknologi lain.

Pada film lawas The Spy Who Loved Me yang dirilis tahun 1977, mobil Lotus Esprit versi JB mampu menyelam dalam air. Tomorrow Never Dies yang dirilis tahun 1997 memperlihatkan adegan ponsel Ericsson digunakan sebagai alat pindai sidik jari, stun gun, bahkan untuk mengontrol mobil BMW dari jarak jauh!

Folding Glider di NTTD (screenrant.com)
Folding Glider di NTTD (screenrant.com)
Mungkin glider yang Anda tahu sebelum menonton film No Time To Die, hanya dapat digunakan di udara dan sayapnya pasti permanen. Akan tetapi setelah menontonnya, Anda pasti tahu bahwa ternyata glider mempunyai sayap yang bisa dilipat dan mengembang di udara, malahan mampu masuk ke dalam laut dan bergerak seperti kapal selam.

Senjata rebutan pada film ke-5 Daniel Craig adalah virus yang bisa diprogram berdasarkan gen (DNA). Cara kerjanya dengan menyebarkan nano-bot (robot berukuran nano, yaitu ukuran sepermiliar meter) melalui kontak fisik, kemudian masuk ke dalam tubuh lawan.

Harap diingat bahwa teknologi yang ditampilkan pada film JB semuanya adalah fiksi belaka. Akan tetapi, dasar dari fiksi itu adalah hal nyata. 

Anda pasti tahu bahwa gen dan nano-bot adalah dua teknologi populer saat ini, terutama berhubungan dengan dunia kesehatan. Apakah Anda pernah membaca bahwa gen, saat ini dapat diedit? Atau mungkin pernah membaca berita perihal penelitian dan pengembangan nano-bot dengan tujuan memelihara sel (jaringan) untuk menjaga kesehatan?

Kendati kebanyakan teknologi yang disajikan adalah fiksi, kita bisa ambil sisi positifnya. Yaitu meskipun ada keterbatasan (sesuatu yang kelihatannya sulit terwujud), namun orang harus percaya bahwa dengan usaha giat, apapun impian kita pasti tercapai atau terlaksana.

Berikutnya, mari kita masuk pada bahasan tentang musik. Melalui berita di berbagai macam media, kita tahu bahwa menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi musisi atau komposer lagu, ketika mereka bisa terpilih untuk menyanyikan lagu tema film JB.

Billie Eilish mengatakan hal sama ketika dia terpilih membawakan lagu tema film No Time To Die. Finneas, produser dan kakak kandung Eilish mengatakan, menulis lagu untuk film JB merupakan impiannya. 

Sebagai catatan, lagu Billie Eilish menyabet piala Grammy ke-63, untuk kategori lagu terbaik media visual. Kalau kita simak prestasi lagu tema JB lain, Skyfall yang dinyanyikan oleh Adele, merupakan lagu tema film JB pertama yang bisa menyabet penghargaan piala Oscar untuk kategori lagu orisinal terbaik.

Musisi tenar dan pasti Anda kenal seperti Paul McCartney pernah menyanyi untuk film Live and Let Die. Jika Anda penggemar Guns N' Roses, tentu tahu bahwa mereka pernah menyanyikan lagu sama.

Tina Turner, diva yang mempunyai karakter suara khas membawakan lagu tema film Golden Eye. Meskipun menurut pendapat pribadi, kalau ukuran kualitas suara, masih lebih yahud Shirley Bassey yang bernyanyi untuk film Golden Finger.

Duran-Duran, idola saya saat masih unyu-unyu, juga pernah menyanyikan lagu tema film A View To A Kill. Vokalisnya, punya nama mirip dengan JB yaitu Simon Le Bon (anggap saja Bond mirip dengan Bon, asal jangan samakan dengan Lem ai-Bon). 

Garbage yang merupakan grup campuran Skotlandia dan Amerika, menyanyi untuk film The World is Not Enough.

Membicarakan musik pada film JB adalah sesuatu yang menyenangkan dan tidak akan ada habisnya. Musisi pun untung karena lagu mereka pasti akan mudah diingat, dan jalan menuju gerbang lebih populer terbuka lebar.

Terakhir, film JB kali ini banyak menyajikan hal-hal yang berkaitan dengan Jepang. Saya tidak tahu apakah karena Cary Joji Fukunaga, sang sutradara adalah keturunan orang Jepang generasi ke-3?

Hubungan dengan Jepang langsung dapat kita lihat pada adegan pembuka. Safin memakai topeng yang biasa dipakai oleh pemain Noh. Pergelaran Noh merupakan budaya klasik Jepang yang memadukan lagu, tari dan ada ceritanya (drama). Noh biasanya dimainkan di teater Noh yang dalam bahasa Jepang disebut nou-butai.

Topeng memang alat terbaik untuk menutupi emosi dan perasaan orang yang mengenakan. Pemilihan topeng Noh merupakan pilihan tepat, karena meskipun topeng yang dipakai sama, ekspresi kelihatan berbeda jika Anda melihat dari sudut berbeda.

Dengan memakai topeng Noh, ada banyak ekspresi yang bisa kita lihat. Dari satu sisi, kita tidak tahu keadaan batinnya. Namun jika kita lihat dari sisi lain, sang tokoh jahat bisa terlihat agresif. Meskipun begitu, penonton tidak mampu melihat apa motif Safin sebenarnya.

Pergolakan berbagai macam suasana ini bisa direpresentasikan dengan mudah, hanya dengan sebuah topeng Noh.

Safin memakai topeng Noh (007.com)
Safin memakai topeng Noh (007.com)
Jika kita tilik lebih dalam lagi, ternyata lebih mengerikan. Alasannya, dengan topeng Noh yang sama, kejahatan Safin seperti senyap. Dia berlaku seperti tuhan tidak kelihatan, menyelinap melalui kulit ke dalam tubuh, persis seperti geno-programmed virus yang menjadi senjata ampuh pada film NTTD.

Hal-hal yang berbau Jepang lainnya adalah tatami yang dipakai sebagai alas ruangan, tempat Bond bertemu dengan Safin yang menyandera Mathilde. Lalu ada alas duduk yang bernama zabuton. 

Penonton dapat menikmati taman corak Jepang, lengkap dengan aliran air yang dilambangkan dengan batu putih kecil-kecil (kare-nagare) yang bercorak uneri (aliran berkelok)

Film JB lain yang berhubungan dengan Jepang juga ada, namun tidak akan saya bahas. Daniel Craig sendiri, sudah tidak asing lagi dengan Jepang, karena salah satu lokasi shooting Skyfall adalah di pulau Hashima (atau Gunkanjima) di pantai Nagasaki.

Itu tiga hal yang saya mau bahas tentang No Time To Die. Kalau perihal jalan cerita serta pembahasan hal-hal lain dari film, sila Anda baca pada tulisan kompasianer lainnya.

Sebagai penutup, saya ingin mengatakan bahwa film No Time To Die ini adalah katarsis, bagi Daniel Craig dan terutama bagi saya. 

Apa alasannya? 

Selama pandemi Covid-19, kehidupan dan terutama ruang gerak masyarakat amat terbatas. Protokol kesehatan harus dilaksanakan dengan disiplin tinggi. Saya pun harus rela "terpenjara" di rumah.

Akan tetapi saya merasakan kelegaan secara emosional ketika menonton No Time To Die minggu lalu. Saya juga mengalami sedikit euforia karena akhirnya bisa bepergian, melihat dan bertemu dengan banyak orang, baik dalam perjalanan maupun di bioskop. 

Saya kira, Daniel juga mengalami hal sama. Kalau kita ingat, pertama kali dia terpilih sebagai pengganti Pierce Brosnan, ada ejekan dari masyarakat penggemar JB. Saya kira, dia juga merasa gundah saat pertama kali berperan sebagai Bond.

Meskipun begitu, seperti kita bisa saksikan pada film terakhirnya, dia bisa bermain total mengekspresikan semua kemampuannya. Daniel menunjukkan kapasitasnya, sekaligus membuktikan bahwa dia memang layak menjadi James Bond. Saya yakin dia pasti merasa lega, baik secara fisik maupun emosional saat ini, setelah menunaikan tugasnya sebagai agen 007.

Sebagai penutup, saya ingin menuliskan kembali kutipan yang dibacakan oleh Ralph Finnes, pemeran tokoh M pada bagian akhir No Time To Die, saat mengenang Bond. Kutipan ini saya pikir pas sekali dengan keadaan yang kita alami sekarang.

Bunyinya, manusia itu bukan sekadar ada. Fungsi yang lebih tepat adalah untuk hidup. Sehingga jangan menyia-nyiakan waktu untuk mencoba memperpanjang keberadaan (umur). Gunakanlah waktu yang ada sebaik-baiknya.

The proper function of man is to live, not to exist. I shall not waste my days in trying to prolong them. I shall use my time.

Jack London (penulis dan jurnalis Amerika)

Selamat berakhir pekan.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun