Budaya Indonesia telah berkembang sebagai respon terhadap arus globalisasi. Pertukaran informasi dan komunikasi yang cepat telah terbukti memiliki kecenderungan merusak cita-cita yang terkait dengan pelestarian budaya. Pertumbuhan 3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) menyebabkan menurunnya keinginan untuk melestarikan budaya bangsa.Â
Dimana, penggunaan bahasa Indonesia, yang juga merupakan bagian dari budaya negara, merupakan salah satu bidang lain yang terkena dampak positif globalisasi. Saat ini ada kecenderungan di kalangan anak muda untuk lebih menyukai menggunakan bahasa Indonesia Jakarta, seperti gua (aku) dan lu (kamu).Â
Selain itu, kita sering mendengar anak-anak muda berbicara bahasa Indonesia bercampur dengan istilah bahasa Inggris seperti ok, no problem, dan yes, serta kata-kata umpatan yang sering kita dengar di film-film barat tetapi juga sering digunakan dalam kehidupan percakapan sehari-hari. Seiring dengan promosi gaya hidup dan fashion, istilah-istilah tersebut disebarkan melalui media TV melalui film, iklan, dan sinetron.Â
Lalu saat ini juga, pola berpakaian remaja Indonesia juga yang sebelumnya menggunakana standar kesusilaan telah berkembang mengikuti perkembangan zaman. Seperti wanita muda di kota-kota besar sering kali lebih suka mengenakan pakaian sederhana yang pas badan yang menonjolkan area tubuh tertentu.Â
Namun, dalam sinetron-sinetron Indonesia, budaya berpakaian minim yang di ambil dari film dan majalah internasional. Penyebaran informasi yang cepat, juga ditandai dengan keberadaan internet. Sehingga saat ini, nilai-nilai sosial dan budaya Timur yang berbeda telah dipengaruhi oleh globalisasi di sisi ini, sehingga rentan terhadap konflik nilai antara nilai-nilai barat dan nilai-nilai timur.Â
Maka, pemerintah harus merebut kembali perannya sebagai penjaga seni tradisional tanpa ikut campur dalam proses estetika mereka untuk mengantisipasi masalah kebenaran dan pengembangan asli yang tidak menguntungkan bagi kesenian rakyat. Diakui bahwa kesenian rakyat sekarang membutuhkan dana dan bantuan pemerintah. Konsekuensinya, pemerintah harus menjalani dengan benar fungsinya sebagai arah yang menjaga keutuhan dan pertumbuhan seni estetik rakyat. Tidak dapat dihindari bahwa informasi dan budaya menjadi lebih tersebar secara global. Karena banyak juga kelebihannya, yang dapat disesuaikan. Harus diakui juga bahwa teknologi komunikasi, produk sampingan dari modernisasi, memiliki dampak positif yang signifikan.Â
Oleh karena itu, beradaptasi dengan perubahan menuntut perkembangan global dengan tetap mempertahankan kekuatan lokal dengan memupuk identitas budaya bangsa. Kesenian tradisional seharusnya tidak hanya dijadikan alat atau slogan oleh para pembuat kebijakan, terutama pemerintah, untuk memenuhi tuntutan pariwisata, politik, dan kebutuhan lainnya. Sebaliknya, mereka harus menjadi aset kelompok budaya nasional. Yang mana selama ini, pembinaan dan pengembangan seni tradisional yang disponsori pemerintah masih hanya membahas formalitas dan bukan substansi bentuk seni yang sebenarnya. Akibatnya masyarakat semakin menjauhi kesenian tradisional sehingga menghambat perkembangan dan kelestariannya.Â
Maka, kesenian rakyat memiliki beberapa permasalahan yang sulit. Karena teknologi dan komunikasi yang sangat berkembang di zaman ini juga, menimbulkan perbedaan modern yang dihadirkan dengan berbagai pilihan untuk menilai baik rasa maupun kualitas. Di satu sisi, globalisasi ternyata membawa dampak yang merugikan bagi kebudayaan Indonesia. Sehingga dengan tidak sadar bahwa standar budaya Indonesia mulai menghilang. Oleh karena itu, penting untuk mempertahankan karakteristik kebiasaan Indonesia sebagai identitas negara. Caranya yaitu dengan melestarikan budaya Indonesia sekaligus menyaring budaya yang melancong ke sana. Karena karya seni itu indah dan mahal, kekayaan berharga, asli, dan nasional Indonesia adalah warisan artistiknya. Sebagai pewaris budaya bangsa, sudah seharusnya generasi muda menjaga seni budaya kita untuk generasi mendatang.Â
Referensi
Hindaryatiningsih, N. (2016). Model Proses Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Lokal Dalam Tradisi Masyarakat Buton. Sosiohumaniora, 18(2), 108–115. https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v18i2.9944.
Koenjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.Â