Ikan Depik (Rasbora tawarensis), spesies endemik Danau Laut Tawar yang menjadi kebanggaan masyarakat Gayo, kini menghadapi ancaman kepunahan. Ikan kecil berwarna perak mengilap ini dulunya mudah ditemukan di danau kebanggaan warga Aceh Tengah, namun kini semakin sulit dijumpai, baik di perairan maupun di pasar-pasar tradisional.
Depik bukan sekadar ikan biasa. Kehadirannya sudah menjadi bagian penting dalam identitas budaya dan kuliner masyarakat Gayo. Ikan ini menjadi sajian khas dalam berbagai acara, termasuk perayaan keluarga, hajatan adat, hingga jamuan kehormatan bagi tamu penting. Cita rasanya yang gurih dan teksturnya yang lembut membuatnya digemari tidak hanya oleh masyarakat lokal, tetapi juga para wisatawan yang berkunjung ke Takengon.
Namun di balik pamornya sebagai ikon kuliner, Depik kini berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Sejumlah nelayan di sekitar Danau Laut Tawar mulai merasakan penurunan drastis dalam hasil tangkapan mereka selama beberapa tahun terakhir. Bahkan, di beberapa pasar tradisional seperti Pasar Paya Ilang dan Pasar Inpres Takengon, ikan Depik kini nyaris tak terlihat dijual.
Hasil tangkapan yang dulunya melimpah kini jauh menurun, baik dari segi jumlah maupun ukuran. Ikan Depik yang ditangkap kini lebih kecil dan tidak sebanyak sebelumnya. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat yang telah lama menjadikan Depik sebagai sumber penghidupan dan kebanggaan kuliner.
Penyebab utama kelangkaan Depik diyakini berasal dari kerusakan ekosistem Danau Laut Tawar. Limbah rumah tangga, pertanian, serta aktivitas penebangan vegetasi di sekitar kawasan danau turut memperburuk kualitas lingkungan. Air danau yang dulunya jernih kini mulai menunjukkan tanda-tanda pencemaran, yang berdampak langsung terhadap habitat alami ikan Depik.
Diperkirakan, Depik hanya mampu bertahan hidup dan berkembang biak di perairan yang bersih dan stabil secara ekologis. Gangguan terhadap kualitas air secara langsung mengancam kelangsungan hidup spesies ini.
Melihat kondisi ini, masyarakat dan berbagai pihak mulai mendorong perlunya langkah nyata dari pemerintah daerah dan komunitas lingkungan. Usulan yang berkembang di antaranya adalah pembatasan penangkapan ikan Depik pada musim pemijahan, edukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebersihan danau, serta upaya rehabilitasi lingkungan dengan menanam kembali vegetasi di sekitar daerah tangkapan air.
Sementara itu, harga ikan Depik yang terus naik di pasaran menjadi sinyal kelangkaan yang tak terbantahkan. Kini, satu bambu ikan Depik -- ukuran tradisional dalam penjualan -- bisa mencapai harga Rp 240.000, nilai yang terbilang tinggi untuk jenis ikan berukuran kecil.
Meski begitu, kuliner berbahan dasar ikan Depik tetap menjadi daya tarik utama wisata kuliner di Aceh Tengah. Olahan khas seperti Depik goreng, pepes Depik, Masam Jing Depik, hingga Dedah Depik, masih menjadi menu favorit yang selalu diburu wisatawan yang datang ke Takengon.
Bagi masyarakat Gayo, Depik bukan hanya soal rasa dan tradisi, tapi juga warisan identitas dan ekosistem. Harapan besar tertuju pada berbagai upaya pelestarian agar ikan ini tetap bisa dinikmati oleh generasi yang akan datang. Karena menyelamatkan Depik, berarti menyelamatkan Danau Laut Tawar dan budaya Gayo secara keseluruhan.