Mohon tunggu...
Humaniora

Mengembangkan Budaya Karawi Sama Mena pada Masyarakat Suku Mbojo (Bima)

8 April 2016   18:26 Diperbarui: 8 April 2016   18:47 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Budaya karawi sama mena merupakan suatu kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat suku mbojo (Bima) yang selalu kental dalam perbuatan masyarakatnya. Masyarakat Bima selalu mengedepankan kerja sama atau gotong royong dalam setiap pekerjaan seperti yang tercermin pada acara pernikahan (acara nika), memindahkan rumah (hanta uma), ada kegiatan kampung (rawi rasa), dan lain sebagainya itu merupakan pencerminan dari pada budaya karawi sama mena. 

Walaupun pada hakikatnya budaya tersebut paling banyak terjadi dalam bidang pertanian, maka pada kesempatan ini penulis akan mencoba mengkolaborasikan budaya karawi sama mena dalam konteks pendidikan sebagai wujud pembentukan solidaritas sosial yang tumbuh dan berkembang dalam diri siswa di sekolah. Budaya karawi sama mena atau saling bekerja sama ini akan ditinjau dari segi weha rima (meminta bantuan) dan cepe rima (membalas budi).

Pada kesempatan ini akan dijelaskan bagaimana proses pelaksanaan budaya karawi sama mena yang ditinjau dari segi weha rima dan cepe rima. Dari segi weha rima atau bisa dikatakan dengan pra pelaksanaan karawi sama mena yang dimulai dari pihak atau orang yang memiliki pekerjaan tersebut, memberikan informasi kepada sanak keluarga atau kerabat dekat serta tetangga di sekitar rumah, untuk meminta bantuan agar menyelesaikan pekerjaannya tersebut secara bersama-sama. Bagi sanak keluarga atau kerabat dekat serta tetangga di sekitar rumah tersebut tidak dikasih imbalan berupa uang hanya sebatas memberikan makan nasi dan lain sebagainya. 

Mengapa hal tersebut terjadi, karena masyarakat suku mbojo menganggap bahwa kita tidak bisa hidup secara individual, melainkan hidup secara bersama-sama saling membantu satu sama lain ketika hidup di tengah-tengah masyarakat atau dengan perkataan lain pihak yang membantu tersebut pasti akan ada pekerjaan yang memang perlu bantuan dari pihak yang telah ia bantu pada waktu dulu. Kemudian dari pada itu dari, selanjutnya akan dibahas mengenai pasca budaya karawi sama mena ditinjau dari cepe rima. 

Budaya cepe rima akan terjadi apabila telah selesai budaya weha rima. Cepe rima dilakukan oleh pihak yang telah selesai pekerjaannya dengan mendapatkan sejumlah bantuan (weha rima) dari sanak keluarga atau kerabat dekatnya tadi untuk membantu kembali pihak yang telah membantu pada pekerjaan sebelumnya (hubungan timbal balik).

Dalam kaitannya dengan pencerminan budaya karawi sama mena dalam kehidupan di sekolah, ini menandakan bahwa hubungan interaksi siswa dalam kehidupan di sekolah selalu membutuhkan bantuan dari siswa yang lain. Hal ini bukan berarti bahwa siswa bekerja sama dalam ulangan, akan tetapi bagaimana siswa saling bekerja sama dalam konteks seperti: secara bersama-sama membersihkan ruangan kelas maupun halaman kelas; saling membutuhkan teman sejawat sebagai sumber ilmu dalam belajar; bekerja sama dalam mengerjakan tugas kelompok; menghormati teman yang sedang presentasi di depan kelas; secara bersama-sama mentaati tata kelas maupun sekolah; selalu disiplin melakukan piket pembersihan ruangan kelas; dan lain sebagainya. 

Hal-hal seperti ini, mencerminkan saling bekerja samanya (karawi sama mena) siswa dalam kehidupannya di sekolah. Sehingga perilkau-perilaku yang dilakukan oleh siswa tersebut, mencerminkan solidaritas sosial yang tinggi pada siswa itu sendiri. Apabila hal tersebut selalu dilakukan oleh siswa di sekolah, maka akan menciptakan kehidupan sekolah yang harmonis, aman, tentram, damai, rasa kekeluargaan yang tinggi, dan lain sebagainya.

Budaya karawi sama mena yang merupakan pencerminan budaya masyarakat suku mbojo (bima) tersebut sekarang ini semakin tergerus oleh pengaruh budaya globalisasi yang individualis yang notabenenya budaya individualis tersebut sangat anti terhadap sikap solidaritas sosial. Budaya individualis ini sangat berkembang pesat di masyarakat kota, sehingga tidak bisa kita pungkiri bahwa masyarakat kota sangat cepat dipengaruhi oleh budaya tersebut.

 Supaya budaya tersebut tidak mengganggu kelestarian budaya karawi sama mena ini, kita sebagai generasi muda marilah kita selalu berpegang teguh akan nilai-nilai kearifan lokal kita, agar selalu lestari sepanjang kita hidup dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Atau dengan perkataan lain bahwa kita sebagai generasi muda harus selalu menyaring pengaruh budaya dari luar tersebut dengan selalu melihat apakah sesuai atau tidak dengan budaya yang kita miliki.

Sumber Referensi: Murrahman, Ayub. 2015. Nilai-Nilai Sosial Yang Terkandung Dalam Tradisi Karawi Kaboju Pada Masyarakat Suku Mbojo Di Desa Sari Kecamatan Sape Kabupaten Bima. Mataram: Universitas Mataram.

Oleh:

Syarifudin

  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun