Mohon tunggu...
Syibbli Zainbrin
Syibbli Zainbrin Mohon Tunggu... -

Psychology, Yarsi University https://www.youtube.com/channel/UCdyw0QB70mdgmwrGBjXJz1A http://syibblizainbrin.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Demam "Moderen dan Dewasa" pada Anak-Anak

9 November 2012   04:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:43 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demam dewasa dan demam moderen yang penulis maksudkan adalah ketidak cintaan anak-anak pada hal-hal berbau kanak-kanak dan anak-anak yang kehilangan permainan kanak-kanak. Banyak anak-anak yang ditemui bahkan tidak mengetahui lagu anak-anak dan malah membuat lagu dewasa dengan lirik yang dewasa menjadi favorit mereka. Hal ini sangat merugikan, mengapa ? Indonesia dulunya sangat kaya akan model kanak-kanak dan koleksi musik anak-anak, bahkan mainan tradisional untuk anak-anak dulunya sangat beragam dan jelas terlihat menjadi favorit anak-anak. Namun akibat dari kemunculan permainan moderen yang sangat didukung oleh orang tua, maka mainan tradisional-pun perlahan-lahan tersingkir.  Ditambah lagi lagu-lagu zaman sekarang yang sangat memperlihatkan perjalanan hidup masa dewasa. Bukan cuma itu bahkan lagu-lagu tersebut dibawakan dan dipopulerkan langsung oleh anak-anak, sehingga model anak-anak yang harusnya merepresentasikan masa kanak-kanak malah tidak sama sekali memperlihatkan masa kanak-kanak melainkan masa dewasa. Peran media massa sangat bermain disini, yang penulis ingin tanyakan adalah mengapa media massa sangat mendukung "kekurang benaran" ini ?

Orang tua pastinya memegang peran penting bagi anak-anaknya.  Apa susahnya turut serta untuk melestarikan budaya bermain anak-anak indonesia. Yang mesti dilakukan hanya memberikan mainan tradisional, bukannya mendukung dengan memberikan permainan yang membuat malas untuk bergerak seperti "playstation" atau bahkan "Tablet". Lebih parahnya, Blackberry bahakan diberikan kepada anak mereka yang masih SD. Sebagai orang tua buanglah rasa gengsi pribadi, dan tingkatkan rasa bangga untuk berbeda dan tidak ikut-ikutan teknologi pada anak. Mainan anak-anak tradisional sangat banyak yang mengajarkan kerja sama dan aktifitas tubuh, bukannya hanya berdiam diri di depan layar dan cuma menggerakkan jari. Penulis hanya berusaha membuka paradigma kita yang mulai terbelenggu sebelum benar benar dibelenggu.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun