Mohon tunggu...
Lupin TheThird
Lupin TheThird Mohon Tunggu... Seniman - ヘタレエンジニア

A Masterless Samurai -- The origin of Amakusa Shiro (https://www.kompasiana.com/dancingsushi)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tentang Kebijakan Ekspor Jepang ke Korea Selatan, dan Pelajaran yang Bisa Kita Ambil

7 Juli 2019   22:32 Diperbarui: 8 Juli 2019   10:39 1199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abe Shinzo dan Moon Jae-in di G20 (https://biz-journal.jp)

Selama saya baca dari koran cetak maupun Internet, masyarakat Jepang tampaknya adem ayem saja tentang kebijakan ini. Dalam kehidupan sehari-hari pun, tidak ada teman yang membicarakan hal ini setelah tanggal 4 Juli sampai dengan saat ini, misalnya ketika kami makan siang bersama. 

Walaupun tampaknya, media dan supermarket di Korea sudah bereaksi, misalnya  menolak menjual barang buatan Jepang. Bahkan Netizen Korea ada juga yang menyerukan untuk memboikot produk buatan Jepang, dan ajakan untuk tidak mengunjungi Jepang.

Pelajaran pertama yang bisa kita ambil adalah, agar kita bisa memahami segala macam peristiwa, dengan kepala yang dingin. Sehingga kita bisa mengerti dan memahami peristiwa itu secara tepat dan benar. Janganlah energi terbuang dengan percuma, misalnya ribut-ribut ("perang") di Internet dengan menggunakan media sosial, tanpa dasar yang jelas. Yang tentunya bisa berakibat suasana menjadi semakin ruwet dan "panas".

Kemudian pelajaran yang kedua adalah, tidak mencampuradukkan berbagai macam urusan dan kepentingan untuk mengambil kebijakan (yang belum tentu tepat guna).

Contohnya Amerika pernah menggunakan sentimen keamanan negara untuk memutuskan kebijakan menaikkan tarif impor logam dari Jepang. Tiongkok juga pernah menggunakannya isu politik yang berhubungan dengan sengketa pulau Senkaku, ketika menghentikan ekspor rare earth ke Jepang. 

Tentunya kebijakan mencampur aduk berbagai kepentingan bukanlah keputusan yang bijak (walaupun ada kata "bijak" pada kata kebijakan). Apalagi jika digunakan untuk hubungan bilateral dengan negara lain. 

Meskipun, hal ini bukan hanya untuk hubungan bilateral antar negara saja. Mencampuradukkan berbagai macam kepentingan dalam satu negara pun, misalnya menggunakan sentimen agama untuk kepentingan politik, juga bukan merupakan langkah yang bijak.

Mulai sekarang, perlu bagi semua komponen masyarakat dan bangsa (masyarakat, media, politikus, anggota partai, simpatisan, semuanya) untuk fokus hanya pada satu hal. Yaitu mementingkan kepentingan bersama dan memikirkan hendak bagaimana dan mau dibentuk seperti apa negara kita ini di masa datang. 

Sebab, mencampuradukkan segala macam urusan untuk memuaskan suatu kepentingan (tertentu) bukanlah suatu keputusan atau strategi yang (sekali lagi) bijak. 

Semoga saja kita semua bisa mewujudkan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun