Mohon tunggu...
Syarif Perdana Putra
Syarif Perdana Putra Mohon Tunggu... Fresh Graduate at Institut Bisnis Nusantara

Content Writer Enthusiast | Maka Sesungguhnya Bersama Kesulitan Ada Kemudahan dan Sesungguhnya Bersama Kesulitan Ada Kemudahan |

Selanjutnya

Tutup

Love

Katanya Cinta, Tapi Rasanya Selalu Kamu yang Minta Maaf Duluan ?

12 Juni 2025   12:15 Diperbarui: 11 Juni 2025   17:46 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar pasangan mesra (pexels.com/@Bloomture Studio  )

Cinta, Tapi Selalu Kamu yang Minta Maaf ?

Cinta seharusnya membuat kita merasa aman, diterima, dan tumbuh bersama. Tapi bagaimana jika dalam hubungan itu, kamu selalu menjadi pihak yang harus mengalah ? Selalu kamu yang meminta maaf, bahkan saat kamu bukan pihak yang salah. Ini bukan soal dewasa atau tidak dewasa, tapi pertanda bahwa mungkin kamu sedang berada dalam hubungan tidak seimbang. Selanjutnya di balik kata “cinta”, ada ketimpangan yang terus kamu telan diam-diam. Banyak orang bertahan dalam hubungan seperti ini karena takut kehilangan, takut sendirian, atau karena sudah terlanjur terlalu dalam. Mereka meyakinkan diri bahwa konflik wajar dalam cinta. Padahal, ketika kamu selalu menjadi orang yang harus meredakan konflik, selalu kamu yang mengulur tangan lebih dulu, bisa jadi itu bukan cinta yang sehat. Justru, ini bisa menjadi salah satu ciri hubungan toxic yang perlahan menggerus harga dirimu.

Tidak ada hubungan yang sempurna, tetapi hubungan yang sehat selalu berusaha menjaga keseimbangan dalam memberi dan menerima. Jika satu pihak terus menerus menjadi penyelamat, sedangkan pihak lain hanya menjadi penerima, maka yang terjadi adalah ketimpangan emosional. Perlahan, hubungan seperti ini bisa menyentuh ranah cinta tidak sehat, di mana rasa lelah dan frustrasi disembunyikan demi mempertahankan kebersamaan yang semu. Menariknya, banyak orang tidak sadar sedang berada dalam situasi ini. Mereka menganggap minta maaf terus-menerus adalah bentuk kasih sayang atau tanda cinta besar. Padahal, jika kamu terus mengorbankan harga diri hanya demi menjaga perasaan pasangan, maka kesehatan mental dalam hubungan patut dipertanyakan. Cinta bukan soal siapa yang menang atau kalah dalam pertengkaran, tapi bagaimana dua orang dewasa bisa saling belajar memahami. Sudah paham mengenai cinta tapi selalu kamu yang minta maaf ? Yuk, simak penjelasan detailnya dibawah ini.

1. Saat Maaf Menjadi Beban Sepihak

Ilustrasi gambar pasangan suami & istri (pexels.com/@Antoni Shkraba Studio)
Ilustrasi gambar pasangan suami & istri (pexels.com/@Antoni Shkraba Studio)

Meminta maaf adalah sikap dewasa. Tapi ketika kamu terus-menerus menjadi satu-satunya yang meminta maaf, bahkan untuk kesalahan yang tidak kamu buat, maka ada yang salah. Hubungan yang sehat membutuhkan dua pihak yang sama-sama berani mengakui kesalahan. Jika hanya kamu yang selalu menjadi "penenang badai", kamu sedang memikul beban emosional yang seharusnya dibagi berdua. Ada rasa tidak adil yang muncul setiap kali kamu harus mengalah demi menjaga suasana tetap tenang. Sementara pasanganmu memilih diam atau bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Perlahan, kamu mulai meragukan validitas perasaanmu sendiri. Apakah aku terlalu sensitif ? Apakah aku memang selalu salah ? Inilah jebakan dari hubungan tidak seimbang.

Hubungan seperti ini tidak membuatmu tumbuh, malah mengikis kepercayaan dirimu. Kamu merasa terjebak dalam lingkaran pembuktian yang tidak ada ujungnya. Ironisnya, semakin kamu berusaha keras menjaga hubungan itu tetap utuh, semakin kamu kehilangan dirimu sendiri. Cinta yang seharusnya menguatkan, justru melemahkan. Tidak sedikit orang yang menjadikan rasa bersalah sebagai alat kendali dalam hubungan. Mereka membuatmu merasa bertanggung jawab atas perasaan mereka, atas suasana hati mereka. Padahal dalam relasi sehat, masing-masing bertanggung jawab atas emosinya sendiri. Ketika kamu selalu yang disalahkan, maka bisa jadi ini adalah cinta tidak sehat.

Jika kamu mulai merasa bahwa minta maaf sudah menjadi rutinitas, bukan penyelesaian, maka kamu harus jujur pada dirimu sendiri. Apakah hubungan ini benar-benar membuatmu bahagia, atau kamu hanya takut kehilangan ? Cinta bukan tentang siapa yang paling sering minta maaf, tapi tentang siapa yang benar-benar peduli untuk memperbaiki. Jangan biarkan rasa bersalah yang dipaksakan membuatmu kehilangan arah. Akhirnya, hubungan sehat dimulai dari dua orang yang saling menjaga, bukan satu orang yang terus mengorbankan perasaannya demi ketenangan semu.

2. Pola Komunikasi yang Membungkam Perasaan

Ilustrasi gambar pasangan bertengkar (pexels.com/@Vera Arsic)
Ilustrasi gambar pasangan bertengkar (pexels.com/@Vera Arsic)

Komunikasi adalah jantung dari sebuah hubungan. Tapi jika kamu merasa takut menyampaikan isi hati karena takut dianggap lebay atau drama, maka ini pertanda ada sesuatu yang salah. Ciri hubungan toxic kerap terlihat dari bagaimana satu pihak diberi ruang berbicara, sementara pihak lain terus merasa dibungkam. Ketika kamu mulai menahan unek-unek karena khawatir membuat pasangan marah, artinya kamu sedang kehilangan ruang aman dalam hubungan itu. Komunikasi tidak boleh membuatmu merasa kecil atau tidak penting. Justru di sanalah semestinya kamu bisa merasa diterima, didengar, dan tidak dihakimi.

Salah satu red flag yang perlu diwaspadai adalah ketika pasangan membalikkan masalah setiap kali kamu mencoba menyampaikan keluhan. Kamu menjadi pihak yang disalahkan, dianggap terlalu sensitif, atau bahkan diminta untuk introspeksi diri seolah kamu yang memperbesar masalah. Ini bentuk manipulasi yang halus tapi sangat merusak. Lama-lama kamu pun memilih diam. Tidak lagi mengeluh, tidak lagi bicara soal rasa, hanya mengikuti arus karena kamu sudah lelah. Tapi diam bukan solusi. Diam hanya membuat luka batin bertambah dalam. Ketika suara hatimu terus dipendam, maka kamu akan kehilangan arah dalam mencintai.

Hubungan yang tidak memberi ruang komunikasi sehat hanya akan menjadi tempat penumpukan emosi yang siap meledak kapan saja. Kamu mungkin terlihat tenang di luar, tapi sesungguhnya kamu sedang menahan badai dalam batinmu sendiri. Inilah yang membuat kesehatan mental dalam hubungan menjadi sangat penting. Jangan terus-menerus memilih diam karena takut ditinggalkan. Jika pasanganmu benar mencintaimu, maka ia akan membuka ruang bicara tanpa menghakimi. Karena cinta sejati adalah tentang mendengar tanpa memaksa, memahami tanpa menekan, dan tumbuh bersama dalam kejujuran.

3.  Ketika Harga Diri Mulai Terkikis Perlahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun