Malam itu, kami bercerita. Kami tertawa, kami juga menghela napas. Setelah wisuda, bagaimana ya?
Setelah belajar sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi, 4 tahun lamanya. Akhirnya sejak Agustus 2025 saya resmi mempunyai gelar sarjana dan saya berhasil wisuda dengan predikat memuaskan. Malam hari sebelum saya kembali ke kota asal, saya dan teman-teman bertemu. Kami bertemu dan berbagi pemikiran kami akan masa depan. Dari pembicaraan kami, ada pertanyaan 'setelah wisuda, bagaimana ya?'.
Tentu, pertanyaan itu juga ada dalam pikiran saya. Pertanyaan itu juga ada dalam pikiran teman-teman saya. Pertanyaan itu jadi topik yang menarik untuk dibahas bagi kami. Setelah lama membahas tentang itu, kami jadi pusing dan merasa topik ini terlalu berat. Pembicaraan dibarengi dengan candaan dan helaan napas, sadar karena kami sudah dewasa sekarang.
Menurut saya, dunia orang dewasa itu dunia yang luas. Saya, kamu, kita semua punya kebebasan tentang apa yang hendak dilakukan. Bagi saya, itu terdengar menyenangkan tapi juga menakutkan. Orang seperti saya yang terbiasa melakukan sesuatu yang sudah direncanakan dan cenderung monoton, tiba-tiba dihadapkan pada sesuatu yang tidak pasti. Di sisi lain, saya merasa bebas melakukan apapun yang saya mau, tidak seperti saat sekolah.
Tepat setelah melaksanakan Ujian Pendadaran, saya mulai berpikir 'apa yang saya cari ya?'. Pertanyaan tersebut terus berkembang menjadi besar.
'apa yang saya sukai ya?'
'apa yang hendak saya lakukan ya?'
'apa saya akan kerja di bidang kehutanan?'
'apa saya ganti bidang saja?'
Rasanya pertanyaan-pertanyaan itu membuat saya bingung tapi saya tak merasa terganggu, karena bagi saya itu adalah tanda saya berproses.
Suatu hari, ada juga pertanyaan 'arahnya kemana ya?'. Bagi saya, masa yang sedang saya hadapi sekarang adalah tahap dewasa awal. Sekarang, saya punya kendali penuh terhadap hidup saya. Kekurangannya saya harus bisa menentukan semua sendiri, saya harus menanggung semua sendiri. Kelebihannya saya punya kebebasan seluas mungkin.
Sebenarnya, ada teman saya yang bercerita, pikirannya kemana-mana sejak kembali ke kota asal. Ia takut tak bisa mendapat pekerjaan. Ia takut menjadi beban orang tua. Ya, pikiran semacam itulah. Tak bisa dipungkiri, saya juga merasakan hal yang sama. Belum lagi, teman SMA yang masa depannya sudah terarah, teman-teman Jobseeker lain yang sudah sering lolos CV, teman-teman satu angkatan yang sudah punya pekerjaan, semuanya terasa seperti berlari ke arah yang sudah jelas.
Tentu saja berat. Pelan-pelan, saya belajar. Belajar selalu berpikir positif, bahwa Tuhan itu sudah mengatur yang terbaik bagi hamba-Nya. Intinya, pada momen ini saya hendak berserah diri pada Tuhan (tentu dibarengi dengan tetap berusaha sebaik mungkin dan berdoa). Saya juga tidak mau menghabiskan tenaga untuk sesuatu yang sia-sia, jadi saya gunakan tenaga saya untuk mengatur strategi. Saya pasang target berapa loker yang harus saya lamar dalam sehari, saya juga membuat semacam pencatatan lowongan kerja yang sudah saya lamar. Tak hanya sibuk lamar lowongan kerja, saya juga membuat agenda kegiatan sehari-hari yang berisi kegiatan produktif.
Biasanya, setidaknya saya melamar satu lowongan pekerjaan setiap harinya. Selain itu, saya akan coba cari lowongan kerja lain. Saya juga akan melakukan kegiatan produktif lain, seperti mengerjakan buku psikotes, membaca buku, menulis blog, menggambar dan mewarnai, bermain dengan clay. Selain itu, saya juga memanfaatkan waktu saya sekarang untuk keluarga saya, terutama orang tua. Saya tidak tau apakah akan bekerja dekat dengan rumah atau merantau lagi, jadi sekarang adalah waktu yang tepat untuk saya menghabiskan waktu bersama orang tua saya.
Kegiatan produktif yang lain seperti mengikuti pelatihan, menjadi Freelance, juga bisa menjadi alternatif. Saya rasa mendapat sedikit uang pun, juga menyenangkan dan bisa jadi pengalaman baru. Tak ada salahnya juga, membuat rencana cadangan apabila sampai batas waktu tertentu belum mendapat pekerjaan, supaya tetap mendapat pemasukan walaupun belum seberapa.
Akhirnya, saya belum benar-benar bisa menjawab semua pertanyaan itu. Di sisi lain, saya bersyukur bahwa sekarang saya sedang dalam proses mengenal dan memahami diri saya sendiri. Saya juga merasa tidak perlu benar-benar menemukan jawabannya sekarang. Yang terpenting sekarang adalah saya tetap bergerak mencari pekerjaan sambil melakukan hobi saya. Nyatanya, pelan-pelan saya menemukan apa yang saya cari walaupun saya juga belum sepenuhnya yakin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI