Mohon tunggu...
Humaniora

Mengutip Alquran

26 November 2017   20:10 Diperbarui: 26 November 2017   20:12 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
washingtoninstitute.org

Saat Khalifah Ali bin Abi Thalib bertempur melawan Muawiyah bin Abi Sufyan lalu mengadakan arbitrase (tahkm), kaum Khawarij mengutip ayat Al-Quran: "wa man lam yahkum bi m anzalallh fa ulika humul kfirn (Barangsiapa tidak merujuk ke hukum Al-Quran, maka mereka kafir)". (QS. Al-Maidah: 44) Kaum Khawarij, yang awalnya mendukung Khalifah Ali, menganggap arbitrase itu tidak sesuai dengan Al-Quran dan mencap pelakunya, yaitu Ali dan Muawiyah, sebagai orang kafir.

Terkait rujukan Khawarij itu, Khalifah Ali berkata: "hdzal qur'n khaththun masthrun baina daffatain l yanthiq, innam yatakallamu bihir rijl (Al-Quran adalah tulisan yang dicatat di antara dua sampul yang tidak berbicara dengan sendirinya, melainkan orang-oranglah yang berkata dengan mengatasnamakannya)".

Ketika seseorang atau sekelompok orang mengutip Al-Quran, dengan demikian, bukan Al-Quran yang berbicara, tapi kepentingan orang atau kelompok itu yang mengemuka, baik untuk tujuan luhur maupun untuk tujuan busuk. Kaum Khawarij tak terlepas dari cakupan proposisi tersebut.

Mengenai kutipan Al-Quran dan maksud Khawarij dalam pengutipan itu, Imam Ali berkomentar: "kalmul haq urda bihil bthil (perkataan benar, tapi dimaksudkan untuk kebatilan)." Ayat Al-Quran itu benar. Tapi niat Khawarij dalam mengutarakan ayat itu buruk. Dengan hanya bermodal mengutip Al-Quran secara letterlij (sisi zahirnya saja) tanpa pengkajian Al-Quran dan konteksnya secara mendalam, Kaum Khawarij kemudian membunuh Khalifah Ali.

Yang dilakukan Kaum Khawarij dilanjutkan oleh kaum ekstrimis Islam hingga saat ini. Hanya karena membaca ayat "faqtull musyriqna haitsu wajadtumhum (perangilah orang-orang musyrik di mana pun kalian menemukannya)" (QS. At-Taubah: 5), misalnya, mereka merasa mendapat legitimasi untuk membunuh orang non-muslim, yang dianggap musyrik, di mana pun berada.

Apa yang dilakukan kaum Khawarij dan kaum ekstrimis Islam kontemporer itu tak sepatutnya dicontoh. Sebab, yang mereka lakukan adalah cerminan dari kedunguan dalam berinteraksi dengan Al-Quran dan realitas. Lagi pula, yang mereka lakukan bukan malah meninggikan nama Islam dan muslimin, melainkan justru mempurukkan citra Islam dan mempersulit umat Islam.

Untuk mengutip Al-Quran, tidak cukup berdasarkan prinsip "balligh `ann walau yah (beritahu tahu aku walaupun satu ayat)." Untuk mengutip Al-Quran, tidak cukup bermodal terjemahan Al-Quran dan postingan tentang Islam yang tersebar di internet dan media sosial.

Untuk mengutip Al-Quran, perlu ilmu yang cukup minimal (1) tentang ayat yang akan dikutip, dan (2) tentang realitas di mana ayat itu akan diterapkan. Tanpa dua "ilmu minimal" itu, kutipan atas ayat Al-Quran justru akan menzolimi Al-Quran dan realitas, karena menempatkan ayat-ayat Al-Quran di konteks yang tidak tepat.

Akankah Anda menganiaya Al-Quran dan realitas dengan keminiman ilmu Anda tentang keduanya? Bukanlah Allah menyuruh "iqra'!" (bacalah!) dan "afal ta`qiln" (tidakkah kamu berpikir?!), sementara Rasulullah bersabda "uthbil `ilma minal mahdi ill lahdi" (carilah ilmu dari buaian hingga liang lahat!)?[]

Sumber: syiarnusantara. Id

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun