Mohon tunggu...
Syivaun Nadhiroh
Syivaun Nadhiroh Mohon Tunggu... Wiraswasta - IRT sekaligus Mahasiswi Magister Pendidikan Islam UIN MALIKI Malang

Menjadi Manusia yang mengerti akan makna kehidupan dengan Antusias, Semangat, Smart, Kreatif dan Inovatif. Semoga Sukses dan Berkah, amiin... SEMANGAT-SEMANGAT.....

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Guru Itu, Siapa..?

8 Januari 2016   17:45 Diperbarui: 8 Januari 2016   17:51 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbincangan pagi ini sedikit menarik ditengah panasnya kota Jombang, tentang guru. Berbicara tentang guru sudah pasti banyak sekali definisi yang ada padanya. Guru pada zaman dulu, zaman peradaban Islam yang baru pertama kali dibawa oleh Rasulullah sangat berbeda dengan sekarang, jauh bahkan sangat jauh perbedaannya. Kenapa demikian?, mari menengok sedikit tentang sejarah Rasulullah yang menjadikan guru tidak sekedar mentransfer ilmu yang dimilikinya. Guru juga harus memperhatikan akhlak dan moral yang ada pada muridnya, jika aspek akhlak sangat diunggulkan maka dengan pasti pemahaman materi akan lebih cepat diterimanya. Sehingga banyak yang berhasil menjadi tokoh-tokoh dunia sampai menjadi rujukan bagi para ilmuwan zaman sekarang.

Sedangkan, saat ini di era yang sangat maju dengan tekhnologi yang tidak pernah berhenti untuk terus-menerus berlomba dan bersaing di kancah dunia internasioanl. Banyak teori-teori baru yang malah tidak menjadikan guru itu untuk lebih maju dan berkembang. Seringnya mereka lebih menonjolkan kecerdasan atau kognitif muridnya saja, mungkin hanya sebagian kecil sekolah atau madrasah yang sadar akan kepentingan moral yang begitu penting saat ini. Sehingga moral pada masa kini sangat dibilang memprihatinkan, banyak yang pintar dan cerdas tapi suka mencuri, memakan harta yang bukan miliknya, tukang pembohong, pergaulan bebas merajalela bahkan anak-anak kecil sudah banyak yang terjerat narkoba atau kejahatan yang lainnya. Ini salah siapa?, gurukah?, orang tuakah?, muridkah?, sekolahankah? Atau pemerintahkah?.

Sebenarnya pembicaraan pagi ini intinya adalah guru itu siapa?, yang hanya memberi ilmu saja, atau akhlak saja, atau memintarkan yang sudah pintar atau yang belum bisa menjadi luar biasa, atau hanya sekedar mengajar saja tanpa memperhatikan siswa itu bisa atau tidak. Kebanyakan dari kebiasaan guru di sekolah-sekolah elit, lebih suka menerima murid yang sudah mempunyai kompetensi dan kecerdasan lebih di mata pelajaran, bukankah demikian?, mereka telah melakukan seleksi ketat dari ujian tulis, ujian interview dan lainnya. Yang dengan alasan “ini sekolah sudah menjadi go Internasional, sehingga siswa yang masukpun juga bukan siswa yang biasa, harus diseleksi”, ada juga “sekolah ini bukan sekolah yang biasa, sekolah ini hanya menerima bibit-bibit unggul yang harus melewati tes dan ujian seleksi”. Dan masih banyak lagi alasan-alasan lainnya.

Alasan itu menjadi lebih kuat ketika pemerintah akan memberi bantuan yang besar kepada sekolah yang memiliki siswa dengan nilai paling tertinggi. Bahkan pemerintah kadang masih menunggu rakyat berteriak di telinganya, baru mereka akan mau memberi bantuannya. Tapi juga tidak menyalahkan pemerintah, karena mungkin mereka sibuk dengan urusan-urusan negara lainnya. Kembali kepada guru di sekolah elit, jika melihat alasan-alasan seperti itu maka sudah jelas, mereka kehilangan eksistensi pendidikan yang sesungguhnya, yaitu menjadikan anak menjadi manusia yang sempurna atau insanul kamil. Mereka lebih memilih anak-anak yang memiliki kecerdasan lebih untuk diterima disekolah mereka.

Sehingga mereka tidak menjadikan yang biasa menjadi luar biasa melainkan yang luar biasa di luar biasakan kembali. Sebenarnya juga bukan tidak baik tujuan demikian, tapi guru yang luar biasa itu mampu menjadikan dan mengantarkan siswa atau murid yang biasa menjadi luar biasa. Bukankah begitu?, sehingga mereka tidak melihat hasil tapi proses yang dilaluinya menuju sebuah kesuksesan. Jika guru lebih mementingkan kecerdasan siswa yang tanpa mengimbanginya dengan moral atau akhlak maka hal demikian akan menjadikan guru lebih materialistik, lebih kepada balasan apa yang akan diterimanya.

Dan siapakan guru itu yang mampu menjadikan manusia yang biasa menjadi luar biasa?, yaitu setiap orang yang mengerahkan seluruh kemampuan dan kekuatannya untuk membangun dan memajukan sebuah pendidikan dengan hati tulus dan ikhlas. Sehingga mau tidak mau mereka akan melihat apa yang telah dilaluinya untuk kemajuan pendidikan saat ini.

 

“Oh guru, betapa mulianya dirimu memberi ilmu yang telah engkau miliki demi mencetak generasi emas yang akan menghadirkan generasi emas selanjutnya, semoga apa yang selama ini engkau berikan dapat bermanfaat dan barokah bagi kami, muridmu”

amiin...

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun