Mohon tunggu...
syifa Ammalia
syifa Ammalia Mohon Tunggu... Human Resources - Mahasiswa

"Dream, Wake, Try, Do The Best"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gemerlap Antara Pendapatan Negara dan Komersialisasi Anak di Thailand

16 Januari 2020   22:22 Diperbarui: 16 Januari 2020   22:33 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menurut data yang dilansir dari Good News From Southeast Asia, Thailand menduduki peringkat pertama sebagai negara yang paling banyak dikunjungI wisatawan Asing se Asia Tenggara. Tempat beribadah, wisata fashion yang murah dan makanan unik menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis untuk melancong pergi berwisata di Thailand.

Sektor pariwisata di Thailand sendiri merupakan salah satu sektor yang menyumbang pendapatan tertinggi di Thailand. Pendapatan Thailand dari sektor wisata di tahun 2018 sebesar 58 Billion USD naik sebesar 4 Billion USD dari tahun sebelumnya yang membuat sektor wisata ini merupakan sesuatu hal yang menjanjikan bagi pemerintah dan investor.

Tercatat pada tahun 2016 lebih dari 32 juta wisatawan asing yang datang ke Thailand untuk mengunjungi wisata seks ini. Pariwisata menyumbang US$ 81 miliyar bagi produk domestik bruto Thailand pada tahun 2015, mencakup 25% (baranews.com, 2017). Di Thailand sendiri, kejahatan transnasional melalui perdagangan manusia dengan motif eksploitasi sesksual komersil merupakan sebuah bisnis yang bernilai 500 miliyar bath, dimana 50%-60% dari anggaran 10 tahunan pemerintah dan lebih menguntungkan daripada perdagangan obat obatan terlarang.

Namun berkembangnya sektor wisata ini pun sebanding dengan tingkat tingginya wisatawan atas parisiwata seks yang terdapat di negara ini. Berbagai jenis pelayanan sesksual ditawarkan, salah satunya yang berasal dari anak-anak di bawah umur. Faktor ekonomi menjadi alasan tersendiri mengapa anak-anak ini dapat diperjualkan pada jenis pelayanan wisata ini.

Thailand memiliki sejarah panjang terkait dengan prostitusi dan perdagangan manusia. Pada awal 1920-an, Liga Bangsa-Bangsa sedang menyelidiki rekening keterlibatan internasional dalam industri seks di Thailand. Pada tahun 1933, Liga Bangsa-Bangsa menerbitkan laporan tentang perdagangan perempuan dan anak-anak di Timur, dengan klaim bahwa perempuan Thailand, China, dan Rusia menjual seks di Thailand pada rumah-rumah bordil, dan 40% dari korban wanita berusia di bawah dua puluh tahun.

Menurut sumber dari ECPAT, batas persetujuan umur untuk seks di Thailand adalah anak-anak yang berusia 15 Tahun dan untuk usia sah bekerja (termasuk pekerjaan yang beresiko) adalah 18 tahun. Namun berdasarkan laporan kasus eksploitasi dari Kejaksaan Penuntut Umum di Thailand pada tahun 2017, mereka menerima 418 kasus yang 325 dari kasus tersebut berasal dari kasus komersial eksploitasi seksual.

Data yang bersumber dari Pemerintahan Thailand menyebutkan bahwa dari 200.000 pekerja seksual di Thailand terdapat 50.000 hingga 80.000 di antaranya masih berusia di bawah 18 tahun yang tentu saja telah melanggar batas persetujuan umur sah pekerja di Thailand. Permasalahan Komersialiasi Seksual pada Anak di bawah umur ini tentu saja telah termasuk dalam permasalahan  Human Trafficking dimana perdagangan manusia khususnya anak-anak yang dieksploitasi untuk dipekerjakan sebagai pelayan seksual.

Permasalahan ini pun diperparah dengan data bahwa Menurut Therichest.com, Thailand merupakan destinasi favorit pertama dalam prostitusi anak untuk tujuan Sex-Tourism yang berarti bahwa kasus ini sudah menjadi kasus Human Trafficking Internasional.

Pemerintah Thailand sendiri pun sudah berupaya salah satunya dengan mengamandemenkan undang undang terkait kriminalisasi pelaku pornografi anak pada tahun 2015, namun tetap masih banyak pelanggaran yang terjadi. Permasalahan ini pun juga mengundang perhatian dari Organiasi-organisasi Internasional salah satunya adalah ECPAT.

ECPAT sempat membuat konferensi atas kasus eksploitasi anak ini dengan mengundang pemerintahan Thailand hingga PBB yang menghasilkan bentuk-bentuk Advokasi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan ini.

Kasus Human Trafficking ini sulit untuk diselesaikan dikarenakan kurangnya informasi dari berbagai pihak, dari pihak pemerintah,korban ataupun Lembaga masyarakat. Harapan penulis adalah tidak adalanya lagi korban anak-anak dalam kasus eksploitasi komersial internasional ini yang terjadi di Thailand. Pemerintah sebagai yang bertanggung jawab dalam permasalahan ini dapat bekerja sama dengan Lembaga-lembaga terkait untuk menghentikan permasalahan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun